Jumat, September 20, 2024
22.8 C
Palangkaraya

Modal Awal Rp300 Ribu, Terkesan saat Pameran Produk di Palembang

Yuliatma, Mengolah Beragam Camilan dari Ikan

Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Itulah kata-kata yang selalu menjadi pegangan Ketua Kelompok Usaha Pengolahan Ikan Tampung Parei, Yuliatma. Sebelum sukses menjalankan industri pengolahan ikan seperti saat ini, Yuliatma pernah mengalami kegagalan berkali-kali dalam memproduksi pangan olahan.

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

YULIATMA dan teman-temannya menjadikan kegagalan sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan, dengan terus mengasah kemampuan serta inovasi. Baginya, kegigihan dan inovasi adalah kunci sukses dalam industri pengolahan ikan.

Keanekaragaman yang dimiliki Bumi Tambun Bungai ini, salah satunya ikan, dinilai dapat menghasilkan cuan (uang), serta menambah opsi baru oleh-oleh yang bisa ditawarkan kepara para wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Tengah (Kalteng) pada umumnya dan Kota Palangka Raya khususnya.

Yuliatma mengaku harus menempuh perjalanan panjang dalam mengolah produk berbahan utama ikan, hingga bisa meraih kesuksesan seperti saat ini dan mengambangkan produk berkualitas tinggi. Bahkan, ikan saluang, amplang, dan abon gabus menjadi produk yang paling diminati, baik oleh konsumen lokal maupun regional.

Menjalani usaha seperti ini, Yuliatma terinspirasi dari banyak hal. Seperti saat ia melakukan perjalanan ke Purwokerto. Di sana, idenya terstimulan setelah melihat berbagai kuliner yang memiliki peluang besar jika diolah dengan bahan pangan lokal.

Kecintaan pada dunia kuliner telah tumbuh sejak dahulu, sebelumnya ia memulai bisnis kantin di kompleks Universitas Palangka Raya (UPR). Selama delapan tahun ia menjalani bisnis tersebut. Kemampuan menjalani bisnis makin terasah.

Baca Juga :  Direktur PT Adhi Graha Ditangkap

“Untuk proses produksi, saya menerapkan teknik-teknik yang telah diteliti. Misalnya, untuk membuat abon gabus, saya mengolahnya selama 4 jam dengan menggunakan api kecil. Sekali produksi bisa menghabiskan 10 kilogram ikan gabus,” ucapnya, Senin (5/8/2024).

Sementara itu, dalam mengolah amplang, ia menggunakan jenis ikan pipih, dengan takaran setengah kilogram untuk satu kali pengadonan. Ikan pipih harus dikerik terlebih dahulu, lalu dicampurkan dengan tepung tapioka 80 gram. Setelah itu digoreng selama kurang lebih 30 menit menggunakan minyak goreng Filma atau Sunco, maksimal dua kali penggunaan.

“Kami memprioritaskan kualitas, itu yang utama, semua produk sudah menggunakan bahan yang berlabel halal, tanpa bahan pengawet ataupun MSG,” tambahnya.

Yuliatma bersama rekan-rekannya menggunakan ikan sungai untuk pembuatan amplang. Berbeda dengan di daerah lain yang biasanya menggunakan ikan tenggiri laut, seperti di Seruyan dan Kumai. Menurutnya, ikan sungai memberikan ciri khas tersendiri untuk produk yang mereka olah.

Hingga saat ini, produk yang telah berhasil diolah, beberapa di antaranya seperti amplang pipih, keripik saluang, keripik lais, dan abon ikan gabus. Pemasaran produk bukan hanya di lingkup lokal, tetapi juga hingga Banjarmasin, dengan jumlah produksi yang cukup besar, yaitu 1.200 bungkus amplang dan 300 kilogram ikan seluang dalam sebulan.

Baca Juga :  Hujan Lebat, Si Jago Merah Bakar Rumah

“Satu kemasan amplang dijual seharga Rp17 ribu per 50 kilogram, itu tahan sampai tiga bulan, sedangkan saluang dijual dengan harga Rp25 ribu per bungkus ukuran 80 gram, dan tahan sampai tiga bulan juga,” tuturnya.

Siapa sangka, usaha yang awalnya hanya bermodalkan Rp300 ribu, kini mampu meraup keuntungan besar. Setelah berkali-kali gagal hingga mendapatkan formula yang pas bagi produknya, Yuliatma dan timnya mampu membuktikan bahwa semangat, komitmen, inovasi, serta kerja sama yang kuat telah membuka pintu rezeki yang begitu besar.

“Sejauh ini pencapaian yang sangat berkesan adalah bisa berkesempatan memamerkan produk di Palembang, itu menjadi penambah semangat bagi kami agar bisa memperkenalkan ikan khas daerah kita, ikan saluang,” ujarnya.

Meski sudah berada di titik kesuksesan seperti saat ini, tetapi tidak membuat Yuliatma jemawa. Baginya, tiap proses adalah sebuah pembelajaran. Pencapaian adalah bonus dan rezeki dari Tuhan. Kunci dari semuanya adalah bersyukur, menikmati tiap proses, dan tetap konsisten dengan apa yang dijalani.

