PALANGKA RAYA–Meluapnya Sungai Kahayan menyebabkan hampir seluruh wilayah di 17 kelurahan tergenang banjir. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya langsung menaikkan status siaga banjir menjadi tanggap darurat banjir, Senin (2/12). Perihal itu disampaikan Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangka Raya Hendrikus Satria Budi.
“Kami telah melakukan mitigasi, hari ini pukul 15.00 WIB akan diadakan rapat untuk menetapkan secara resmi status tanggap darurat apabila seluruh SOP terpenuhi. Kondisi banjir makin parah sejak lima hari terakhir. Ketinggian air terus meningkat hingga menggenangi rumah-rumah warga,” ungkap Hendrikus, kemarin.
Bencana banjir kali ini berdampak pada aktivitas masyarakat. Di Kelurahan Marang, akses jalan terputus sehingga mobilitas masyarakat hanya dapat dilakukan menggunakan perahu. Wilayah lain seperti Pelatuk, Palangka, Mendawai, Langkai, dan Flamboyan juga digenangi air dengan ketinggian mencapai selutut hingga di atas lutut orang dewasa. Di Bereng Bengkel, akses jalan telah terputus selama berminggu-minggu, sehingga memaksa masyarakat menggunakan ferry untuk beraktivitas.
“Ketinggian air di tiap wilayah bervariasi, tetapi debit air rata-rata mencapai 80 cm, itu berdasarkan hasil pantauan kami,” tambah Hendrikus.
Pemko bersama instansi terkait, termasuk TNI-Polri, sedang bersinergi untuk memberikan bantuan dan mencari solusi terbaik. Kini BPBD sedang mempersiapkan tenda pengungsian di beberapa titik lokasi maupun posko kesehatan untuk membantu masyarakat terdampak. Namun, bantuan logistik belum tersedia hingga saat ini, karena masih menunggu pengesahan status tanggap darurat.
“Peningkatan status ini akan mempercepat koordinasi lintas instansi sehingga bantuan dapat segera disalurkan,” kata Hendrikus.
Saat ini pemerintah juga fokus pada perbaikan infrastruktur untuk memastikan mobilitas masyarakat tetap berjalan. Salah satu langkah darurat yang direncanakan adalah pembangunan titian sementara di area terdampak, agar masyarakat tetap bisa beraktivitas, seperti di Jalan Pelatuk.
“Warga berharap tetap bisa beraktivitas meski terjadi banjir. Karena itu kami upayakan solusi jangka pendek dengan membuat akses sementara. Untuk perbaikan permanen, direncanakan tahun 2025 nanti ada pembangunan jalan lingkungan di daerah rawan banjir,” jelasnya.
Selain infrastruktur, kebutuhan mendesak lain adalah penyediaan perahu untuk aktivitas masyarakat, terutama bagi para pelajar yang saat ini sedang menempuh ujian. Masyarakat mengharapkan adanya bantuan perahu untuk aktivasi masyarakat, terutama para pelajar. BPBD akan menyediakan perahu untuk membantu mobilitas ke sekolah, puskesmas, dan fasilitas umum lainnya.
“Fasilitas umum seperti sekolah dan puskesmas aman dari banjir, tetapi akses menuju lokasi terputus, sehingga masyarakat mengharapkana ada bantuan perahu,” ujarnya.
Dengan kolaborasi antarinstansi dan komitmen pemerintah, diharapkan masyarakat Palangka Raya yang terdampak banjir dapat segera mendapat bantuan yang dibutuhkan.
Sementara itu, berdasarkan data terbaru dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) per 1 Desember 2024, enam wilayah di Kalteng telah terdampak banjir. Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPB-PK) Kalimantan Tengah, Ahmad Toyib, melaporkan bahwa bencana banjir telah melanda sejumlah kabupaten/kota dengan berbagai tingkat dampak.
Ia menjelaskan, di wilayah Kota Palangka Raya tinggi air mencapai 61 cm di empat kecamatan, yakni Jekan Raya, Bukit Batu, Sebangau, dan Pahandut. Banjir merendam 17 kelurahan/desa, berdampak terhadap 15 kepala keluarga (KK), 142 bangunan rumah, dan 41 fasilitas umum.
Selanjutnya, di Kabupaten Pulang Pisau, wilayah terdampak adalah Kecamatan Jabiren Raya, dengan satu sarana pendidikan yang turut terdampak.
Bergeser ke Kabupaten Kotawaringin Timur, banjir dengan ketinggian air 50 cm merendam 2 kecamatan dan 2 kelurahan/desa, berdampak pada 148 KK, 6 fasilitas umum, dan 4 KK harus mengungsi.
