Pemusnahan Barbuk Sabu tanpa Saksi dari Pengadilan
PALANGKA RAYA–Kasus narkoba yang menjerat “ratu sabu” Siti Komariah alias Kokom kembali bergulir di pengadilan. Sidang kali ini dengan agenda mendengar keterangan saksi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Ketiga saksi merupakan anggota Polri dari Ditresnarkoba Polda Kalteng. Sidang digelar di Ruang Tirta Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Senin (5/8/2024).
Ketiga saksi tersebut adalah Syarifudin, Latifah Nur, dan Diki Prasetyo. Ketiganya merupakan anggota kepolisian yang terlibat dalam penangkapan terhadap Kokom.
Dalam keterangan, ketiga saksi menerangkan kronologi penangkapan terhadap terdakwa yang dilakukan oleh tim Ditresnarkoba Polda Kalteng di Wisma Tulip, Jalan Menteng IV, Palangka Raya, Selasa (16/4/2024).
Di hadapan ketua majelis hakim Benyamin, saksi Syarifudin menerangkan bahwa penangkapan terhadap Kokom dilakukan tim Ditresnarkoba Polda yang beranggotakan 10 orang, di bawah pimpinan Kasubdit Narkoba Kompol Wahyu. Kokom ditangkap di dalam kamar nomor 22 Wisma Tulip. “Dia lagi ngapain di situ,” tanya hakim kepada saksi.
“Lagi ngantar narkotik jenis sabu-sabu, Yang Mulia,” ucap saksi.
Dari keterangan saksi diketahui bahwa proses penangkapan Kokom juga melibatkan petugas kepolisian yang menyamar sebagai pembeli. Kokom seorang diri dalam kamar itu saat penangkapan.
Ketika dilakukan penggeledahan, polisi menemukan satu paket sabu-sabu seberat hampir 100 gram, yang diletakkan terdakwa di tempat tidur.
“Ditaruh di atas kasur, paket sabu disimpan di dalam plastik klip warna putih, beratnya kurang lebih 98,4 gram, Yang Mulia,” kata saksi ketika ditanya jumlah sabu-sabu yang ditemukan polisi.
“Bentuk cair atau apa,” tanya ketua majelis lebih lanjut.
“Kristal,” jawab saksi.
Berdasarkan keterangan saksi, paket sabu-sabu yang dibawa Kokom itu senilai Rp80 juta. Selain menemukan barang bukti paket sabu, polisi juga menyita barang bukti berupa satu unit ponsel merek Iphone 15 Promax warna silver.
Diterangkan para saksi, hasil pemeriksaan terhadap Kokom usai ditangkap, termasuk hasil pemeriksaan terhadap data komunikasi dalam ponsel terdakwa, diketahui paket sabu-sabu tersebut diperoleh dari seseorang bernama Koh Hamsu.
Syarifudin menjelaskan, awalnya Kokom berhubungan dengan seseorang yang sering dipanggil Acil. Namun karena si Acil tidak memiliki barang yang diinginkan, terdakwa diarahkan untuk menghubungi Koh Hamsu.
“Barang itu didapat dari Koh Hamsu, sesudah dia dapat barang itu (paket sabu), barulah dia datang ke wisma,” terang saksi Diki menambahkan keterangan rekannya, Syarifuddin.
Saat ditanya lebih lanjut oleh anggota majelis hakim Yudi Eka Putra, terungkap fakta bahwa awalnya Kokom bukanlah target penangkapan polisi. Yang menjadi sasaran polisi adalah bandar yang biasa dipanggil Acil. “Sasarannya si Acil,” terang saksi Dili.
“Sasarannya si Acil, jadi sempat komunikasi,” tanya hakim Yudi kepada saksi Diki. Diki mengatakan bahwa si Acil memang sempat berada dalam kamar yang ditempati Kokom. Namun Acil berhasil kabur dari penangkapan tim Ditresnarkoba Polda Kalteng.
Mendengar jawaban saksi, hakim lantas menanyakan alasan polisi tidak langsung melakukan penangkapan terhadap Acil yang saat itu datang bersama Kokom. Terlebih saksi kepolisian sudah mengakui bahwa Acil merupakan sasaran utama dari operasi under cover buy itu.
“Kan yang beli (polisi) nih, komunikasi awal belinya dengan si Acil, (tetapi) kenapa waktu Acil ngantar dia, enggak langsung ditangkap?” tanya hakim Yudi kepada saksi Diki sambil sempat menunjukan ke arah Kokom.
“Karena Acil enggak punya barang, dia hanya menyalurkan barangnya Koh Hamsu yang dibawa oleh tersangka ini, Yang Mulia,” jawab saksi.
“Kenapa si Acil ini bisa enggak ketangkap?” tanya hakim Yudi lagi.
“Siap,” jawab saksi Diki, lalu menyebut bahwa keberadaan Acil masih diselidiki hingga saat ini.
Majelis hakim sempat mempertanyakan saksi dan JPU terkait barang bukti sabu-sabu dalam perkara ini. Pasalnya, terdakwa Kokom didakwa dengan dakwaan utama memiliki dan mengedarkan narkotik golongan satu jenis sabu-sabu seberat 100 gram.
