Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Menyelesaikan Masalah Perusakan 13 Makam Leluhur Dayak Disbun Kalteng Dorong Penyelesaian lewat Musyawarah

Grup Maktour Di-Deadline Sepekan

NANGA BULIK-Konflik antara perusahaan kelapa sawit PT Menthobi Makmur Lestari (MMAL) dengan warga Desa Kanawan, Kecamatan Permata Kecubung, Kabupaten Sukamara kian memanas. Dua kali mediasi, tetapi tidak ada solusi penyelesaian masalah antara kedua belah pihak. Sejauh ini belum ada kesepakatan apa pun mengenai pertanggungjawaban anak perusahaan Grup Maktour tersebut terkait kerusakan 13 makam leluhur warga Dayak.

Warga Desa Kanawan geram lantaran tidak ada titik terang penyelesaian hingga sekarang. Mereka mengancam akan menurunkan pasukan adat untuk mendesak anak perusahaan dari Grup Maktour tersebut untuk segera bersikap.

“Kami sudah dua kali gelar pertemuan dengan PT MMAL, tetapi sampai hari ini (kemarin, red) tidak ada kesepakatan yang didapatkan, manajemen perusahaan tidak ada yang bisa mengambil keputusan,” kata salah satu ahli waris, Juran, saat dikonfirmasi awak media, Senin (12/6).

Warga memberi deadline atau tenggang waktu sepekan kepada PT MMAL untuk menyelesaikan masalah perusakan makam leluhur Dayak. “Kami tunggu, satu minggu lagi kami gelar pertemuan yang ketiga, jika tidak ada penyelesaian, maka kami akan turunkan massa,” tegasnya.

Pihaknya juga meminta agar dalam pertemuan mendatang, perusahaan bisa menghadirkan petinggi yang bisa mengambil kebijakan, dengan membawa serta bukti legalitas atas lahan yang digarap.

“Percuma kalau yang datang itu cuma humas perusahaan, tidak bisa ambil kebijakan, percuma mereka hadir dalam pertemuan,” tuturnya.

Sementara itu, pihak PT MMAL lagi-lagi tidak bisa memberikan keputusan terkait tuntutan akan kepastian akhir penyelesaian konflik lahan yang terjadi dengan masyarakat. Humas MMAL mengaku tidak punya kapasitas untuk mengambil kebijakan.

“Saya hanya menyampaikan apa yang menjadi kesanggupan dari perusahaan, kalaupun ada tuntutan yang disampaikan oleh pihak ahli waris, akan kami sampaikan kembali ke pimpinan,” kata Humas MMAL, Daniel.

Baca Juga :  Evaluasi Kinerja Pejabat Pemerintah

Kemudian mengenai desakan warga yang meminta kepastian penyelesaian permasalahan ganti rugi makam yang berakhir pada Kamis tanggal 15 Juni 2023 mendatang, pihak MMAL juga belum bisa memastikan kehadiran.

“Untuk waktu yang ditetapkan itu, kami tidak bisa memberi kepastian, yang jelas akan saya sampaikan dahulu ke pimpinan,” sebutnya.

Terpisah, pihak pemerintah Desa Kenawan mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait masalah warganya tersebut, karena keterbatasan kewenangan yang dimiliki. Sebab, PT MMAL beroperasi di luar wilayah Kabupaten Sukamara.

Pemerintah Desa Kenawan hanya bisa membantu sebagai penengah untuk memediasi kedua belah pihak, karena pemerintah desa memiliki keterbatasan wewenang untuk mendesak perusahaan untuk memenuhi tuntutan warga.

PT MMAL sendiri merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lamandau, berbatasan dengan Kotawaringin Barat dan Sukamara. Perusahaan ini kemudian menggarap lahan di luar wilayah operasionalnya, dengan dalih telah membayar ganti rugi lahan.

Penggarapan lahan ini kemudian mendapat protes dari warga, termasuk warga eks transmigrasi di wilayah G1, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat, lantaran warga mengaku tidak pernah menjual lahan transmigrasi itu kepada perusahaan.

Hal serupa juga dilakukan oleh sejumlah warga Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung, Sukamara, yang merasa lahannya dirampas paksa oleh PT MMAL. Sengketa ini makin parah setelah warga mengetahui adanya perusakan makam leluhur Dayak di lahan yang digarap perusahaan.

Selain makam berusia ratusan tahun, di lahan tersebut juga tumbuh tanaman produktif yang menjadi sumber penghidupan warga sekitar.

Terpisah, Anggota Komisi III DPRD Kalteng Duwel Rawing memberi tanggapan atas kisruh yang terjadi di Sukamara, yang mana perusahaan menggusur makam leluhur warga di lahan yang digarap. Menurutnya anak perusahaan Grup Maktour itu seharusnya duduk bersama dengan masyarakat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran.