Sementara itu, di Kabupaten Kotawaringin Barat, sebanyak 97 jiwa terdampak di 2 kecamatan dan 3 kelurahan/desa. Termasuk 2 rumah dan 3 fasilitas umum terkena imbasnya.
Lebih lanjut ia menyebut, banjir juga terjadi di Kabupaten Kapuas, melanda 1 kecamatan dan 2 kelurahan/desa, berdampak terhadap 291 jiwa, 6 bangunan rumah, serta 9 fasilitas umum.
“Kalau di Kabupaten Lamandau tinggi air mencapai 80 cm di 1 kecamatan dan 5 kelurahan/desa. Sebanyak 189 KK dengan total 757 jiwa terdampak, 8 jiwa di antaranya mengungsi. Banjir juga merusak 26 bangunan rumah dan 12 fasilitas umum,” bebernya.
Toyib menambahkan, jumlah total jiwa terdampak mencapai 1.145 orang. Selain itu, ada 176 bangunan terdampak banjir, yang tersebar di 6 kabupaten/kota yang telah disebutkan.
“Curah hujan yang berbeda-beda dapat memicu banjir di berbagai wilayah. Kami imbau BPBD kabupaten/kota untuk terus memantau daerah rawan banjir, serta menyiapkan peralatan evakuasi guna mengantisipasi potensi bencana,” tandasnya.
Di sisi lain, masyarakat diimbau untuk selalu siaga, terutama di daerah yang rawan banjir. Pemerintah daerah juga diharapkan meningkatkan koordinasi dengan BPBD setempat, untuk memastikan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat.
“Langkah-langkah pencegahan, seperti membersihkan saluran air dan membuat tanggul darurat, juga disarankan untuk mengurangi dampak lebih lanjut dari bencana ini,” katanya.
Sementara itu, banjir di Palangka Raya yang melanda kawasan Arut Bawah dan sekitarnya menjadi cobaan berat bagi warga setempat. Rumah-rumah terendam, akses jalan tertutup air, dan aktivitas warga lumpuh. Banyak yang memilih bertahan di rumah masing-masing, meski dalam kondisi minim bantuan dan sarana.
Siti, seorang warga yang bermukim di daerah itu, menceritakan kondisi memprihatinkan yang dialaminya selama bencana banjir. “Banjir ini sudah terjadi tiga kali, tetapi bantuan hanya datang sekali, itu pun berupa nasi bungkus. Kami tidak pernah menerima bantuan perahu karet, padahal akses untuk keluar sangat sulit,” ujarnya.
Dalam situasi darurat, warga yang terdampak banjir kesulitan mendapatkan bantuan ataupun keluar dari wilayah mereka. “Untuk mencapai rumah, saya harus berjalan kaki, karena akses begitu sulit. Dapur saya sudah terendam. Kami hanya bisa berharap air segera surut,” tambahnya.
Selain minimnya bantuan, warga juga mengeluhkan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak peka terhadap situasi. Pemeliharaan jalan di tengah banjir justru menyulitkan aktivitas warga.
“Pemeliharaan Jalan Sakan yang dilakukan saat banjir ini benar-benar mengganggu. Dengan kondisi air yang naik sejak beberapa hari lalu, pemeliharaan tetap dilakukan. Akibatnya, jarak tempuh makin sulit. Kami harus berjalan kaki untuk keluar,” katanya.
Ia juga menyesalkan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah. “Saya berharap agar pemeliharaan jalan dihentikan sementara. Buat apa pengecoran jalan dilakukan di lokasi yang masih terendam banjir? Harusnya pemerintah lebih memahami kondisi di lapangan,” tuturnya dengan nada kecewa.
Ketika ditanya soal pengungsian, warga mengaku enggan pindah ke posko pengungsian karena berbagai alasan. “Untuk mengungsi ke posko, banyak hal yang perlu kami pertimbangkan. Rumah keluarga pun tidak ada yang bisa kami tumpangi. Jadi, kami tetap bertahan di rumah masing-masing, meski kondisinya sangat sulit,” ungkapnya.
Siti dan warga lainnya berharap pemerintah dapat bertindak lebih cepat dan tepat sasaran. Bantuan yang merata, penyediaan akses darurat seperti perahu karet, dan penundaan kebijakan yang tidak mendesak menjadi prioritas yang sangat diharapkan.
“Pemerintah harus lebih mendengarkan suara warga. Kami butuh bantuan nyata, bukan sekadar janji,” pungkasnya. (mut/ovi/zia/ce/ala)