Minggu, Oktober 6, 2024
29.3 C
Palangkaraya

Gerobak Tetap Dipertahankan, Berharap Mukjizat agar Bisa Melihat Lagi

Palangka Raya – Memiliki kondisi fisik normal merupakan kebanggaan bagi tiap orang. Tidak terkecuali Bahak B Bantong. Namun, kini justru jadi impiannya. Dahulu ia sangat agresif mengumpulkan barang bekas. Profesinya memang sebagai pemulung. Namun apa dayanya lagi saat ini. Kedua bola matanya yang dahulu normal, sudah tak bisa lagi membantunya melihat dunia.

DENGAN wajah semringah, Bahak B Bantong  membalas sapaan Kalteng Pos saat menyambangi kediamannya di Jalan Badak, Palangka Raya, Rabu (7/4). Ia segera beranjak dari pembaringan. Gerakannya sangat hati-hati.

Selain karena usianya yang sudah 67 tahun, kondisi tubuhnya juga tengah sakit-sakitan. Diperparah lagi dengan penglihatannya yang sudah tidak berfungsi normal. Gangguan pendengaran melengkapi derita yang dialaminya.

“Mari, silakan duduk. Maaf pengelihatan saya tidak jelas, gelap, tidak bisa mengenali siapa saja yang datang,” katanya penuh ramah sembari mengambil posisi duduk.

Bangunan kayu seluas 3 x 5 meter itu menjadi tempat tinggalnya bersama sang istri bernama Duri. Ruang tamu sekaligus menjadi ruang tidur. Meski demikian, kedua insan yang telah puluhan tahun mengikat janji suci perkawinan itu tetap tampak bahagia dengan apa yang ada. Sesekali keduanya melemparkan senyuman ke penulis. Meski hidup seadanya, tapi keduanya seakan tak ingin penderitaan yang dihadapi diketahui orang lain.

Duduk di lantai beralaskan kayu dengan posisi kaki direntangkan, Bahak mendampingi Duri yang sedang makan. Hanya nasi putih. Tanpa lauk dan sayur.

“Saya baru saja habis makan, lagi santai saja, memang tidak ada kerjaan selain makan dan tidur, karena mata saya buta hampir dua tahun berjalan,” terangnya.

Baca Juga :  Gubernur Ingatkan Pentingnya Prokes dan Percepatan Vaksinasi

Bapak beranak tujuh tersebut pun bernostalgia tentang kondisinya dahulu yang begitu gagah dan semangat melaksanakan aktivitas bersama sang istri, kendati harus menarik gerobak dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain demi mengais rezeki.

“Kalau dulu pagi-pagi benar sudah berangkat dan pulangnya malam, itu tidak masalah, karena ada semangat untuk membina rumah tangga kendati dalam usia senja,” ungkap pria berambut putih dengan pandangan yang sangat kosong.

Hatinya sangat teriris. Saat tangan dan kakinya masih kuat untuk bekerja dan melangkah, tetapi penglihatannya tak normal lagi. Apalagi usianya makin senja. Ingin berlari menggapai mimpi yang tertunda.

“Saya merenungkan, meski kaki dan tangan saya masih terasa kuat, tetapi mata saya tak berdaya lagi, saya sadari itu, hampir dua tahun ini hanya bisa duduk dan tidur saja,” ungkanya sembari mengusap air mata yang menetesi pipinya.

Meski demikian, semua itu bisa dilaluinya berkat ketegaran hati sang istri yang dengan sabar dan tabah melayaninya setiap hari. Cobaan hidup yang dialami keduanya di usia senja selalu menyadarkan mereka untuk selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

“Kami juga tak ingin merepotkan anak-anak, karena kami tahu mereka juga punya kesusahan. Memang ada juga yang bantu, tapi tidak rutin. Terkadang kami juga stres. Beberapa ternak terpaksa harus dijual agar bisa mencukupi kebutuhan. Dan sekarang sudah tidak ada apa-apa lagi yang tersisa,” keluhnya.

Baca Juga :  Agustiar Sabran: Rawat Kerukunan dan Jaga Keharmonisan di Tanah Dayak

Pernah sang istri menyarankannya untuk menjual gerobak andalan agar bisa membeli beras dan memenuhi kebutuhan lainnya. Namun Bahak B Bantong tak mengizinkan, karena itu merupakan satu-satunya barang berharga yang ia punyai.

“Saya terus berdoa dan berharap ada mukjizat agar mata saya bisa melihat kembali, lalu saya dapat menggunakan gerobak itu lagi untuk mengais rezeki demi memenuhi kebutuhan hidup. Gorobak inilah yang selalu setia menemani saya ke mana saya pergi selama masih sehat dulu,” tuturnya.

Tanpa ragu keduanya menyampaikan keluh kesah soal kondisi rumah yang serbaterbatas. Rumah sederhana yang dibangun dari hasil keringat sendiri dengan perabotan seadanya itu menjadi hal yang selalu disyukuri.

Keduanya mengaku bahwa beberapa kali ada bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah dan swasta. Namun keduanya belum pernah merasakan bantuan rutin dari pemerintah melalui dinas sosial sebagaimana yang diterima masyarakat selama ini.

Terpisah, ketika dikonfirmasi Kalteng Pos, Plt Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalteng dr Rian Tangkudung menyebut bahwa warga tidak mampu yang telah memiliki KTP seharusnya sudah ter-cover oleh pemko melalui dinas kesehatan maupun dinas sosial.

