Sabtu, Desember 14, 2024
32 C
Palangkaraya

Penjualan Pertalite Dibatasi

SPBU Dilarang MelayaniPembelian dengan Jeriken

PALANGKA RAYA-Beberapa pekan terakhir, bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite cukup langka di wilayah Kalteng, khususnya Kota Palangka Raya. Tidak sedikit warga yang mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan bahan bakar penggerak kendaraan bermotor dan mobil tersebut. Usut punya usut, ternyata penjualan pertalite tengah dibatasi. Kondisi ini mengakibatkan antrean mengular di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Pembatasan penjualan BBM jenis pertalite ini berawal dari terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP). Per tanggal 10 Maret 2022, JBKP yang semula adalah premium (Gasoline RON 88), diubah menjadi pertalite (Gasoline RON 90). Kebijakan itu dibuat karena imbas kenaikan harga minyak mentah dunia.

“Untuk pertalite yang sebelumnya merupakan jenis BBM umum (JBU) dan tidak dibatasi kuota penyalurannya, kini diubah menjadi memiliki kuota penyaluran sebagaimana kuota JBKP,” ujar Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng Vent Christway kepada Kalteng Pos, Jumat (3/6).

Ia menyebut, sesuai Keputusan Kepala BPH Migas Nomor: 108/P3JBKP/BPH MIGAS/KOM/2021, kuota yang disetujui untuk wilayah Kalteng sebesar 131.900 kiloliter (kl).

Menyikapi fenomena antrean BBM di sejumlah SPBU yang terjadi beberapa pekan terakhir, lanjut Vent, salah satunya juga disebabkan adanya kebijakan kepada seluruh pihak penyalur, baik SPBU maupun APMS, untuk membatasi penjualan JBKP jenis pertalite.  Pembatasan tersebut bertujuan agar tetap dapat melayani masyarakat pada waktu menunggu pengiriman suplai pengisian dari depot BBM. Perihal ini sudah dikonfirmasi ESDM dengan pihak PT Pertamina Patra Niaga MOR VI.

“Selain kebijakan membatasi penjualan JBKP, Pertamina juga telah mengeluarkan kebijakan yang melarang SPBU/APMS melayani pengisian JBKP jenis pertalite menggunakan jeriken dan drum,” tegas Vent.

Larangan kepada SPBU melayani pengisian menggunakan jeriken atau drum, lanjut Vent, bertujuan untuk mencegah BBM diperjualbelikan oleh oknum pengecer. Dengan demikian, stok JBKP dipastikan tetap tersedia.

Baca Juga :  Komisi III Pelajari Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Baru

Pemerintah Provinsi Kalteng melalui Dinas ESDM berupaya untuk terus melakukan sosialisasi dan pemantauan penyaluran JBKP jenis pertalite kepada masyarakat, agar ketersediaan stok JBKP tetap terjaga sesuai kuota yang diberikan pemerintah.

“Kami (Dinas ESDM) juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna melakukan penindakan jika ditemukan pelanggaran dalam penyaluran JBKP jenis pertalite kepada masyarakat,” tegasnya. 

Di tengah situasi ini, pemerintah provinsi mengimbau masyarakat Kalteng untuk tetap tenang dalam menyikapi kelangkaan BBM jenis pertalite dan mematuhi seluruh ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah menjamin bahwa ketersediaan stok kuota JBKP jenis pertalite di tahun 2022 ini cukup sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tegas Vent.

Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk mulai beralih menggunakan jenis BBM umum (JBU) lainnya seperti pertamax (RON 92) dan pertamax turbo (RON 95), yang secara kualitas lebih baik untuk kendaraan, lebih irit, serta ramah lingkungan dibandingkan jenis BBM lainnya.

Dihubungi terpisah, Area Manager Communication and CSR Regional Kalimantan Susanto August Satria mengatakan, terhitung sejak 1 Mei 2022, pemerintah memutuskan pertalite sebagai JBKP atau BBM subsidi. Kondisi ini membuat banyak konsumen pengguna BBM nonsubsidi beralih ke BBM subsidi, karena memang ada disparitas harga antara pertalite dan pertamax.

