Rabu, November 6, 2024
23.7 C
Palangkaraya

Masih Ada 9 Orang Lagi Menjual Tanah Bermodal Verklaring di Badak-Hiu Putih

PALANGKA RAYA – Madie Goening Sius, orang yang digelari mafia tanah di sekitar Jalan Badak sampai Jalan Hiu Putih ditangkap anggota Ditreskrimum Polda Kalteng. Tersangka mengklaim tanah seluas 230 hektare dari 810 hektare dari data overlay di bidang tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palangka Raya di lokasi itu.

Tersangka bermodal surat verklaring Nomor 23/1960 tahun 1960 dengan ukuran tanah 810 hektare. Di atas tanah itu, diperoleh data sebanyak 1598 tipe hak yang terdaftar. 1544 sertifikat hak milik perorangan,19 sertifikat hak pakai atas nama Pemprov Kalteng, dan 35 peta bidang.

Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Kalteng, Ir Men Gumpul Cilan Muhammad alias Men Gumpul menyampaikan, dirinya mewakili para korban mengapresiasi Polda Kalteng sudah bertindak dan mengungkap kasus pencaplokan tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun berpolemik dan tak pernah selesai.

Dirinya ikut mendampingi kasus ini Februari 2021 lalu. Mereka para korban datang melapor. Tanahnya diklaim. Sudah berlangsung puluhan tahun. Tanah itu milik Pemprov Kalteng. Sudah digarap tahun 1995. Lalu dibagikan melalui Koperasi Isen Mulang. Anggota koperasi atau korban dalam kasus ini, membeli dengan cara sistem potong gaji saat itu.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Berangkatkan Air Suci Pertapaan Tjilik Riwut ke Jakarta

Ada delapan orang kelompok dengan jumlah 125 orang yang didampingi untuk melapor. Sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka dibenturkan oleh tersangka dengan pembeli tanah, dan ormas-ormas yang mendukung tersangka.

“Saya tegaskan, verklaring yang dipegang tersangka itu palsu. Coba diuji forensik, pasti terbongkar semua,”katanya.

Apakah petak-petak tanah yang diklaim tersangka itu ada yang berubah menjadi surat dalam bentuk lain? Men Gumpul menyebut, ada yang sudah berbentuk surat keterangan tanah adat (SKTA). Kedamangan yang menerbitkan, biar seolah-olah itu tanah adat.

Kalau berbentuk surat keterangan tanah (SKT), dipastikan tidak ada. Karena pihak kelurahan dan Pemko Palangka Raya tidak mengeluarkan.

“Tersangka selalu menyebut jika surat verklaring ratusan hektare itu tanah adat. Padahal di Palangka raya ini eks hak pengusahaan hutan (HPH),”serunya.

“Masih ada sembilan orang lagi yang menjual tanah bermodal surat verklaring dengan ukuran ratusan hektare di Jalan Badak sampai Hiu Putih masih eksis sampai saat ini.”

Baca Juga :  Lembaga Adat Mitra Strategis Pemda

“Saya masih terus kejar surat verklaring yang dipakai untuk mengklaim tanah orang yang sudah SHM,”tegasnya.

Pihaknya juga meminta ditertibkan ormas-ormas yang membekingi mafia-mafia tanah di Palangka Raya. Apalagi ormas-ormasnya mengatasnamakan orang Dayak.

“Kasihan investor yang akan berinvestasi. Mereka tidak akan berani masuk ke Palangka Raya, karena pas beli tanah yang sudah SHM, masih saja bermasalah,”bebernya.

Sementara itu, Kepala BPN Kota Palangka Raya, Y Budhy Sutrisno juga mengapresiasi langkah Polda Kalteng dalam memberantas mafia tanah. Pihaknya menunggu keputusan inkracht dari pengadilan. Tentu ini langkah awal terkait pengembalian hak kepada pemilik.