Perempuan yang diketahui hanya sempat mengenyam pendidikan SD ini dituduh telah melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait peredaran dan kepemilikan narkotik golongan satu jenis bukan tanaman dengan berat lebih dari 5 gram. Namun untuk kepentingan pembuktian persidangan perkara ini, pihak penyidik kepolisian dan jaksa hanya mengajukan barang bukti seberat 1,68 gram.
“Seharusnya barang bukti perkara pasal 114 ayat 2 minimal 5 gram,” kata hakim kepada saksi dan penuntut umum.
Hakim bertanya terkait keberadaan sisa barang bukti perkara ini. “Barangnya di mana sekarang?” tanya hakim Benyamin kepada saksi Syarifudin.
“Sudah dimusnahkan, Yang Mulia,” jawab saksi.
“Yang dibawa ke (persidangan) ini berapa, siapa yang beri perintah untuk memusnahkan,” tanya hakim lagi.
Belum sempat saksi Syarifudin menjawab, hakim Benyamin kemudian mengalihkan pertanyaan itu kepada jaksa Wagiman. “Penuntut umum, barangnya ke mana semua?” tanya ketua majelis.
Jaksa penuntut menjelaskan, barang bukti perkara tersebut sebagian besar sudah dimusnahkan. Hanya disisakan 1,44 gram untuk digunakan sebagai alat pembuktian dalam persidangan.
“Untuk kepentingan laboratorium 0,3 gram, untuk kepentingan pembuktian 1,44 gram, dan kepentingan pemusnahan barang bukti 96,67 gram, Majelis Hakim,” tutur Wagiman.
Dari pertanyaan majelis hakim itu, terkesan pihak pengadilan tidak mengetahui bahwa barang bukti perkara itu telah dimusnahkan. “Kapan dimusnahkan barang itu?” tanya ketua majelis hakim.
“Dimusnahkan di Polda Kalteng tanggal 24 April 2024, Yang Mulia,” jawab Wagiman.
Dengan demikian, pemusnahan barang bukti sabu-sabu itu dilakukan sekitar 8 hari setelah penangkapan Kokom pada tanggal 16 April 2024.
Ketika ditanya majelis hakim siapa saja pihak yang menyaksikan pemusnahan barang bukti tersebut, Wagiman menyebut disaksikan oleh anggota Granat, BNN, kejaksaan tinggi, dan perwakilan BPOM.
“Dari pengadilan ada (perwakilan) enggak?” tanya hakim.
“Mohon izin, dari pengadilan di sini tidak ada, Yang Mulia,” jawab Wagiman.
“Kalau seperti itu, bagaimana dipertimbangkan dalam persidangan,” kata hakim dengan nada bertanya.
Wagiman pun menjelaskan, sebelum proses pemusnahan barang bukti itu, ia selaku perwakilan kejati yang hadir saat itu sudah menyampaikan kepada pihak polda perihal keharusan adanya perwakilan pengadilan yang ikut menyaksikan. Namun jawaban yang didapatkan dari pihak Diresnarkoba Polda saat itu bahwa perihal siapa saja yang diundang dalam acara pemusnahan barang bukti itu sudah ditentukan sesuai SOP.
“Saat itu Pak Dirnarkoba bilang; ‘Sesuai SOP memang sudah seperti ini, Pak Wagiman,’” ucap jaksa senior itu menirukan jawaban dari pihak Polda Kalteng.
Mendengar keterangan dari penuntut umum, majelis hakim mengatakan bahwa tindakan pemusnahan tanpa saksi dari pihak pengadilan bisa berpengaruh terhadap hasil sidang perkara. Terlebih lagi pemusnahan barang bukti itu dilakukan sebelum proses persidangan dimulai.
“Saksi ini bilang barang buktinya sekitar 100 gram, sementara (barang bukti) itu dimusnahkan sendiri tanpa ada saksi dari pengadilan, jadi bagaimana hakim bisa percaya terdakwa (Kokom) melakukan ini,” kata hakim Benyamin sambil menunjuk secara bergantian kepada para saksi dan Kokom yang duduk di sebelah penasihat hukumnya, Ifik Harianto SH.
Hakim menegaskan, sesuai ketentuan tiap ada proses atau kegiatan pemusnahan barang bukti kejahatan, seluruh pihak terkait dalam penanganan perkara pidana bersangkutan dilibatkan untuk menyaksikan.
“Pengadilan ini harus tahu dan menyaksikan, kalau perlu pihak penasihat hukum juga ikut, karena mereka itu di bawah kewenangan Kemenkumham,” kata hakim kepada jaksa Wagiman.
Kemudian hakim meminta pihak kejaksaan untuk membantu menyampaikan masalah tersebut ke Ditresnarkoba Polda Kalteng. “Siap, nanti saya sampaikan ke Pak Dirnarkoba, Yang Mulia” ucap Wagiman.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terhadap terdakwa yang akan digelar awal pekan depan atau Senin (12/8/2024). (sja/ce/ala)