Melindungi Rekening Nasabah dari Aksi Pembobolan
PALANGKA RAYA-Aksi kejahatan pembobolan tabungan nasabah bank sedang marak terjadi. Di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) memang baru ada satu nasabah yang melapor ke kepolisian, yakni dr Binsar Parhusip. Dokter bedah yang bekerja di Rumah Sakit Sultan Imanuddin (RSSI) Pangkalan Bun itu mengalami kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Tidak tertutup kemungkinan masih ada nasabah lain yang menjadi korban kasus yang sama. Permasalahan ini harus menjadi perhatian serius seluruh lembaga jasa keuangan (LJK). Memperkuat sistem pengamanan untuk melindungi rekening dari aksi kejahatan digital.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Palangka Raya Suparno MKom mengatakan, para oknum hacker tentu akan selalu meningkatkan kemampuannya melalui berbagai cara, termasuk mempelajari IT. Hacker akan selalu berusaha mengambil dari pihak lain demi keuntungan pribadinya.
“Menurut saya, jika oknum penipu ini menelepon mengatasnamakan bank, mestinya nasabah lebih berhati-hati, karena pihak bank sangat jarang melakukan konἀrmasi data diri, kecuali konἀrmasi terhadap penarikan melalui cek,” ucap Suparno saat dibincangi Kalteng Pos, Jumat (10/6).
Lebih lanjut dikatakannya, apabila data telah diberikan korban, maka sistem akan mudah diakses oleh pelaku. Oleh karena itu, pihak bank juga harus memastikan pengamanan yang lebih tinggi tingkat akurasinya. Semisal menggunakan teknologi biometrik. Berkaca dari kejadian yang menimpa nasabah di Pangkalan Bun, korban telah mengisi data melalu link yang diberikan. Bisa jadi data yang diberikan itu mengandung unsur yang bisa dijadikan sebagai verifikasi keautentikan pemilik.
“Misalnya ada nama ibu kandung saat masih gadis, karena ini biasanya digunakan oleh pihak bank sebagai pelapis dalam pengamanan,” ungkapnya.
Kejadian ini berbeda dengan skammer yang memanfaatkan rekaman visualisasi kombinasi PIN ATM, yang biasanya dipasang oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pembobolan terhadap rekening yang ATM-nya telah masuk dalam alat skammer tersebut, yang dapat merekam data di kartu ATM.
“Kunci utamanya ada pada diri masing-masing dalam menjaga data pribadi, utamanya yang terkait dengan data rekening,” tegasnya.
Menurutnya, teknologi hanyalah sebuah alat (tools) yang juga memiliki kelemahan-kelemahan. Tinggal bagaimana masyarakat dapat meminimalkan kelemahan yang ada. Selain dari diri sendiri, bisa juga dari sisi teknologi yang mungkin harus menggunakan beberapa kombinasi dalam pengamanan.
“Karena kebiasaan kita selalu memberikan data yang mungkin bersifat pribadi secara tidak sengaja melalui media social, yang memang mau tidak mau medsos itu harus kita miliki,” katanya.
Untuk kehati-hatian, lanjutnya, yang paling utama yakni menjaga kerahasiaan data pribadi yang terkait dengan rekening. Jangan sampai terekspos melalui medsos maupun media yang lain. Dan apabila mendapat telepon dari nomor tidak dikenal, sebaiknya tidak menyapa terlebih dahulu
.“Karena dari sapaan kita, si penelepon bisa jadi mengetahui data kita ber dasarkan logat bicara, yang nantinya bisa diteruskan ke pertanyaan-pertanyaan yang menjebak kita, sehingga tanpa sadar kita menginformasikan data diri,” pungkasnya.
Kasus penipuan terhadap nasabah perbankan ini juga menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalteng. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada terhadap penerimaan informasi, permintaan informasi atau data diri, penawaran produk keuangan dan atau hal lain yang mengatasnamakan LJK, agar terhindar dari kejahatan pada internet banking/mobile banking.
“Masyarakat diharapkan selalu mengedepankan sikap kritis terhadap segala bentuk komunikasi yang mengatas-namakan LJK, terlebih dalam hal permintaan informasi atau data diri dan penawaran produk keuangan, baik melalui telepon, sosial media, WhatsApp, maupun email yang berisi tautan. Karena LJK tidak akan meminta data pribadi seperti PIN, OTP, ataupun kode CCV/CVC,” kata Kepala OJK Provinsi Kalimantan Tengah Otto Fitriandy melalui rilis yang diterima redaksi, Kamis malam (9/6).