SAMPIT-Persoalan sengketa lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) seakan tak ada habisnya. Konflik kali ini terjadi antara seorang mantan kepala sekolah (kasek) di daerah Kecamatan Mentaya Hulu dengan PT Karya Makmur Abadi (KMA). Perusahan yang bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit ini dituding menggarap lahan warga tanpa adanya ganti rugi. Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Dewan Ada Dayak (DAD) Kotim untuk penyelesaian.
Kusnadi selaku pemilik lahan mengatakan lahan yang telah digarap secara brutal oleh pihak PT KMA tanpa adanya ganti rugi merupakan lahan yang sudah dikuasai keluarganya secara turun-temurun. Karena tidak ada lagi tempat untuk mengadu, ia pun melaporkan masalah itu ke lembaga adat setempat.
Ia menyebut, lahan seluas sekitar 26,6 hektare (ha) itu terletak di Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu. Pertemuan dengan perusahaan sudah dilakukan beberapa kali. Akan tetapi perusahaan tetap mengkalim bahwa lahan itu milik mereka dan sudah dibebaskan dengan pihak lain.
Sementara kuasa hukum Kusnadi, Wiktor T Nyarang menuturkan, pada tahun 2019 lalu pihaknya sempat dimediasi di lapangan sekaligus mengukur luas lahan. Namun dari total 26,6 hektare, hanya 8,1 hektare yang diukur pihak perusahaan untuk diganti rugi.
“Kami sangat keberatan dengan luasan tersebut karena sangat tidak sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan, sehingga lahan seluas 18,51 hektare hilang, tentu kami tidak mau terima hanya 8,1 hektare,” tegas Wiktor kepada Kalteng Pos, Rabu (2/11).
Kemudian pada April 2020, lanjut Wiktor, saat Kusnadi pindah tempat kerja, lahan tersebut digarap habis oleh perusahaan PT KMA. Tanaman buah-buahan, rotan, karet, dan lainnya yang ada pada lahan itu hilang tak berbekas setelah digarap pihak perusahaan menggunakan alat berat.
“Tanaman yang ada dalam lahan milik oleh Kusnadi ditimbun, digarap oleh pihak perusahaan, tanaman itu usianya 40 tahunan, seperti tengkawang, ulin, durian, cempedak, duku, manggis, mentawa, paken, rambutan, rotan, dan karet,” beber Wiktor yang juga pernah menjabat Kepala Bagian Ekonomi Pemerintah Kabupaten Seruyan.
Pihaknya marah besar saat melihat kebun yang dipenuhi tanaman telah berubah menjadi tanah lapang. Kemudian mereka bersurat ke manajemen PT KMA untuk menghentikan segala aktivitas di atas lahan tersebut sampai ada penyelesaian sengketa. Bahkan pihaknya juga berkonsultasi dan melapor ke Bupati Kotim kala itu, Supian Hadi. Bupati menegaskan kepada direksi PT KMA untuk segera menyelesaikan sengketa lahan ini. Namun kenyataanya hingga saat ini tidak ada penyelesaian sama sekali. Akhirnya pihaknya memutuskan untuk melapor ke DAD.
“Perlu diketahui ukuran maupun luasan lahan milik Kusnadi semuanya 45,6 hektare, pihak PT KMA yang melaksanakan pengukuran di lokasi menggunakan petugas GIS & Legal memakai GPS, artinya bukan Kusnadi selaku pemilik lahan yang mengukur, Kusnadi mempercayakan kepada pihak perusahaan untuk mengukur,” ucap Wiktor.
Lahan 45,6 ha tersebut terbagi dalam 5 lokasi dengan luas berbeda. Sedangkan lahan Kusnadi yang dikuasakan dengan Drs Maruan S Uga seluas 14,2 ha dan 2,9 ha yang pernah Kusnadi terima ganti ruginya.
