Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

KPP Pratama Palangka Raya Benarkan PT BANK Nunggak Pajak

PALANGKA RAYA-Polemik antara PT Bintang Artha Niaga Kusuma (BANK) dengan mantan karyawannya, Yanto Gunawan terus bergulir. Kubu Yanto melaporkan dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan minuman beralhokol tersebut. Menyikapi persoalan ini, pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palangka Raya angkat bicara.

Kepala KPP Pratama Palangka Raya Okto Syamsu Rizal membenarkan adanya tembusan laporan dari penasihat hukum (PH) Yanto terkait dugaan penggelapan pajak oleh PT BANK. Ia membenarkan bahwa PT BANK memiliki tunggakan pajak seperti yang dituduhkan PH Yanto.

“Terkait tunggakan pajak seperti yang dituduhkan oleh penasihat hukum Yanto dalam persidangan itu memang benar adanya, sebetulnya tunggakan pajak oleh perusahaan itu sudah terjadi sejak lama, sekitar tahun 2012 atau 2013, persisnya saya lupa, karena kasus itu sejak era dua ketua di atas saya,” beber Okto kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Jumat (3/3).

Ia mengaku tidak mengetahui pasti sejak kapan munculnya kasus ini. Okto menyebut bahwa tim pemeriksa dari KPP Pratama kala itu semuanya telah pindah tugas. Sementara ia memimpin KPP Pratama Palangka Raya pada 2019 lalu.

Okto menyebut dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang disinyalir berpotensi menunggak pajak, pihaknya telah memperhitungkan dari segi neraca keuangan dan catatan keuangan perusahaan bersangkutan, serta faktor-faktor lain yang dapat mengindikasikan kondisi keuangan perusahaan dan kesanggupan dalam membayar pajak.

Jika suatu perusahaan menunggak pembayaran pajak, KPP Pratama akan memanggil perusahaan bersangkutan untuk diberi teguran. Pihaknya juga membuka ruang konsultasi bagi perusahaan yang ingin menanyakan terkait penyebab dan kesanggupan perusahaan dalam membayar pajak.

Dalam kasus PT BANK, Okto mengatakan sejak awal pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap perusahaan, tapi perusahaan mengaku tidak sanggup membayar pajak karena kondisi keuangan yang sedang tidak sehat. Sudah beberapa kali KPP Pratama memanggil PT BANK dengan tujuan meminta laporan dan penjelasan mengenai alasan menunggak pembayaran pajak.

Baca Juga :  Maksimalkan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor

“Mereka (PT Bank, red) kooperatif, kalau kami panggil mereka mau datang, mereka juga menyampaikan alasan penunggakan, tapi tunggakan itu masih terus kami tagih,” ujarnya.

Okto menyebut, alasan penunggakan pajak oleh PT BANK karena kondisi keuangan perusahaan yang tidak mampu membayar pajak dengan nominal Rp14 miliar seperti yang dikatakan dalam persidangan.

“Setelah kami menerima laporan dari mereka, kami lakukan pemeriksaan ke perusahaan itu, memastikan apakah alasan itu sesuai, melalui pengecekan laporan keuangan dan pihak lain yang kami tanyakan, melalui analisis yang kami lakukan terhadap laporan keuangan, ternyata perusahaan memang tidak mampu membayar nominal itu,” bebernya.

Dikatakan Okto, pihaknya cukup kesulitan menagih pajak PT BANK, karena kondisi keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk membayar pajak dengan nominal sebesar itu. Meski demikian, penunggakan pajak oleh perusahaan masih terus ditagih. Pihak PT BANK memang telah berupaya membayar dengan melakukan pencicilan, tapi dengan nominal cicilan yang kecil.

“Kan prosesnya itu kami memanggil pihak perusahaan, menyediakan konsultasi bagi mereka, bahkan ada upaya kami untuk memblokir rekening perusahaan, tetapi nomor rekening itu masih sulit kami temukan dari pihak bank, kami juga sudah menyita beberapa aset perusahaan bersangkutan,” bebernya.

Ia menyebut sampai saat ini pihaknya masih terus memantau perusahaan dan mendorong mereka untuk membayar pajak. Tunggakan pajak oleh perusahaan ini termasuk yang paling besar se-Kalteng, sehingga sulit untuk dilakukan penagihan karena terbentur ketidakmampuan perusahaan untuk membayar.

“Kami tetap menuntut mereka untuk bayar, kami tagih terus, tapi mau bagaimana lagi, perusahaan sudah tidak punya aset, makanya kami kesulitan, tapi kami tetap akan terus melakukan penagihan,” ujarnya.

Berkaca dari persoalan ini, Okto mengimbau agar perusahaan-perusahaan di Kalteng tidak menunggak pembayaran pajak. Okto mengaku pihaknya siap membantu subjek pajak yang mengalami kesulitan ketika hendak membayar pajak.