Dengan komitmen yang kuat untuk terus menghasilkan produk terbaik, Yuliatma ingin kuliner khas Kalimantan Tengah ini bisa lebih dikenal khalayak luas hingga mancanegara. Ilmu dan pengalaman yang didapatkannya, tidak ia tutup rapat-rapat. Justru ia bagikan kepada pelaku usaha lain sebagai inspirasi dan motivasi agar usaha sesama pelaku UMKM bisa berkembang. (*/ce/ala)

Yuliatma, Mengolah Beragam Camilan dari Ikan

Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Itulah kata-kata yang selalu menjadi pegangan Ketua Kelompok Usaha Pengolahan Ikan Tampung Parei, Yuliatma. Sebelum sukses menjalankan industri pengolahan ikan seperti saat ini, Yuliatma pernah mengalami kegagalan berkali-kali dalam memproduksi pangan olahan.

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

YULIATMA dan teman-temannya menjadikan kegagalan sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan, dengan terus mengasah kemampuan serta inovasi. Baginya, kegigihan dan inovasi adalah kunci sukses dalam industri pengolahan ikan.

Keanekaragaman yang dimiliki Bumi Tambun Bungai ini, salah satunya ikan, dinilai dapat menghasilkan cuan (uang), serta menambah opsi baru oleh-oleh yang bisa ditawarkan kepara para wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Tengah (Kalteng) pada umumnya dan Kota Palangka Raya khususnya.

Yuliatma mengaku harus menempuh perjalanan panjang dalam mengolah produk berbahan utama ikan, hingga bisa meraih kesuksesan seperti saat ini dan mengambangkan produk berkualitas tinggi. Bahkan, ikan saluang, amplang, dan abon gabus menjadi produk yang paling diminati, baik oleh konsumen lokal maupun regional.

Menjalani usaha seperti ini, Yuliatma terinspirasi dari banyak hal. Seperti saat ia melakukan perjalanan ke Purwokerto. Di sana, idenya terstimulan setelah melihat berbagai kuliner yang memiliki peluang besar jika diolah dengan bahan pangan lokal.

Kecintaan pada dunia kuliner telah tumbuh sejak dahulu, sebelumnya ia memulai bisnis kantin di kompleks Universitas Palangka Raya (UPR). Selama delapan tahun ia menjalani bisnis tersebut. Kemampuan menjalani bisnis makin terasah.

Baca Juga :  Direktur PT Adhi Graha Ditangkap

“Untuk proses produksi, saya menerapkan teknik-teknik yang telah diteliti. Misalnya, untuk membuat abon gabus, saya mengolahnya selama 4 jam dengan menggunakan api kecil. Sekali produksi bisa menghabiskan 10 kilogram ikan gabus,” ucapnya, Senin (5/8/2024).

Sementara itu, dalam mengolah amplang, ia menggunakan jenis ikan pipih, dengan takaran setengah kilogram untuk satu kali pengadonan. Ikan pipih harus dikerik terlebih dahulu, lalu dicampurkan dengan tepung tapioka 80 gram. Setelah itu digoreng selama kurang lebih 30 menit menggunakan minyak goreng Filma atau Sunco, maksimal dua kali penggunaan.

“Kami memprioritaskan kualitas, itu yang utama, semua produk sudah menggunakan bahan yang berlabel halal, tanpa bahan pengawet ataupun MSG,” tambahnya.

Yuliatma bersama rekan-rekannya menggunakan ikan sungai untuk pembuatan amplang. Berbeda dengan di daerah lain yang biasanya menggunakan ikan tenggiri laut, seperti di Seruyan dan Kumai. Menurutnya, ikan sungai memberikan ciri khas tersendiri untuk produk yang mereka olah.

Hingga saat ini, produk yang telah berhasil diolah, beberapa di antaranya seperti amplang pipih, keripik saluang, keripik lais, dan abon ikan gabus. Pemasaran produk bukan hanya di lingkup lokal, tetapi juga hingga Banjarmasin, dengan jumlah produksi yang cukup besar, yaitu 1.200 bungkus amplang dan 300 kilogram ikan seluang dalam sebulan.

Baca Juga :  Hujan Lebat, Si Jago Merah Bakar Rumah

“Satu kemasan amplang dijual seharga Rp17 ribu per 50 kilogram, itu tahan sampai tiga bulan, sedangkan saluang dijual dengan harga Rp25 ribu per bungkus ukuran 80 gram, dan tahan sampai tiga bulan juga,” tuturnya.

Siapa sangka, usaha yang awalnya hanya bermodalkan Rp300 ribu, kini mampu meraup keuntungan besar. Setelah berkali-kali gagal hingga mendapatkan formula yang pas bagi produknya, Yuliatma dan timnya mampu membuktikan bahwa semangat, komitmen, inovasi, serta kerja sama yang kuat telah membuka pintu rezeki yang begitu besar.

“Sejauh ini pencapaian yang sangat berkesan adalah bisa berkesempatan memamerkan produk di Palembang, itu menjadi penambah semangat bagi kami agar bisa memperkenalkan ikan khas daerah kita, ikan saluang,” ujarnya.

Meski sudah berada di titik kesuksesan seperti saat ini, tetapi tidak membuat Yuliatma jemawa. Baginya, tiap proses adalah sebuah pembelajaran. Pencapaian adalah bonus dan rezeki dari Tuhan. Kunci dari semuanya adalah bersyukur, menikmati tiap proses, dan tetap konsisten dengan apa yang dijalani.

Dengan komitmen yang kuat untuk terus menghasilkan produk terbaik, Yuliatma ingin kuliner khas Kalimantan Tengah ini bisa lebih dikenal khalayak luas hingga mancanegara. Ilmu dan pengalaman yang didapatkannya, tidak ia tutup rapat-rapat. Justru ia bagikan kepada pelaku usaha lain sebagai inspirasi dan motivasi agar usaha sesama pelaku UMKM bisa berkembang. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/