Para Orang Tua Berharap Tak Ada Lagi Pembelajaran Daring
PALANGKA RAYA- Mulai pukul 06.00 WIB pagi, para orang tua bersama anaknya sudah tiba di sekolah. Di depan halaman sekolah, sudah disambut hangat para guru, yang langsung dibalas dengan ciuman ke tangan kanan sebagai bentuk penghormatan. Senin (11/7), adalah hari pertama mengenakan seragam baru di tahun ajaran baru 2022/2023. Dari yang mulai masuk taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP).
Jadi, tidak heran, suasana kaku dan serba malu masih terlihat dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) secara tatap muka yang dua tahun terakhir ditiadakan lantaran pandemi Covid-19. Saat baris-berbaris, para guru harus meminta bantuan orang tua mereka. Masuk ke ruang kelas harus ditemani. Bahkan, selama guru mengajak menyanyi, berhitung dan sedikit pengenalan kepada anak didik barunya di ruang kelas, para orang tua memberikan motivasi dengan berdiri di mulut pintu ruang kelas. Pemandangan lain di sekolah adalah bersih-bersih ruangan baru oleh murid yang naik ke kelas lebih tinggi. Mereka menyapu dan menata bangku.
Momen masuk sekolah pada tahun ajaran baru ini momen yang ditunggu-tunggu oleh semua peserta didik. Terutama para orang tua yang mungkin sudah menanti dan berharap sekolah terus menerapkan pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru.
“Meski kasus Covid-19 naik lagi di Indonesia, saya berharap tahun ini tidak ada online lagi (Pembelajaran daring, red). Ini (Anak, red) sudah semangat-semangatnya sekolah. Nanti kalau online lagi, malah gak optimal belajarnya,”ujar Novi, yang mengantarkan anaknya sekolah di SDN 8 Bukit Tunggal.
Sementara itu, di SDN 2 Bukit Tunggal ada 27 murid baru mengikuti MPLS. Dilaksanakan selama tiga hari. Para guru mengajak murid baru berkeliling memperkenalkan fasilitas sekolah seperti toilet, ruang guru dan ruangan kepala sekolah. Melihat naiknya kasus Covid-19, pihak sekolah tentu melakukan antisipasi. Protokol kesehatan (prokes) terus diterapkan. Terpasti, pihak sekolah optimistis bisa menjalankan belajar mengajar dengan baik di tahun ajaran baru ini.
“Kami selalu menekankan prokes untuk murid. Salah satunya menganjurkan anak didik menggunakan masker pada proses tatap muka,”ujar Demie, kepala sekolah.
Terpisah, Kepala Sekolah dari SDN 1 Bukit Tunggal, Hardani mengatakan, total murid baru berjumlah 89 orang. Nantinya dibagi menjadi tiga kelas. MPLS diisi dengan pengenalan guru, teman-teman kelas, sampai aturan tata tertib sekolah. Pria yang baru dilantik sebagai kepala sekolah pada 15 Juni lalu itu berharap pandemi Covid-19 benar-benar hilang agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif dan maksimal.
Di SDN 2 Menteng, MPLS diawali dengan ucapara bendera. Diikuti seluruh murid, termasuk 60 murid baru. Semua diwajibkan pakai masker. Fasilitas prokes juga tersedia di lingkungan sekolah.
MPLS juga dilaksanakan di tingkat TK. Kalteng Pos mendatangi dua TK yang ada di Palangka Raya untuk melihat langsung proses pengenalan sekolah. Di TK Negeri Pembina dan TK Intan Sari. Sistem zonasi yang diberlakukan tidak mempengaruhi jumlah target anak didik baru. Di TK Negeri Pembina, ada 125 anak didik baru. Melebihi jumlah ideal sekolah yang seharusnya menampung 100 anak. Anak didik baru berasal dari kompleks perumahan yang ada di Jalan Yos Sudarso dan Jalan G Obos. Dua daerah yang diprioritaskan.
Dengan membeludaknya anak didik baru, Rusmiyati, salah satu guru pengajar meyakini tidak mengganggu proses pembelajaran. Dikarenakan guru pendamping mencukupi, sarana prasarana memadai. “Masing-masing kelas ada 15 anak didik,”sebutnya seraya menyebut di sekolah sudah difasilitasi sarana prokes Covid-19.
Meski Covid-19 masih menghantui, dan pembelajaran daring kapan saja kembali diterapkan, sebagian orang tua murid mengaku ada yang siap dan ada yang enggak siap jika pembelajaran daring diterapkan lagi. “Ya harus siap, kalau memang itu aturannya sudah,”ucap Sri, orang tua murid.
Senada disampaikan, Aryani, Ia berharap agar pembelajaran berlangsung secara tatap muka sepenuhnya, karena ia merasa bahwa pembelajaran daring tidak efektif. Berkaca saat anaknya masih duduk di bangku TK.
“Saya sebagai orang tua tidak siap jika anaknya belajar secara online lagi. Saya merasa kasihan kepada anak, yang kesulitan untuk mengikuti pembelajaran,”ungkapnya.
Tuti, orang tua murid SDN 2 Menteng mengharapkan pihak sekolah bisa lebih memperhatikan murid tentang penerapan prokes. Misal, pihak sekolah bisa menjadwal ulang jam masuk sekolah secara bergantian. Agar tidak berkerumun. “Mungkin untuk ke depannya sekolah bisa menjadwalkan ulang untuk membagi jam masuk sekolah, agar tidak terlalu berkerumun,” ujarnya kepada Kalteng Pos.
Pembelajaran daring menuai kritikan dari orang tua anak yang duduk di bangku TK. “TK daring? Mending sekalian gak usah (Sekolah, red),”seru Lisawati.
Senada disampaikan Kristian. Pembelajaran tatap muka diharapkan seterusnya dilaksanakan. Ia merasa dengan adanya pembelajaran tatap muka, anak-anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya serta mampu belajar dengan baik dibandingkan belajar secara daring.
“Saya merasa jika anak-anak terus belajar secara online mereka tidak dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal, ini membuat saya sedih,”ujarnya.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Jayani menyampaikan, terkait dengan ancaman meluasnya Covid-19 varian baru, pihaknya sudah menekankan ke pihak sekolah agar selalu menerapkan prokes. Adanya potensi pembelajaran akan dilakukan secara daring lagi, tentu untuk jadwal akan menyesuaikan kebijakan pemerintah pusat.
“Kami akan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah, apakah tetap tatap muka atau dilaksanakan secara daring lagi,”katanya.
Untuk diketahui publik, lanjut Jayani, sejak masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) hingga MPLS ini, belum ada pengaduan dari orang tua peserta didik. Dalam pelaksanaannya juga tak ada kendala. Terkait jumlah peserta didik di dalam kelas, Jayani juga menjelaskan bahwa setiap kelas idealnya diisi 28 murid saja. Namun, ada juga lebih dari itu dengan batas maksimal 32 murid.
“Untuk tingkat SD, setiap kelasnya idealnya di isi 28 murid, tapi kami mendapatkan bahwa ada yang lebih dari itu, dan itu tidak apa apa, dengan batas maksimal 32 murid dan melihat kondisi sarana prasarana yang tersedia juga,”pungkasnya.(*win/*qin/*jrl/*adf/irj/ram/ko)