“Kami siap jemput bola kalau ada instansi yang butuh bantuan untuk pembayaran pajak, karena sekali lagi, pajak ini memang tidak populer, tapi mau tidak mau kita harus kembali ke konstitusi bahwa semua wajib bayar pajak,” tandasnya.

Baca Juga :  Warga Terdampak Ablasi, Ini Saran Pemprov Kalteng

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan (P3) KPP Pratama Palangka Raya Sunarto menambahkan, dalam permasalahan ini, pihak yang bersalah bukanlah PT BANK, melainkan Usaha Dagang (UD) Bintang, nama perusahaan PT BANK sebelumnya ketika masih dikelola secara perseorangan, bukan secara perseroan seperti sekarang ini.

“Sebenarnya kasus ini urusannya bukan dengan PT BANK, kalau sama PT BANK utangnya enggak sampai segini, ini tidak ada kaitannya dengan PT BANK, kasus ini antara pihak PH Yanto dan Wiharta Agung selaku pengurus perusahaan ini saat masih bernama UD Bintang dengan status perusahaan berbentuk perseorangan, bukan badan usaha seperti sekarang ini,” bebernya.

Masalah ini bukan lagi melibatkan PT BANK atau perusahaan antar perseorangan, melainkan masalah personal antara Yanto dan Wiharta Agung, ketika perusahaan belum berbentuk perseroan terbatas seperti sekarang ini, melainkan masih berbentuk usaha dagang yang notabene dikelola secara perseorangan. Sunarto menjelaskan, UD Bintang didirikan di Sampit dan Palangka Raya. Cabang Sampit dipegang oleh Yanto Gunawan, sementara cabang Palangka Raya dipegang Wiharta Agung. Sementara pihak pemilik modal bernama Yosep Kuota.

“Waktu itu masih atas nama pribadi, bukan atas nama badan perusahaan, makanya saat itu diatasnamakan Wiharta Agung. Seiring berjalannya waktu, terjadi gugat-menggugat karena ada perjanjian fee sepuluh persen masing-masing mereka, tapi tidak pernah terpenuhi sampai perusahaan itu berubah menjadi PT BANK, akhirnya si Yanto menuntut, sementara si Wiharta Agung dan Yoseph Kuota sudah tidak ada lagi dalam kepengurusan PT BANK, karena perusahaan itu sudah berdiri sendiri. Kalau si Yanto mau nagih, harusnya ke Wiharta Agung selaku pihak pertama yang membuat perjanjian,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Polemik antara PT Bintang Artha Niaga Kusuma (BANK) dengan mantan karyawannya, Yanto Gunawan terus bergulir. Kubu Yanto melaporkan dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan minuman beralhokol tersebut. Menyikapi persoalan ini, pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palangka Raya angkat bicara.

Kepala KPP Pratama Palangka Raya Okto Syamsu Rizal membenarkan adanya tembusan laporan dari penasihat hukum (PH) Yanto terkait dugaan penggelapan pajak oleh PT BANK. Ia membenarkan bahwa PT BANK memiliki tunggakan pajak seperti yang dituduhkan PH Yanto.

“Terkait tunggakan pajak seperti yang dituduhkan oleh penasihat hukum Yanto dalam persidangan itu memang benar adanya, sebetulnya tunggakan pajak oleh perusahaan itu sudah terjadi sejak lama, sekitar tahun 2012 atau 2013, persisnya saya lupa, karena kasus itu sejak era dua ketua di atas saya,” beber Okto kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Jumat (3/3).

Ia mengaku tidak mengetahui pasti sejak kapan munculnya kasus ini. Okto menyebut bahwa tim pemeriksa dari KPP Pratama kala itu semuanya telah pindah tugas. Sementara ia memimpin KPP Pratama Palangka Raya pada 2019 lalu.

Okto menyebut dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang disinyalir berpotensi menunggak pajak, pihaknya telah memperhitungkan dari segi neraca keuangan dan catatan keuangan perusahaan bersangkutan, serta faktor-faktor lain yang dapat mengindikasikan kondisi keuangan perusahaan dan kesanggupan dalam membayar pajak.

Jika suatu perusahaan menunggak pembayaran pajak, KPP Pratama akan memanggil perusahaan bersangkutan untuk diberi teguran. Pihaknya juga membuka ruang konsultasi bagi perusahaan yang ingin menanyakan terkait penyebab dan kesanggupan perusahaan dalam membayar pajak.

Dalam kasus PT BANK, Okto mengatakan sejak awal pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap perusahaan, tapi perusahaan mengaku tidak sanggup membayar pajak karena kondisi keuangan yang sedang tidak sehat. Sudah beberapa kali KPP Pratama memanggil PT BANK dengan tujuan meminta laporan dan penjelasan mengenai alasan menunggak pembayaran pajak.