Baca Juga :  GP Ansor Kalteng Jadi Pioner

“Biasanya ada rapat di desa, masyarakat bisa memberi informasi bahwa ada area yang memang harus dijaga, dengan begitu perusahaan tahu dan bisa menghormati itu,” kata Duwel saat diwawancarai di ruang Komisi III, Senin (12/6).

Mantan Bupati Katingan ini menduga pihak perusahaan tidak tahu perihal keberadaan makam leluhur Dayak di lahan yang akan digarap sehingga terjadilah perusakan tersebut. Meski demikian, ia meminta perusahaan bertanggung jawab jika memang mengetahui keberadaan makam tersebut sebelum menggarap lahan.

“Wajib bagi perusahaan menghormati situs leluhur dan sakral masyarakat lokal, kalaupun sampai terjadi seperti ini, perusahaan harus bertanggung jawab,” tegas Duwel.

Ia menyebut bahwa perda terkait cagar budaya sudah ditetapkan pemerintah. Karena itu ia berharap pemerintah daerah bisa menyosialisasikan aturan tersebut.

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalteng H Rizky R Badjuri menyarankan kedua belah pihak agar menyelesaikan masalah ini melalui jalan damai berupa mediasi, sehingga tidak menjadi konflik berkepanjangan.

“Pada prinsipnya perusahaan pengelola kebun harus memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat yang ada di sekitar, terkait dengan konflik yang terjadi antara PT MMAL dengan masyarakat, ada baiknya diselesaikan secara musyawarah, dari musyawarah itu akan ada beragam kesepakatan nantinya,” ucap Rizky kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Senin (12/6).

Pemerintah provinsi akan terus melakukan monitoring dan koordinasi dengan pihak pemerintah kabupaten mengenai penyelesaian konflik ini.

“Mudah-mudahan dari mediasi yang dilakukan bisa menghasilkan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, baik masyarakat maupun perusahaan,” tuturnya.

“Alangkah baiknya bagi perusahaan mengecek dahulu kondisi atau keadaan lahan sebelum digarap, pastikan apakah di lahan itu ada situs budaya dan lain-lain, sehingga dalam proses menggarap nanti tidak melanggar kearifan lokal masyarakat,” tambahnya. (lan/irj/dan/ce/ala)

NANGA BULIK-Konflik antara perusahaan kelapa sawit PT Menthobi Makmur Lestari (MMAL) dengan warga Desa Kanawan, Kecamatan Permata Kecubung, Kabupaten Sukamara kian memanas. Dua kali mediasi, tetapi tidak ada solusi penyelesaian masalah antara kedua belah pihak. Sejauh ini belum ada kesepakatan apa pun mengenai pertanggungjawaban anak perusahaan Grup Maktour tersebut terkait kerusakan 13 makam leluhur warga Dayak.

Warga Desa Kanawan geram lantaran tidak ada titik terang penyelesaian hingga sekarang. Mereka mengancam akan menurunkan pasukan adat untuk mendesak anak perusahaan dari Grup Maktour tersebut untuk segera bersikap.

“Kami sudah dua kali gelar pertemuan dengan PT MMAL, tetapi sampai hari ini (kemarin, red) tidak ada kesepakatan yang didapatkan, manajemen perusahaan tidak ada yang bisa mengambil keputusan,” kata salah satu ahli waris, Juran, saat dikonfirmasi awak media, Senin (12/6).

Warga memberi deadline atau tenggang waktu sepekan kepada PT MMAL untuk menyelesaikan masalah perusakan makam leluhur Dayak. “Kami tunggu, satu minggu lagi kami gelar pertemuan yang ketiga, jika tidak ada penyelesaian, maka kami akan turunkan massa,” tegasnya.

Pihaknya juga meminta agar dalam pertemuan mendatang, perusahaan bisa menghadirkan petinggi yang bisa mengambil kebijakan, dengan membawa serta bukti legalitas atas lahan yang digarap.

“Percuma kalau yang datang itu cuma humas perusahaan, tidak bisa ambil kebijakan, percuma mereka hadir dalam pertemuan,” tuturnya.

Sementara itu, pihak PT MMAL lagi-lagi tidak bisa memberikan keputusan terkait tuntutan akan kepastian akhir penyelesaian konflik lahan yang terjadi dengan masyarakat. Humas MMAL mengaku tidak punya kapasitas untuk mengambil kebijakan.