Pertamina meminta kepada masyarakat mampu untuk membeli BBM sesuai dengan peruntukan, sehingga BBM subsidi lebih tepat sasaran. Pertamina juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan penimbunan pertalite untuk diniagakan. “Meniagakan BBM tanpa izin merupakan tindak pidana,” tegas Susanto di hadapan awak media, Kamis (2/6).

Susanto menyarakan masyarakat untuk sebisa mungkin menggunakan pertamax sebagai bahan bakar kendaraan, karena memiliki oktan tinggi, ramah lingkungan, dan ramah mesin. Oleh sebab itu, seiring dengan berubahnya pertalite menjadi JBKP, maka masyarakat diharapkan bijaksana menggunakan BBM bersubsidi itu. Sementara terkait penyaluran pertalite sendiri, Pertamina mengklaim masih dalam kondisi normal.

Baca Juga :  Kehabisan Avtur, Helikopter Mendarat Darurat

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia saat ini sedang merumuskan aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak bersubsidi jenis pertalite dan solar, agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, regulasi itu akan mengatur dua hal. Yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.

“Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis pertalite yang akan disempurnakan. Satu lagi yang lebih krusial yakni BBM jenis solar, karena solar masih disubsidi meski subsidi per liter, tapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar nonsubsidi,” ujarnya, Senin (30/5).

Saat ini solar bersubsidi dijual Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar nonsubsidi sudah mencapai hampir Rp13.000 per liter. Djoko mengungkapkan bahwa perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung, terkhusus gasoline. Dampaknya, harga pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter..

Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga pertalite, yang membuat selisih harga BBM jenis ini juga serupa antara solar dan bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli pertamax ke pertalite.

Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina makin berat, karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian. “Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru itu,” kata Djoko. (nue/ce/ala/ko)

SPBU Dilarang MelayaniPembelian dengan Jeriken

PALANGKA RAYA-Beberapa pekan terakhir, bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite cukup langka di wilayah Kalteng, khususnya Kota Palangka Raya. Tidak sedikit warga yang mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan bahan bakar penggerak kendaraan bermotor dan mobil tersebut. Usut punya usut, ternyata penjualan pertalite tengah dibatasi. Kondisi ini mengakibatkan antrean mengular di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Pembatasan penjualan BBM jenis pertalite ini berawal dari terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP). Per tanggal 10 Maret 2022, JBKP yang semula adalah premium (Gasoline RON 88), diubah menjadi pertalite (Gasoline RON 90). Kebijakan itu dibuat karena imbas kenaikan harga minyak mentah dunia.

“Untuk pertalite yang sebelumnya merupakan jenis BBM umum (JBU) dan tidak dibatasi kuota penyalurannya, kini diubah menjadi memiliki kuota penyaluran sebagaimana kuota JBKP,” ujar Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng Vent Christway kepada Kalteng Pos, Jumat (3/6).

Ia menyebut, sesuai Keputusan Kepala BPH Migas Nomor: 108/P3JBKP/BPH MIGAS/KOM/2021, kuota yang disetujui untuk wilayah Kalteng sebesar 131.900 kiloliter (kl).

Menyikapi fenomena antrean BBM di sejumlah SPBU yang terjadi beberapa pekan terakhir, lanjut Vent, salah satunya juga disebabkan adanya kebijakan kepada seluruh pihak penyalur, baik SPBU maupun APMS, untuk membatasi penjualan JBKP jenis pertalite.  Pembatasan tersebut bertujuan agar tetap dapat melayani masyarakat pada waktu menunggu pengiriman suplai pengisian dari depot BBM. Perihal ini sudah dikonfirmasi ESDM dengan pihak PT Pertamina Patra Niaga MOR VI.

