PALANGKA RAYA-Kabar mengenai 72 orang pekerja di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagaimana tercatat dalam data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), menjadi sorotan publik. Apalagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalteng menyatakan belum menerima laporan resmi atau informasi terkait itu.
Perihal ini disampaikan Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Disnakertrans Kalteng Fritman Banlo, saat dikonfirmasi Kalteng Pos, Senin (8/4).
“Sampai hari ini kami belum dapat informasi apa pun terkait 72 orang karyawan yang kena PHK di Kalteng. Jadi, kami tidak tahu mereka dari perusahaan mana dan daerah mana, karena memang tidak ada laporan dari daerah,” ucap Fritman.
Menurutnya, dalam mekanisme hubungan industrial, PHK tidak menjadi masalah besar, sejauh kedua belah pihak (perusahaan dan pekerja) telah sepakat dan hak-hak pekerja dipenuhi perusahaan.
“Kalau di-PHK dan sudah dibayar hak-haknya, serta kedua belah pihak telah sepakat, artinya sudah selesai urusan, tidak ada persoalan. Yang jadi persoalan kalau hak pekerja belum dibayar atau ada keberatan dari salah satu pihak, barulah bisa masuk ke ranah mediasi,” lanjutnya.
Lebih lanjut Fritman menjelaskan, alasan PHK bisa beragam. Tidak semua PHK terjadi karena inisiatif perusahaan atau konotasi negatif. Bisa saja keinginan karyawan, atau masa kontrak habis, atau juga karena kebijakan efisiensi yang diambil perusahaan. Namun, apa pun alasan itu, prosesnya tetap harus memperhatikan ketentuan hukum dan prosedur yang berlaku.
“PHK itu tidak bisa serta-merta dilakukan. Harus ada dasar yang jelas dan mesti ada pemenuhan hak-hak pekerja. Jika tidak selesai di tingkat kabupaten/kota, barulah bisa dilimpahkan ke provinsi untuk ditindaklanjuti,” paparnya.
Selama tahun 2024, Disnakertrans Kalteng baru menerima satu hingga dua laporan terkait kasus PHK, dan semuanya telah diselesaikan secara baik.
“Artinya, tidak ada gejolak besar atau masalah serius yang perlu dikhawatirkan terkait hubungan industrial di Kalteng. Kalau ada PHK dan ada masalah, pasti ada laporan masuk ke kami. Namun, hingga hari ini perihal 72 orang itu tidak ada laporan masuk,” tegasnya.
Ia menambahkan, mayoritas perusahaan berada di tingkat kabupaten/kota, dan kewenangan awal penyelesaian berada di sana. Tiap daerah memiliki bidang hubungan industrial yang bertugas melakukan mediasi dan menyelesaikan persoalan tenaga kerja.
“Jadi, kalau memang ada PHK dan ada masalah, seharusnya laporannya masuk terlebih dahulu ke kabupaten/kota. Kami di provinsi sifatnya back-up, jika di daerah tidak bisa menyelesaikan atau perlu penanganan lebih lanjut,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa sistem yang dibangun antara pemerintah daerah dan pusat saat ini sudah terintegrasi dengan baik. Meski begitu, jalur komunikasi dan laporan resmi menjadi kunci utama dalam mengklarifikasi dan menangani persoalan PHK.
Dengan tidak adanya laporan masuk terkait 72 orang pekerja yang di-PHK, Disnakertrans Kalteng menyebut kemungkinan besar persoalan itu telah diselesaikan secara internal antara perusahaan dan pekerja, atau masih ditangani di tingkat kabupaten/kota.
“Kami tentu terbuka jika memang ada laporan atau permintaan bantuan dari kabupaten/kota untuk penyelesaian masalah. Kalau tidak ada laporan, berarti masalah dianggap sudah selesai dan tidak perlu dilanjutkan ke provinsi,” pungkasnya. (zia/ce/ala)