Site icon KaltengPos

Kembalikan Perizinan Tambang ke Daerah

PALANGKA RAYA-Beberapa hari lalu, Dirjen Minerba KESDM RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan gubernur beberapa provinsi. Dalam kesempatan itu, selain mengusulkan penepatan wilayah pertambangan rakyat (WPR), Kalteng juga berharap agar wewenang perizinan pertambangan dikembalikan ke pemerintah daerah. Sehingga perlu dilakukan revisi dalam hal peraturan maupun perundang-udangan.

Rapat yang dilaksanakan di Gedung Nusantara I Lantai I Jakarta, Senin (11/4), diikuti oleh gubernur dari Provinsi Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara.

“Kita berharap pendegelasian kewenangan pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan serta izin pertambangan rakyat (IPR) diserahkan kepada kepala daerah,” kata Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo kepada Kalteng Pos, Selasa (12/4).

Karena, lanjut Edy Pratowo, sejak dikeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, tidak ada lagi kewenangan provinsi. Dalam aturan itu disebutkan bahwa kewenangan pemberian izin diambil alih pusat. Artinya, gubernur tidak lagi memiliki kewenangan dalam hal perizinan.

Melalui panja minerba Komisi VII DPR RI ini, diharapkan ada revisi atau setidaknya ada peraturan yang memberikan kewenangan kepada provinsi untuk pengelolaan kegiatan pertambangan, khususnya galian C. Sehingga fungsi koordinasi dan pengawasan lebih diperkuat.

“Semenjak ada undang-undang itu, gubernur yang berkedudukan sebagai kepala daerah tingkat provinsi dan sebagai wakil pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan yang kuat, karena semua berada di pusat. Karena itu kami berharap pemerintah pusat dapat mengakomodasi pemerintah provinsi sebagai solusi mengatasi illegal mining dan ratifikasi UU Nomor 3 Tahun 2020,” harapnya.

Menurut Edy, Komisi VII DPR RI telah mendengarkan pemaparan dan penjelasan Dirjen Minerba dan para gubernur. Antara lain soal kegiatan illegal mining yang berakibat terjadi kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan serta hilangnya potensi pendapatan negara.

Secara regulasi, kegiatan pertambangan tanpa izin dikenakan pidana yang cukup berat (pasal 258, pasal 160 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2022). Namun dalam implementasinya, hingga saat ini penerapan sanksi belum maksimal. Pemerintah daerah provinsi perlu diberi kewenangan yang lebih luas dan dilibatkan dalam pengawasan terhadap praktik illegal mining, mengingat jumlah sumber daya manusia yang dimiliki Kementerian ESDM terbatas.

Sehubungan dengan maraknya illegal mining, perintah provinsi meminta untuk diberi kewenangan melakukan pengawasan, pembinaan, dan menangani permasalahan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Dalam rapat itu, pemerintah provinsi telah mengusulkan penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sebanyak 191 blok atau seluas lebih kurang 126.094,49 hektare (ha).

Untuk mengurangi kegiatan pertambangan tanpa izin, diusulkan agar distribusi solar industri dilakukan melalui satu pintu, dalam hal ini PT Pertimina atau pihak yang memiliki izin resmi di daerah setempat. Komisi VII DPR RI mendesak Dirjen Minerba KESDM untuk segera menginformasikan dan melakukan pembinaan terkait kegiatan penambangan tanpa izin, agar mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, seperti kerusakan lingkungan, penyelundupan, serta hilangnya potensi pendapatan negara.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng H Sudarsono mengatakan, selama ini perizinan ditangani pusat, sementara pengawasan tetap berada di daerah. “Yang pasti apabila perizinan ini disederhanakan cukup di daerah saja, maka masyarakat akan lebih mudah mengurus perizinan. Dengan demikian pengawasan oleh pemerintah daerah bakal lebih mudah,” kata politikus Partai Golkar Kalteng ini.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kalteng Fajar Hariyadi menegaskan bahwa pihaknya selaku wakil rakyat mendukung upaya pemprov mengembalikan sebagian kewenangan perizinan pertambangan ke daerah.

“Sesuai otonomi daerah, ada distribusi kewenangan dari pusat ke daerah. Namun belakangan banyak aturan baru yang mengebiri kewenangan daerah. Salah satunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba,” terang politikus PKB tersebut.

Menurutnya, dengan dikembalikan kewenangan perizinan ke provinsi, setidaknya proses pengurusan izin galian C lebih mudah dan cepat. Hal itu akan sangat membantu masyarakat. (nue/ce/ala)

Exit mobile version