“Berbeda tempat dengan lahan yang belum dibayar sama sekali oleh pihak PT KMA seluas 26,4 ha dan 2,1 ha, karena jumlah keseluruhan luas lahan milik Kusnadi kurang lebih 45,6 ha, oleh sebab itu diminta secara tegas kepada perusahaan untuk segera memproses pembayaran ganti rugi untuk lahan seluas 28,5 ha,” terang Wiktor yang juga pernah menjabat Camat Seruyan Tengah.
Ia juga menyampaikan bahwa perusahaan telah mengabaikan prosedur pembebasan lahan yang harus dilakukan, seperti data lahan harus diverifikasi, identifikasi tanaman yang tumbuh di atas lahan, pengukuran lahan, pembayaran lahan, dan penggarapan lahan. Kelima hal itu justru diabaikan oleh pihak PT KMA.
Wiktor menambahakan, perdebatan selama ini hanya untuk mencari pembenaran, tapi tidak ditelusuri kebenarannya, sehingga akar pernasalahan tidak bisa diselesaikan. Setelah data didapatkan di lapangan, seharusx pihak perusahaan bersama tim desa yang bertugas, mendata lahan milik masyarakan yang masuk dalam HGU. Data tersebut diolah dan langsung diidentifikasi siapa pemilik lahan. Kemudian bersama tim desa mengukur lahan, dihadiri pemilik lahan dan saksi-saksi.
“Banyak permasalahan lahan di HGU, oleh sebab itu kami mohon kepada Bapak Bupati Kotim H Halikinnor segera menindak perusahaan nakal seperti ini yang berupaya menghilangkan hak masyarakat atau lahan sengketa dikembalikan saja kepada warga pemilik,” tutupnya.
Hingga berita ini dinaikkan, pihak perusahaan masih bungkam. Ketika coba dihubungi, belum ada jawaban dari perusahaan. Rencananya mediasi terkait sengketa lahan ini akan digelar oleh DAD Kotim pada Senin (7/11), dengan menghadirkan kedua belah pihak, Kusnadi dan PT KMA. (bah/ce/ala)
Perusahaan Dituding Menggarap Lahan tanpa Ganti Rugi
Mantan Kasek Laporkan PT KMA ke DAD
SAMPIT-Persoalan sengketa lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) seakan tak ada habisnya. Konflik kali ini terjadi antara seorang mantan kepala sekolah (kasek) di daerah Kecamatan Mentaya Hulu dengan PT Karya Makmur Abadi (KMA). Perusahan yang bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit ini dituding menggarap lahan warga tanpa adanya ganti rugi. Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Dewan Ada Dayak (DAD) Kotim untuk penyelesaian.
Kusnadi selaku pemilik lahan mengatakan lahan yang telah digarap secara brutal oleh pihak PT KMA tanpa adanya ganti rugi merupakan lahan yang sudah dikuasai keluarganya secara turun-temurun. Karena tidak ada lagi tempat untuk mengadu, ia pun melaporkan masalah itu ke lembaga adat setempat.
Ia menyebut, lahan seluas sekitar 26,6 hektare (ha) itu terletak di Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu. Pertemuan dengan perusahaan sudah dilakukan beberapa kali. Akan tetapi perusahaan tetap mengkalim bahwa lahan itu milik mereka dan sudah dibebaskan dengan pihak lain.
Sementara kuasa hukum Kusnadi, Wiktor T Nyarang menuturkan, pada tahun 2019 lalu pihaknya sempat dimediasi di lapangan sekaligus mengukur luas lahan. Namun dari total 26,6 hektare, hanya 8,1 hektare yang diukur pihak perusahaan untuk diganti rugi.
“Kami sangat keberatan dengan luasan tersebut karena sangat tidak sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan, sehingga lahan seluas 18,51 hektare hilang, tentu kami tidak mau terima hanya 8,1 hektare,” tegas Wiktor kepada Kalteng Pos, Rabu (2/11).
Kemudian pada April 2020, lanjut Wiktor, saat Kusnadi pindah tempat kerja, lahan tersebut digarap habis oleh perusahaan PT KMA. Tanaman buah-buahan, rotan, karet, dan lainnya yang ada pada lahan itu hilang tak berbekas setelah digarap pihak perusahaan menggunakan alat berat.
