PALANGKA RAYA-Kondisi internal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kalteng sedang memanas. Terpilihnya Marcos Tuwan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum (Ketum) KONI Kalteng dalam rapat pleno menuai polemik. Pemilihan itu dinilai tidak sesuai peraturan organisasi dan melanggar AD/ART, karena beberapa petinggi organisasi yang menaungi semua cabang olahraga (cabor) tersebut tidak dilibatkan dalam rapat pleno.
Jauh sebelum Marcos Tuwan terpilih sebagai plt, ternyata Ketum KONI Kalteng Eddy Raya Samsuri sudah menunjuk Ketua Harian KONI Kalteng Christian Sancho untuk menjalankan roda organisasi, melalui nota dinas nomor 87/KONI-KTG/XII/2022 tertanggal 20 Desember 2022.
“Bersamaan dengan terbitnya surat pernyataan pengunduran diri saya sebagai Ketum KONI Kalteng masa bakti 2022-2024, dengan ini saya menugaskan Ketua Harian KONI Kalteng Christian Sancho untuk menjalankan roda organisasi sesuai tugas pokok dan fungsi serta melaksanakan kegiatan KONI sesuai mekanisme yang diatur dalam AD/ART.” Demikian isi surat penugasan yang ditandatangani Eddy Raya Samsuri.
Sancho mengatakan, saat digelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan bahwa Plt Ketum KONI Kalteng adalah Marcos Tuwan, ia selaku ketua harian bersama Waketum Bidang Organisasi KONI Kalteng Nurani Mahmudin sedang berada di Jakarta untuk meminta petunjuk dan arahan dari KONI pusat terkait mundurnya Eddy Raya dari jabatan sebagai Ketum KONI Kalteng. Padahal, keduanya merupakan orang penting di KONI Kalteng, yang dalam peraturan organisasi punya pengaruh dalam berjalan tidaknya rapat pleno.
“Waktu itu kami sedang berangkat ke Jakarta untuk konsultasi dengan KONI pusat terkait mundurnya Pak Eddy. Mereka malah langsung rapat. Sesuai dengan arahan dan petunjuk KONI pusat, saya ditunjuk menjadi pihak yang meneruskan jabatan usai Pak Eddy menyatakan mundur, sambil mempersiapkan nanti rapat pleno,” jelas Sancho kepada Kalteng Pos, Senin (2/1).
Sancho menyebut rapat yang menghasilkan keputusan bahwa Marcos Tuwan terpilih menjadi Plt Ketum KONI Kalteng tidak sesuai prosedur. Dewan penyantun yang menjadi fasilitator dalam rapat memang berhak untuk memfasilitasi rapat. Namun tidak serta-merta melaksanakan pleno dan membuat keputusan.
“Mekanismenya bukan begitu. Dalam AD/ART organisasi KONI Kalteng, yang namanya rapat pleno, paling tidak yang paling tinggi jabatannta yang memimpin rapat pleno itu, kan ada ketua harian, lalu ada bidang organisasi, sementara ketua harian dan waketum bidang organisasi sedang melaksanakan tugas ke KONI pusat untuk konsultasi, eh malah ada rapat pleno,” ungkapnya.
Sancho tak bermaksud menyalahkan dewan penyantun, dalam hal ini pihak Pemprov Kalteng sebagai fasilitator. Ia menginginkan agar regulasi atau aturan yang sudah tertulis dalam AD/ART benar-benar dilaksanakan. “Jangan ada unsur yang dalam tanda kutip, kok terburu-buru gitu, tidak ada hal yang mendesak,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa mundurnya Eddy Raya sebagai Ketum KONI Kalteng belum sah, karena belum ada jawaban oleh KONI pusat. Sampai saat ini Eddy Raya masih berstatus sebagai Ketum KONI Kalteng. Status tersebut akan resmi dilepas jika sudah ada surat persetujuan dari KONI pusat.
“Sampai saat ini masih belum ada jawaban dari KONI pusat, apakah menyetujui atau menolak putusan Pak Eddy Raya. Beliau akan resmi lepas jabatan sampai adanya surat dari KONI pusat yang menyatakan menerima pengunduran diri beliau dan merekomendasikan untuk melaksanakan tugas keseharian pokok ketua umum pada pengurus KONI di bawah ketua umum yang sudah mundur,” jelas Sancho.
“Kemarin kami sepakat ketua harian yang harusnya menggantikan ketua umum, karena merupakan orang nomor dua, yang paling pas, yang paling cocok, yang paling benar, sesuai AD/ART KONI,” tambahnya.