“Selain kebijakan membatasi penjualan JBKP, Pertamina juga telah mengeluarkan kebijakan yang melarang SPBU/APMS melayani pengisian JBKP jenis pertalite menggunakan jeriken dan drum,” tegas Vent.

Larangan kepada SPBU melayani pengisian menggunakan jeriken atau drum, lanjut Vent, bertujuan untuk mencegah BBM diperjualbelikan oleh oknum pengecer. Dengan demikian, stok JBKP dipastikan tetap tersedia.

Baca Juga :  Komisi III Pelajari Pengembangan Sektor Pariwisata di Kota Baru

Pemerintah Provinsi Kalteng melalui Dinas ESDM berupaya untuk terus melakukan sosialisasi dan pemantauan penyaluran JBKP jenis pertalite kepada masyarakat, agar ketersediaan stok JBKP tetap terjaga sesuai kuota yang diberikan pemerintah.

“Kami (Dinas ESDM) juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna melakukan penindakan jika ditemukan pelanggaran dalam penyaluran JBKP jenis pertalite kepada masyarakat,” tegasnya. 

Di tengah situasi ini, pemerintah provinsi mengimbau masyarakat Kalteng untuk tetap tenang dalam menyikapi kelangkaan BBM jenis pertalite dan mematuhi seluruh ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah menjamin bahwa ketersediaan stok kuota JBKP jenis pertalite di tahun 2022 ini cukup sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tegas Vent.

Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk mulai beralih menggunakan jenis BBM umum (JBU) lainnya seperti pertamax (RON 92) dan pertamax turbo (RON 95), yang secara kualitas lebih baik untuk kendaraan, lebih irit, serta ramah lingkungan dibandingkan jenis BBM lainnya.

Dihubungi terpisah, Area Manager Communication and CSR Regional Kalimantan Susanto August Satria mengatakan, terhitung sejak 1 Mei 2022, pemerintah memutuskan pertalite sebagai JBKP atau BBM subsidi. Kondisi ini membuat banyak konsumen pengguna BBM nonsubsidi beralih ke BBM subsidi, karena memang ada disparitas harga antara pertalite dan pertamax.

Pertamina meminta kepada masyarakat mampu untuk membeli BBM sesuai dengan peruntukan, sehingga BBM subsidi lebih tepat sasaran. Pertamina juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan penimbunan pertalite untuk diniagakan. “Meniagakan BBM tanpa izin merupakan tindak pidana,” tegas Susanto di hadapan awak media, Kamis (2/6).

Susanto menyarakan masyarakat untuk sebisa mungkin menggunakan pertamax sebagai bahan bakar kendaraan, karena memiliki oktan tinggi, ramah lingkungan, dan ramah mesin. Oleh sebab itu, seiring dengan berubahnya pertalite menjadi JBKP, maka masyarakat diharapkan bijaksana menggunakan BBM bersubsidi itu. Sementara terkait penyaluran pertalite sendiri, Pertamina mengklaim masih dalam kondisi normal.

Baca Juga :  Kehabisan Avtur, Helikopter Mendarat Darurat

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia saat ini sedang merumuskan aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak bersubsidi jenis pertalite dan solar, agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, regulasi itu akan mengatur dua hal. Yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.

“Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis pertalite yang akan disempurnakan. Satu lagi yang lebih krusial yakni BBM jenis solar, karena solar masih disubsidi meski subsidi per liter, tapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar nonsubsidi,” ujarnya, Senin (30/5).

Saat ini solar bersubsidi dijual Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar nonsubsidi sudah mencapai hampir Rp13.000 per liter. Djoko mengungkapkan bahwa perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung, terkhusus gasoline. Dampaknya, harga pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter..

Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga pertalite, yang membuat selisih harga BBM jenis ini juga serupa antara solar dan bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli pertamax ke pertalite.

Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina makin berat, karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian. “Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru itu,” kata Djoko. (nue/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/