“Saya coba koordinasi dahulu dengan staf terkait data bapak ini, apakah sudah terdata atau belum. Jika belum, maka kami akan mengambil langkah ke depannya,” ucapnya. (*/ce/ala/ko)

Palangka Raya – Memiliki kondisi fisik normal merupakan kebanggaan bagi tiap orang. Tidak terkecuali Bahak B Bantong. Namun, kini justru jadi impiannya. Dahulu ia sangat agresif mengumpulkan barang bekas. Profesinya memang sebagai pemulung. Namun apa dayanya lagi saat ini. Kedua bola matanya yang dahulu normal, sudah tak bisa lagi membantunya melihat dunia.

DENGAN wajah semringah, Bahak B Bantong  membalas sapaan Kalteng Pos saat menyambangi kediamannya di Jalan Badak, Palangka Raya, Rabu (7/4). Ia segera beranjak dari pembaringan. Gerakannya sangat hati-hati.

Selain karena usianya yang sudah 67 tahun, kondisi tubuhnya juga tengah sakit-sakitan. Diperparah lagi dengan penglihatannya yang sudah tidak berfungsi normal. Gangguan pendengaran melengkapi derita yang dialaminya.

“Mari, silakan duduk. Maaf pengelihatan saya tidak jelas, gelap, tidak bisa mengenali siapa saja yang datang,” katanya penuh ramah sembari mengambil posisi duduk.

Bangunan kayu seluas 3 x 5 meter itu menjadi tempat tinggalnya bersama sang istri bernama Duri. Ruang tamu sekaligus menjadi ruang tidur. Meski demikian, kedua insan yang telah puluhan tahun mengikat janji suci perkawinan itu tetap tampak bahagia dengan apa yang ada. Sesekali keduanya melemparkan senyuman ke penulis. Meski hidup seadanya, tapi keduanya seakan tak ingin penderitaan yang dihadapi diketahui orang lain.

Duduk di lantai beralaskan kayu dengan posisi kaki direntangkan, Bahak mendampingi Duri yang sedang makan. Hanya nasi putih. Tanpa lauk dan sayur.

“Saya baru saja habis makan, lagi santai saja, memang tidak ada kerjaan selain makan dan tidur, karena mata saya buta hampir dua tahun berjalan,” terangnya.

Baca Juga :  Gubernur Ingatkan Pentingnya Prokes dan Percepatan Vaksinasi

Bapak beranak tujuh tersebut pun bernostalgia tentang kondisinya dahulu yang begitu gagah dan semangat melaksanakan aktivitas bersama sang istri, kendati harus menarik gerobak dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain demi mengais rezeki.

“Kalau dulu pagi-pagi benar sudah berangkat dan pulangnya malam, itu tidak masalah, karena ada semangat untuk membina rumah tangga kendati dalam usia senja,” ungkap pria berambut putih dengan pandangan yang sangat kosong.

Hatinya sangat teriris. Saat tangan dan kakinya masih kuat untuk bekerja dan melangkah, tetapi penglihatannya tak normal lagi. Apalagi usianya makin senja. Ingin berlari menggapai mimpi yang tertunda.

“Saya merenungkan, meski kaki dan tangan saya masih terasa kuat, tetapi mata saya tak berdaya lagi, saya sadari itu, hampir dua tahun ini hanya bisa duduk dan tidur saja,” ungkanya sembari mengusap air mata yang menetesi pipinya.

Meski demikian, semua itu bisa dilaluinya berkat ketegaran hati sang istri yang dengan sabar dan tabah melayaninya setiap hari. Cobaan hidup yang dialami keduanya di usia senja selalu menyadarkan mereka untuk selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

“Kami juga tak ingin merepotkan anak-anak, karena kami tahu mereka juga punya kesusahan. Memang ada juga yang bantu, tapi tidak rutin. Terkadang kami juga stres. Beberapa ternak terpaksa harus dijual agar bisa mencukupi kebutuhan. Dan sekarang sudah tidak ada apa-apa lagi yang tersisa,” keluhnya.

Baca Juga :  Agustiar Sabran: Rawat Kerukunan dan Jaga Keharmonisan di Tanah Dayak

Pernah sang istri menyarankannya untuk menjual gerobak andalan agar bisa membeli beras dan memenuhi kebutuhan lainnya. Namun Bahak B Bantong tak mengizinkan, karena itu merupakan satu-satunya barang berharga yang ia punyai.

“Saya terus berdoa dan berharap ada mukjizat agar mata saya bisa melihat kembali, lalu saya dapat menggunakan gerobak itu lagi untuk mengais rezeki demi memenuhi kebutuhan hidup. Gorobak inilah yang selalu setia menemani saya ke mana saya pergi selama masih sehat dulu,” tuturnya.

Tanpa ragu keduanya menyampaikan keluh kesah soal kondisi rumah yang serbaterbatas. Rumah sederhana yang dibangun dari hasil keringat sendiri dengan perabotan seadanya itu menjadi hal yang selalu disyukuri.

Keduanya mengaku bahwa beberapa kali ada bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah dan swasta. Namun keduanya belum pernah merasakan bantuan rutin dari pemerintah melalui dinas sosial sebagaimana yang diterima masyarakat selama ini.

Terpisah, ketika dikonfirmasi Kalteng Pos, Plt Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalteng dr Rian Tangkudung menyebut bahwa warga tidak mampu yang telah memiliki KTP seharusnya sudah ter-cover oleh pemko melalui dinas kesehatan maupun dinas sosial.

“Saya coba koordinasi dahulu dengan staf terkait data bapak ini, apakah sudah terdata atau belum. Jika belum, maka kami akan mengambil langkah ke depannya,” ucapnya. (*/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/