PALANGKA RAYA-Lembaga pendidikan tertinggi di Bumi Tambun Bungai tengah jadi sorotan. Masuknya Kalteng di peringkat ketiga daerah dengan penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) menjadi tamparan keras bagi Dinas Pendikan (Disdik) Kalteng maupun kabupaten/kota. Angka yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI ini menjadi bukti lemahnya pengawasan disdik terhadap pengelolaan dana BOS oleh sekolah di semua jenjang pendidikan.
Data yang dirilis KPK mengenai besarnya penyalahgunaan dana BOS di Kalteng ini menjadi sorotan banyak pihak, terutama para pelaku pendidikan di Bumi Tambun Bungai. Sejumlah praktisi pendidikan menyoroti permasalahan ini. Tanggapan datang dari Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kalteng, Aprianto Liun Ladju. Akademisi yang juga praktisi pendidikan ini menyoroti kendala pengelolaan dan pengawasan penyaluran dana BOS di Kalteng saat ini.
“Kenapa Kalteng bisa masuk tiga besar dalam penyelewengan dana BOS, ini perlu menjadi evaluasi bersama, khususnya bagi pihak-pihak yang bergerak pada dunia pendidikan di Kalteng,” kata Aprianto kepada wartawan di Gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Palangka Raya (UPR), Kamis (6/6).
Menurut Aprianto, pengawasan yang lebih intens perlu dilakukan oleh pihak disdik itu sendiri. Pengawasan perlu dilakukan oleh pengawas sekolah dan Inspektorat daerah. Dana BOS harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Sayangnya, dosen program studi sarjana Manajemen Pendidikan UPR itu menyebut, pengawasan dan pengelolaan dana BOS di internal sekolah tidak berjalan maksimal karena kurangnya tenaga administrasi. Beban berat dipikul oleh kepala sekolah dalam hal pengelolaan dana BOS.
“Dalam dunia pendidikan Kalteng, kepala sekolah merangkap kerja, dia memimpin sekolah, mengajar, mengurus administrasi, juga yang bikin pelaporan dana BOS, ini harus jadi evaluasi, itu terjadi karena kurangnya tenaga administrasi,” jelas pria yang merupakan dosen UPR sejak 2021.
Maka dari itu, perlu ada tenaga pegawai administrasi yang didistribusikan secara merata ke seluruh sekolah di Kalteng. Hal itu penting untuk mencegah penyalahgunaan dana BOS. Menurut Aprianto, sudah seyogianya tugas guru hanya mengajar. Tidak perlu dibebankan dengan tugas-tugas administratif di sekolah.
“Jangan lagi disibukkan dengan dana BOS, urusan administrasi. Di Kalteng, kami melihat tenaga tata usaha hampir tidak ada, semua tugas ketatausahaan itu dirangkap oleh guru-guru, ini menjadi permasalahan klasik, penyelesaian dana BOS ini harus diselesaikan secara komprehensif,” ujar pria yang menjabat Koordinator Program Studi Manajemen Pendidikan UPR itu.
Dana BOS menjadi seksi untuk diselewengkan karena rutin dikucurkan ke sekolah. Menurutnya, pengawasan dana BOS belum dilakukan secara ketat.
“Pengawasannya belum dilakukan secara ketat, pembinaan kepegawaian untuk mengelola dana ini juga kurang. Kenapa pengawasannya jadi kurang? Mungkin karena dana ini rutin dikucurkan, sehingga pihak sekolah terlena, lalu tidak melakukan pengawasan secara berjenjang,” ujarnya.
Selain kurangnya tenaga administrasi yang khusus menjalankan tugas pengelolaan dana BOS, di sisi lain SDM yang ada saat ini untuk mengelola dana tersebut juga kurang memahami fungsi dan pertanggungjawaban dana BOS. Ditambah lagi, pengawasan atas penyaluran dana BOS dari sekolah juga kurang ketat, sehingga menjadi rawan diselewengkan.
“Semoga KPK dan aparat terkait lainnya bisa terlebih dahulu melakukan pembinaan kepada pihak sekolah, agar penyelewengan dana BOS tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tuturnya.
Menurut pria yang pernah menjabat Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Murung Raya periode 2019-2021 itu, penyelewengan dana BOS bisa terjadi karena ketidaktahuan pihak pengelola.