Pihaknya menyarankan pemilik SHM atas bidang tanah dimaksud membentuk paguyupan agar memudahkan koordinasi. “Kenapa begitu, saya meyakini, sebagian besar tidak tahu persis titik lokasinya di mana. Karena akses ke sana tidak bisa, kemudian, ada beberapa tempat, dahulu berbentuk jalan, sekarang sudah berubah,”katanya.(ram)

 

 

PALANGKA RAYA – Madie Goening Sius, orang yang digelari mafia tanah di sekitar Jalan Badak sampai Jalan Hiu Putih ditangkap anggota Ditreskrimum Polda Kalteng. Tersangka mengklaim tanah seluas 230 hektare dari 810 hektare dari data overlay di bidang tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palangka Raya di lokasi itu.

Tersangka bermodal surat verklaring Nomor 23/1960 tahun 1960 dengan ukuran tanah 810 hektare. Di atas tanah itu, diperoleh data sebanyak 1598 tipe hak yang terdaftar. 1544 sertifikat hak milik perorangan,19 sertifikat hak pakai atas nama Pemprov Kalteng, dan 35 peta bidang.

Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Kalteng, Ir Men Gumpul Cilan Muhammad alias Men Gumpul menyampaikan, dirinya mewakili para korban mengapresiasi Polda Kalteng sudah bertindak dan mengungkap kasus pencaplokan tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun berpolemik dan tak pernah selesai.

Dirinya ikut mendampingi kasus ini Februari 2021 lalu. Mereka para korban datang melapor. Tanahnya diklaim. Sudah berlangsung puluhan tahun. Tanah itu milik Pemprov Kalteng. Sudah digarap tahun 1995. Lalu dibagikan melalui Koperasi Isen Mulang. Anggota koperasi atau korban dalam kasus ini, membeli dengan cara sistem potong gaji saat itu.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Berangkatkan Air Suci Pertapaan Tjilik Riwut ke Jakarta

Ada delapan orang kelompok dengan jumlah 125 orang yang didampingi untuk melapor. Sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka dibenturkan oleh tersangka dengan pembeli tanah, dan ormas-ormas yang mendukung tersangka.

“Saya tegaskan, verklaring yang dipegang tersangka itu palsu. Coba diuji forensik, pasti terbongkar semua,”katanya.

Apakah petak-petak tanah yang diklaim tersangka itu ada yang berubah menjadi surat dalam bentuk lain? Men Gumpul menyebut, ada yang sudah berbentuk surat keterangan tanah adat (SKTA). Kedamangan yang menerbitkan, biar seolah-olah itu tanah adat.

Kalau berbentuk surat keterangan tanah (SKT), dipastikan tidak ada. Karena pihak kelurahan dan Pemko Palangka Raya tidak mengeluarkan.

“Tersangka selalu menyebut jika surat verklaring ratusan hektare itu tanah adat. Padahal di Palangka raya ini eks hak pengusahaan hutan (HPH),”serunya.

“Masih ada sembilan orang lagi yang menjual tanah bermodal surat verklaring dengan ukuran ratusan hektare di Jalan Badak sampai Hiu Putih masih eksis sampai saat ini.”

Baca Juga :  Lembaga Adat Mitra Strategis Pemda

“Saya masih terus kejar surat verklaring yang dipakai untuk mengklaim tanah orang yang sudah SHM,”tegasnya.

Pihaknya juga meminta ditertibkan ormas-ormas yang membekingi mafia-mafia tanah di Palangka Raya. Apalagi ormas-ormasnya mengatasnamakan orang Dayak.

“Kasihan investor yang akan berinvestasi. Mereka tidak akan berani masuk ke Palangka Raya, karena pas beli tanah yang sudah SHM, masih saja bermasalah,”bebernya.

Sementara itu, Kepala BPN Kota Palangka Raya, Y Budhy Sutrisno juga mengapresiasi langkah Polda Kalteng dalam memberantas mafia tanah. Pihaknya menunggu keputusan inkracht dari pengadilan. Tentu ini langkah awal terkait pengembalian hak kepada pemilik.

Pihaknya menyarankan pemilik SHM atas bidang tanah dimaksud membentuk paguyupan agar memudahkan koordinasi. “Kenapa begitu, saya meyakini, sebagian besar tidak tahu persis titik lokasinya di mana. Karena akses ke sana tidak bisa, kemudian, ada beberapa tempat, dahulu berbentuk jalan, sekarang sudah berubah,”katanya.(ram)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/