“Saya hanya menyampaikan apa yang menjadi kesanggupan dari perusahaan, kalaupun ada tuntutan yang disampaikan oleh pihak ahli waris, akan kami sampaikan kembali ke pimpinan,” kata Humas MMAL, Daniel.

Baca Juga :  Evaluasi Kinerja Pejabat Pemerintah

Kemudian mengenai desakan warga yang meminta kepastian penyelesaian permasalahan ganti rugi makam yang berakhir pada Kamis tanggal 15 Juni 2023 mendatang, pihak MMAL juga belum bisa memastikan kehadiran.

“Untuk waktu yang ditetapkan itu, kami tidak bisa memberi kepastian, yang jelas akan saya sampaikan dahulu ke pimpinan,” sebutnya.

Terpisah, pihak pemerintah Desa Kenawan mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait masalah warganya tersebut, karena keterbatasan kewenangan yang dimiliki. Sebab, PT MMAL beroperasi di luar wilayah Kabupaten Sukamara.

Pemerintah Desa Kenawan hanya bisa membantu sebagai penengah untuk memediasi kedua belah pihak, karena pemerintah desa memiliki keterbatasan wewenang untuk mendesak perusahaan untuk memenuhi tuntutan warga.

PT MMAL sendiri merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lamandau, berbatasan dengan Kotawaringin Barat dan Sukamara. Perusahaan ini kemudian menggarap lahan di luar wilayah operasionalnya, dengan dalih telah membayar ganti rugi lahan.

Penggarapan lahan ini kemudian mendapat protes dari warga, termasuk warga eks transmigrasi di wilayah G1, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat, lantaran warga mengaku tidak pernah menjual lahan transmigrasi itu kepada perusahaan.

Hal serupa juga dilakukan oleh sejumlah warga Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung, Sukamara, yang merasa lahannya dirampas paksa oleh PT MMAL. Sengketa ini makin parah setelah warga mengetahui adanya perusakan makam leluhur Dayak di lahan yang digarap perusahaan.

Selain makam berusia ratusan tahun, di lahan tersebut juga tumbuh tanaman produktif yang menjadi sumber penghidupan warga sekitar.

Terpisah, Anggota Komisi III DPRD Kalteng Duwel Rawing memberi tanggapan atas kisruh yang terjadi di Sukamara, yang mana perusahaan menggusur makam leluhur warga di lahan yang digarap. Menurutnya anak perusahaan Grup Maktour itu seharusnya duduk bersama dengan masyarakat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran.

Baca Juga :  GP Ansor Kalteng Jadi Pioner

“Biasanya ada rapat di desa, masyarakat bisa memberi informasi bahwa ada area yang memang harus dijaga, dengan begitu perusahaan tahu dan bisa menghormati itu,” kata Duwel saat diwawancarai di ruang Komisi III, Senin (12/6).

Mantan Bupati Katingan ini menduga pihak perusahaan tidak tahu perihal keberadaan makam leluhur Dayak di lahan yang akan digarap sehingga terjadilah perusakan tersebut. Meski demikian, ia meminta perusahaan bertanggung jawab jika memang mengetahui keberadaan makam tersebut sebelum menggarap lahan.

“Wajib bagi perusahaan menghormati situs leluhur dan sakral masyarakat lokal, kalaupun sampai terjadi seperti ini, perusahaan harus bertanggung jawab,” tegas Duwel.

Ia menyebut bahwa perda terkait cagar budaya sudah ditetapkan pemerintah. Karena itu ia berharap pemerintah daerah bisa menyosialisasikan aturan tersebut.

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalteng H Rizky R Badjuri menyarankan kedua belah pihak agar menyelesaikan masalah ini melalui jalan damai berupa mediasi, sehingga tidak menjadi konflik berkepanjangan.

“Pada prinsipnya perusahaan pengelola kebun harus memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat yang ada di sekitar, terkait dengan konflik yang terjadi antara PT MMAL dengan masyarakat, ada baiknya diselesaikan secara musyawarah, dari musyawarah itu akan ada beragam kesepakatan nantinya,” ucap Rizky kepada Kalteng Pos saat ditemui di kantornya, Senin (12/6).

Pemerintah provinsi akan terus melakukan monitoring dan koordinasi dengan pihak pemerintah kabupaten mengenai penyelesaian konflik ini.

“Mudah-mudahan dari mediasi yang dilakukan bisa menghasilkan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, baik masyarakat maupun perusahaan,” tuturnya.

“Alangkah baiknya bagi perusahaan mengecek dahulu kondisi atau keadaan lahan sebelum digarap, pastikan apakah di lahan itu ada situs budaya dan lain-lain, sehingga dalam proses menggarap nanti tidak melanggar kearifan lokal masyarakat,” tambahnya. (lan/irj/dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/