Baca Juga :  Maksimalkan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor

“Mereka (PT Bank, red) kooperatif, kalau kami panggil mereka mau datang, mereka juga menyampaikan alasan penunggakan, tapi tunggakan itu masih terus kami tagih,” ujarnya.

Okto menyebut, alasan penunggakan pajak oleh PT BANK karena kondisi keuangan perusahaan yang tidak mampu membayar pajak dengan nominal Rp14 miliar seperti yang dikatakan dalam persidangan.

“Setelah kami menerima laporan dari mereka, kami lakukan pemeriksaan ke perusahaan itu, memastikan apakah alasan itu sesuai, melalui pengecekan laporan keuangan dan pihak lain yang kami tanyakan, melalui analisis yang kami lakukan terhadap laporan keuangan, ternyata perusahaan memang tidak mampu membayar nominal itu,” bebernya.

Dikatakan Okto, pihaknya cukup kesulitan menagih pajak PT BANK, karena kondisi keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk membayar pajak dengan nominal sebesar itu. Meski demikian, penunggakan pajak oleh perusahaan masih terus ditagih. Pihak PT BANK memang telah berupaya membayar dengan melakukan pencicilan, tapi dengan nominal cicilan yang kecil.

“Kan prosesnya itu kami memanggil pihak perusahaan, menyediakan konsultasi bagi mereka, bahkan ada upaya kami untuk memblokir rekening perusahaan, tetapi nomor rekening itu masih sulit kami temukan dari pihak bank, kami juga sudah menyita beberapa aset perusahaan bersangkutan,” bebernya.

Ia menyebut sampai saat ini pihaknya masih terus memantau perusahaan dan mendorong mereka untuk membayar pajak. Tunggakan pajak oleh perusahaan ini termasuk yang paling besar se-Kalteng, sehingga sulit untuk dilakukan penagihan karena terbentur ketidakmampuan perusahaan untuk membayar.

“Kami tetap menuntut mereka untuk bayar, kami tagih terus, tapi mau bagaimana lagi, perusahaan sudah tidak punya aset, makanya kami kesulitan, tapi kami tetap akan terus melakukan penagihan,” ujarnya.

Berkaca dari persoalan ini, Okto mengimbau agar perusahaan-perusahaan di Kalteng tidak menunggak pembayaran pajak. Okto mengaku pihaknya siap membantu subjek pajak yang mengalami kesulitan ketika hendak membayar pajak.

“Kami siap jemput bola kalau ada instansi yang butuh bantuan untuk pembayaran pajak, karena sekali lagi, pajak ini memang tidak populer, tapi mau tidak mau kita harus kembali ke konstitusi bahwa semua wajib bayar pajak,” tandasnya.

Baca Juga :  Warga Terdampak Ablasi, Ini Saran Pemprov Kalteng

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan (P3) KPP Pratama Palangka Raya Sunarto menambahkan, dalam permasalahan ini, pihak yang bersalah bukanlah PT BANK, melainkan Usaha Dagang (UD) Bintang, nama perusahaan PT BANK sebelumnya ketika masih dikelola secara perseorangan, bukan secara perseroan seperti sekarang ini.

“Sebenarnya kasus ini urusannya bukan dengan PT BANK, kalau sama PT BANK utangnya enggak sampai segini, ini tidak ada kaitannya dengan PT BANK, kasus ini antara pihak PH Yanto dan Wiharta Agung selaku pengurus perusahaan ini saat masih bernama UD Bintang dengan status perusahaan berbentuk perseorangan, bukan badan usaha seperti sekarang ini,” bebernya.

Masalah ini bukan lagi melibatkan PT BANK atau perusahaan antar perseorangan, melainkan masalah personal antara Yanto dan Wiharta Agung, ketika perusahaan belum berbentuk perseroan terbatas seperti sekarang ini, melainkan masih berbentuk usaha dagang yang notabene dikelola secara perseorangan. Sunarto menjelaskan, UD Bintang didirikan di Sampit dan Palangka Raya. Cabang Sampit dipegang oleh Yanto Gunawan, sementara cabang Palangka Raya dipegang Wiharta Agung. Sementara pihak pemilik modal bernama Yosep Kuota.

“Waktu itu masih atas nama pribadi, bukan atas nama badan perusahaan, makanya saat itu diatasnamakan Wiharta Agung. Seiring berjalannya waktu, terjadi gugat-menggugat karena ada perjanjian fee sepuluh persen masing-masing mereka, tapi tidak pernah terpenuhi sampai perusahaan itu berubah menjadi PT BANK, akhirnya si Yanto menuntut, sementara si Wiharta Agung dan Yoseph Kuota sudah tidak ada lagi dalam kepengurusan PT BANK, karena perusahaan itu sudah berdiri sendiri. Kalau si Yanto mau nagih, harusnya ke Wiharta Agung selaku pihak pertama yang membuat perjanjian,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/