PALANGKA RAYA–Sidang perkara narkotika dengan terdakwa Siti Komariyah alias Kokom digelar kembali di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (12/8/2024). Sidang lanjutan itu beragenda pemeriksaan terhadap terdakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim.
Salah satu pengakuan yang disampaikan Kokom dalam persidangan itu yakni dirinya memang membawa paket sabu saat ditangkap petugas Ditresnarkoba Polda Kalteng. Namun Kokom sama sekali tidak mengetahui berapa berat paket sabu itu. “Gak tahu berapa beratnya,” ucap Kokom menjawab pertanyaan jaksa Wagiman SH.
Diterangkan Kokom, keterlibatannya dalam kasus ini bermula saat dirinya dihubungi seorang bandar bernama Koh Hamsu. Dikatakan perempuan janda beranak satu itu, meski tidak pernah bertemu langsung dengan Koh Hamsu, tetapi ia pernah berkomunikasi dengan bandar narkotika itu.
“Kalau bertemu langsung tidak pernah, tapi komunikasi via telepon,” terang Kokom saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum, Wagiman SH. Kokom juga membenarkan bahwa komunikasi dengan Koh Hamsu dilakukan melalui ponsel merek I-Phone miliknya.
Kokom mengatakan, saat sedang berada di penginapan Wisma Grand Patria, Jalan Moris Ismail, Kota Palangka Raya, dirinya dihubungi Koh Hamsu dan menyuruhnya mengambil paket sabu tersebut. “Saudara ambil paket sabu di mana,” tanya jaksa penuntut.
“Di Jalan Antang, di pinggir jalan, dekat semak-semak,” terang Kokom dan mengaku menemukan paket sabu tersebut berdasarkan ciri-ciri lokasi yang disampaikan Koh Hamsu.
Setelah menemukan paket sabu itu, kemudian ia menyembunyikan di balik baju, lalu kembali ke Wisma Grand Patria tempatnya menginap.
Jaksa Wagiman sempat menanyakan alasan Kokom memilih menginap di wisma. “Saudara tidak punya rumah di Kota Palangka Raya,” tanya jaksa.
Kokom mengatakan, ia menginap di penginapan karena tidak memiliki tempat tinggal lagi di Kota Palangka Raya setelah bercerai dengan sang suami.
“Siapa suamimu,” tanya Wagiman lagi.
“Saleh, Pak” jawab terdakwa.
Diakui Kokom, proses perceraiannya dengan Saleh dilakukan sesuai peraturan pemerintah. Kokom juga mengaku bahwa ia memang tidak mengetahui identitas pembeli paket sabu itu. Ketidaktahuannya itu lantaran komunikasi awal terkait rencana pembelian sabu itu bukan dilakukan olehnya, melainkan oleh tersangka bernama Acil (DPO).
“Bukan dengan saya komunikasi awalnya, Pak, tetapi dengan Acil,” tutur Kokom.
Dalam pengakuannya, Kokom juga mengatakan bahwa setelah memperoleh paket sabu itu, kemudian ia disuruh Koh Hamsu untuk datang bertemu dengan Acil di Wisma Tulip, Jalan Menteng IV.
Kokom pun mendatangi Wisma Tulip dengan menggunakan jasa ojek online. Sesampainya di wisma itu, Kokom mengaku bertemu Acil, lalu mengajaknya masuk ke salah satu kamar, hingga kemudian ditangkap petugas kepolisian.
Kokom juga sempat ditanya soal alasannya mau disuruh Koh Hamsu mengantarkan paket sabu itu. Menurut Kokom, ia nekat mengantar paket sabu tersebut, karena Koh Hamsu berjanji akan memberikannya sebagian dari uang hasil penjualan paket sabu tersebut, yaitu sebesar Rp65 juta.
Kokom mengaku dirinya memang sedang memerlukan uang untuk biaya pengobatan ibunya yang sedang sakit di kampung halaman, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Ia juga mengaku tidak tahu berapa harga transaksi sabu tersebut.
Terkait janji uang dari Koh Hamsu sebanyak Rp65 juta, Kokom mengatakan sampai sekarang ia tidak pernah menerima uang yang dijanjikan itu. “Uangnya tidak pernah dikasih,” ucapnya lagi.
“Memangnya saudara tidak pernah dikirimin uang atau tidak pernah ditengok,” tanya Jaksa wagiman lagi.
“Tidak pernah,” ucap Kokom.
Saat ditanya jaksa penuntut terkait barang bukti sabu seberat hampir 100 gram dalam perkara ini, Kokom juga membenarkan bahwa dirinya turut hadir dan menyaksikan saat barang bukti sabu tersebut dimusnahkan oleh pihak Ditresnarkoba Polda kalteng.
“Waktu itu saudara membenarkan atau ada protes atau seperti apa,” tanya jaksa kepada terdakwa.
“Membenarkan,” jawab Kokom kepada jaksa.
Kemudian, saat ditanyakan ketua majelis hakim, Benyamin, apakah terdakwa yakin barang bukti yang dimusnahkan tersebut adalah barang bukti narkotika sabu dalam perkaranya, Kokom justru menjawab tidak tahu.
“Tadi kan ditanya jaksa terkait barang bukti yang dimusnahkan itu, memangnya kamu tahu yang dimusnahkan itu memang sabu,” tanya hakim Benyamin kepada Kokom.
“Tidak tahu,” jawab Kokom.
“Memangnya kamu tahu beratnya (barang bukti yang dimusnahkan) 98 sekian gram,” tanya hakim lagi.
“Tidak tahu,” ucap Kokom.
Setelah mendengar jawaban terdakwa, ketua majelis hakim mengingatkan kepada pihak kejaksaan, agar tiap kegiatan pemusnahan barang bukti perkara pidana narkotika perlu melibatkan pihak pengadilan untuk ikut menyaksikan proses pemusnahan barang bukti.
“Ke depannya tolong dikoordinasi, supaya kami tidak salah (dalam memutus perkara),” ucap hakim kepada jaksa penuntut.
Wagiman selaku jaksa penuntut menyatakan siap menyampaikan pesan majelis hakim tersebut kepada kepolisian. “Siap, Yang Mulia. Nanti saya sampaikan,” ucapnya.
Sidang perkara narkotika ini akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum dalam sidang yang akan digelar pada Senin (26/8/2024) atau dua pekan mendatang. (sja/ce/ala)