“Seperti validitas data, pelaporan yang tidak sinkron, dan penggunaan yang tidak tepat sasaran, bisa saja ada indikasi penyelewengan, padahal SOP pengguna dana BOS ini sudah ada, karena itu perlu dikontrol ketat oleh pihak pimpinan, baik dari sekolah maupun dinas pendidikan,” jelasnya.
Menurutnya, persoalan ini menjadi problem banyak pihak yang bergerak di dunia pendidikan Kalteng. Masalah ini bisa datang dari pihak sekolah, entah kepala sekolah, pihak terkait di lingkungan sekolah, bahkan dinas pendidikan.
“Artinya, dengan kasus ini membuka mata kita untuk mengevaluasi dunia pendidikan, kami dari perguruan tinggi membuka diri untuk melakukan penguatan dan pembinaan kepada pihak sekolah sehingga mampu mengelola dana dengan baik, dunia pendidikan kita perlu berbenah,” tuturnya.
Menyikapi rapor merah pendidikan Kalteng ini, Aprianto meminta agar dinas pendidikan segera melaksanakan rapat koordinasi untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh, lalu menginventarisasi berbagai persoalan yang menyebabkan masalah seperti itu bisa terjadi.
“Harus dilakukan evaluasi secara komprehensif. Perlunya penyediaan tenaga administrasi pendidikan yang merata di semua tingkatan pendidikan. Jangan sampai kepala sekolah dan guru merangkap menjadi tenaga administrasi,” tegasnya.
Dosen Muda Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPR, Stefani Ratu Lestariningtyas menambahkan, pengelolaan, penyaluran, dan pengawasan dana BOS di Kalteng terlalu rawan karena wilayah Disdik Kalteng yang luas, sehingga selalu ada celah untuk korupsi.
“Dibandingkan wilayah lain Kalimantan, Kalteng terlalu luas, akses transportasi dan sarpras sekolah kurang memadai, jadi bisa menjadi alasan mengapa ada dana yang bocor dari BOS. Penyelewengan bisa dari para penyalur dan penerima. Antara rancangan anggaran belanja (RAB) dan proses penggunaan jadi berbeda,” ujar Stefani saat dihubungi Kalteng Pos, Kamis (6/6).
Menurutnya, penyelewengan dana BOS bisa terjadi ke arah penyerapan hal-hal lain yang tidak tepat sasaran. “Mungkin sedikit sulit bagi disdik mengawasi karena kekurangan personel dan koordinasi dari Kemendikbud,” ujarnya.
Seperti diketahui, KPK baru saja merilis data potensi penyelewengan dalam penggunaan dana BOS beberapa daerah di Indonesia. Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang dirilis lembaga anti rasuah itu pada 30 Mei 2024 lalu, menempatkan Kalteng sebagai salah satu dari tiga provinsi yang membukukan angka penyalahgunaan dana BOS tertinggi, bersama Papua dan Sumatera Utara.
Dalam data tersebut, KPK menyatakan penggunaan dana BOS di Kalteng tidak sesuai dengan peruntukan. Lebih dari 8 persen penggunaan dana BOS terjaring kasus pemerasan, potongan, dan pungutan. Nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa mencapai 20,52 persen. Sedangkan penggelembungan biaya penggunaan dana mencapai angka 30,83 persen.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalteng Kuwu Senilawati mengaku prihatin usai mengetahui data yang dirilis KPK tersebut. Ia merasa sedih dengan kondisi dunia pendidikan di Kalteng. Kuwu menilai, masuknya Kalteng dalam tiga teratas provinsi dengan penyalahgunaan dana BOS, menjadi pukulan keras bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi proses penyaluran dana BOS selama ini.
“Penyalahgunaan dana BOS dapat menghambat terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Penyelewengan dana BOS akan berdampak negatif pada ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak di Kalteng,” kata Kuwu Senilawati kepada media.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, penyelewengan dana BOS masih sangat mungkin terjadi, mengingat dana BOS dikelola langsung oleh kepala sekolah. “Kita patut mengecam, karena dana BOS ini sangat penting untuk menunjang pendidikan, kalau sampai dikorupsi, bagaimana dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah,” tuturnya. (tim/ce/ala)