Artinya, peserta didik dengan zona yang sama boleh memilih dua sekolah. Misal saja, masih di zona yang sama boleh memilih SMA atau SMK. Begitu pun sebaliknya. Atau sama-sama di SMA. Namun kebijakan ini tidak berlaku bagi sekolah yang melaksanakan penerimaan daring secara mandiri atau penerimaan secara luring.
“Hal ini supaya menghindari duplikat, artinya apabila pelaksanaan daring menggunakan akses kerja sama dengan Disdik Kalteng, maka sistem akan memilih salah satu sekolah yang dituju oleh dua pilihan peserta, sedangkan apabila secara mandiri atau luring, tidak dapat diketahui apabila peserta tersebut sudah memilih sekolah di tempat lain,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa PPDB secara daring hanya berlaku pada penerimaan SMA dan SMK saja. Sedangkan untuk penerimaan SLB tidak diberlakukan secara daring.
“Mengingat keperluan untuk masing-masing peserta didik di SLB ini berbeda, banyak tuna,” tutur Tito.
Pihaknya menegaskan kembali bahwa pelaksanaan PPDB secara luring harus tetap memperhatikan penerapan prokes. Diyakini bahwa sekolah yang melaksanakan PPDB secara luring adalah sekolah-sekolah yang berada di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet atau sekolah SLB.
“Daerah pinggiran yang tidak memiliki jaringan internet biasanya memiliki peserta didik yang sedikit, juga SLB dengan peserta yang sedikit pula. Tentu tidak akan terjadi penumpukan, tapi tetap harus memperhatikan protokol kesehatan,” kata dia.
Berkenaan dengan kuota jalur penerimaan PPDB, Tito menyebut ada empat jalur penerimaan. Yakni jalur zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua, dan jalur prestasi. Jalur zonasi merupakan peserta didik yang akan diterima sesuai dengan zonasi yang telah ditentukan, dekat dengan sekolah, dengan kuota minimal 50 persen.
“Untuk jalur afirmasi atau masyarakat kurang mampu 15 persen, untuk perpindahan tugas orang tua maksimal 5 persen, sedangkan jalur prestasi sesuai dengan sisa kuota yang ada,” katanya.