“Tanaman yang ada dalam lahan milik oleh Kusnadi ditimbun, digarap oleh pihak perusahaan, tanaman itu usianya 40 tahunan, seperti tengkawang, ulin, durian, cempedak, duku, manggis, mentawa, paken, rambutan, rotan, dan karet,” beber Wiktor yang juga pernah menjabat Kepala Bagian Ekonomi Pemerintah Kabupaten Seruyan.
Pihaknya marah besar saat melihat kebun yang dipenuhi tanaman telah berubah menjadi tanah lapang. Kemudian mereka bersurat ke manajemen PT KMA untuk menghentikan segala aktivitas di atas lahan tersebut sampai ada penyelesaian sengketa. Bahkan pihaknya juga berkonsultasi dan melapor ke Bupati Kotim kala itu, Supian Hadi. Bupati menegaskan kepada direksi PT KMA untuk segera menyelesaikan sengketa lahan ini. Namun kenyataanya hingga saat ini tidak ada penyelesaian sama sekali. Akhirnya pihaknya memutuskan untuk melapor ke DAD.
“Perlu diketahui ukuran maupun luasan lahan milik Kusnadi semuanya 45,6 hektare, pihak PT KMA yang melaksanakan pengukuran di lokasi menggunakan petugas GIS & Legal memakai GPS, artinya bukan Kusnadi selaku pemilik lahan yang mengukur, Kusnadi mempercayakan kepada pihak perusahaan untuk mengukur,” ucap Wiktor.
Lahan 45,6 ha tersebut terbagi dalam 5 lokasi dengan luas berbeda. Sedangkan lahan Kusnadi yang dikuasakan dengan Drs Maruan S Uga seluas 14,2 ha dan 2,9 ha yang pernah Kusnadi terima ganti ruginya.
“Berbeda tempat dengan lahan yang belum dibayar sama sekali oleh pihak PT KMA seluas 26,4 ha dan 2,1 ha, karena jumlah keseluruhan luas lahan milik Kusnadi kurang lebih 45,6 ha, oleh sebab itu diminta secara tegas kepada perusahaan untuk segera memproses pembayaran ganti rugi untuk lahan seluas 28,5 ha,” terang Wiktor yang juga pernah menjabat Camat Seruyan Tengah.
Ia juga menyampaikan bahwa perusahaan telah mengabaikan prosedur pembebasan lahan yang harus dilakukan, seperti data lahan harus diverifikasi, identifikasi tanaman yang tumbuh di atas lahan, pengukuran lahan, pembayaran lahan, dan penggarapan lahan. Kelima hal itu justru diabaikan oleh pihak PT KMA.
Wiktor menambahakan, perdebatan selama ini hanya untuk mencari pembenaran, tapi tidak ditelusuri kebenarannya, sehingga akar pernasalahan tidak bisa diselesaikan. Setelah data didapatkan di lapangan, seharusx pihak perusahaan bersama tim desa yang bertugas, mendata lahan milik masyarakan yang masuk dalam HGU. Data tersebut diolah dan langsung diidentifikasi siapa pemilik lahan. Kemudian bersama tim desa mengukur lahan, dihadiri pemilik lahan dan saksi-saksi.
“Banyak permasalahan lahan di HGU, oleh sebab itu kami mohon kepada Bapak Bupati Kotim H Halikinnor segera menindak perusahaan nakal seperti ini yang berupaya menghilangkan hak masyarakat atau lahan sengketa dikembalikan saja kepada warga pemilik,” tutupnya.
Hingga berita ini dinaikkan, pihak perusahaan masih bungkam. Ketika coba dihubungi, belum ada jawaban dari perusahaan. Rencananya mediasi terkait sengketa lahan ini akan digelar oleh DAD Kotim pada Senin (7/11), dengan menghadirkan kedua belah pihak, Kusnadi dan PT KMA. (bah/ce/ala)