Kasus Tertinggi pada Bulan Juni
PALANGKA RAYA-Kemarau basah yang melanda wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) saat ini menyebabkan sering turun hujan. Kondisi ini dapat berpengaruh pada peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD). Karena itu dinas kesehatan mewanti-wanti masyarakat agar mewaspadai ancaman berbagai penyakit yang bisa muncul saat musim seperti ini.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul melalui Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit dr Riza Syahputra MAP mengatakan, sejauh ini belum terjadi peningkatan kasus DBD. Meski demikian, pihaknya tetap mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada, karena kasus DBD tetap berpotensi meningkat.
“Kalau kami ambil tren kasus tiga bulan terakhir se-Kalteng, Juli ada 29 kasus, Agustus malah turun jadi 14 kasus, lalu September sejauh ini per tanggal 9 ada 6 kasus,” bebernya, Senin (12/9).
Memang dilihat dari tren kasus DBD tiga bulan terakhir justru menunjukkan penurunan. Namun, bulan sebelumnya yaitu bulan Juni kasus DBD se-Kalteng menunjukkan angka paling tinggi. “Kalau kita lihat tren kasus di bulan Juni, itu angka paling tinggi tahun ini yaitu 114 kasus,” tuturnya.
Ia mengatakan, tingginya kasus yang terjadi bulan Juni lalu kemungkinan karena curah hujan yang tinggi. “Apakah bulan Juni puncak mucim hujan, bisa dimaknai seperti itu, jadi puncak kasus DBD untuk update data sejauh ini ada pada bulan Juni,” jelasnya.
Dari data yang terhimpun, pada Juni lalu tercatat ada 114 kasus DBD se-Kalteng. Kabupaten Kotawaringin Barat punya jumlah kasus tertinggi, yakni 69 kasus. “Kemungkinan selain curah hujan di sana yang lebih tinggi, juga dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan, karena lingkungan kotor menjadi tempat yang nyaman bagi nyamuk untuk bersarang dan berkembang biak,” ucapnya. Sementara kabupaten dengan jumlah kasus paling sedikit adalah Lamandau, yakni 1 kasus.
Melihat tren kasus pada bulan September, kendati sebagian besar wilayah Kalteng sering terjadi hujan dan pada beberapa wilayah sampai terjadi banjir, jumlah kasus DBD pada bulan ini baru berjumlah 6 kasus.
“Kalau kita lihat bulan September ini, anggap saja sekarang pertengahan bulan, kita lihat jumlah kasus saat ini yaitu enam kasus kalikan dua, jadi kurang lebih 11 atau 12 kasus kemungkinannya,” ucapnya.
“Kemungkinan lebih dari enam iya, tapi kalau melebihi kasus di bulan Agustus kita lihat juga curah hujan bulan ini,” tambahnya.
Pria yang malang melintang di dunia kesehatan ini memprediksi bahwa hingga akhir September nanti tren kasus DBD tidak akan melebihi jumlah kasus pada Juni lalu, karena kemungkinan kasusnya terjadi hanya dua kali lipat dari data yang ada.
“Prediksi saya sampai dengan akhir September ini kasusnya tidak akan melebihi Juni lalu, mungkin hanya sekitar 14 kasus yang terjadi,” tuturnya.
“Sampai update data terakhir sudah enam kasus, per bulan ini. Terbanyak di Barito Utara dengan jumlah lima kasus, kemudian ada satu kasus di Katingan,” tambahnya.
Dalam upaya menangani kasus DBD ini, pihaknya mengimbau masyarakat agar secepatnya mendatangi fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala-gejala yang menjurus ke sakit demam. “DBD ini bisa menyebabkan kematian kalau lambat ditangani. Kadang-kadang orang menyangka hanya demam biasa, tapi ternyata dalam tubuhnya ada virus demam berdarah,” ucapnya.
Lebih lanjut dr Riza mengatakan, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, akan menyebabkan syok yang bisa juga memicu kematian. Apabila anak-anak mengalami gejala panas yang tidak menurun walau sudah mengonsumsi obat-obatan, patut dicurigai adanya gejala DBD. Segeralah mendatangi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat penanganan medis.
“Petugas kesehatan akan menanganinya, baik di puskesmas pembantu, puskesmas desa, puskesmas, maupun rumah sakit,” ucapnya. Selain ditandai dengan suhu badan yang tak menurun, ciri lain dari gejala DBD adalah munculnya bintik-bintik merah pada kulit.
“Segeralah datang ke sarana kesehatan terdekat jika mengalami gejala-gejala seperti itu. Masa-masa kritis terjadi dalam kurun waktu tiga sampai lima hari sejak mengalami panas, jika tidak segera ditangani, bisa menyebabkan kematian,” tegasnya.
Dalam tubuh seseorang yang mengalami DBD, jumlah trombosit (keping darah) akan menurun. Ini akan sangat memengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Agar jumlah trombosit stabil, ada beberapa cara yang bisa diterapkan. Cara tradisional adalah dapat mengonsumsi terong belanda, karena bisa menaikkan jumlah trombosit. Akan tetapi bahan ini sulit didapatkan. Cara lain yang lebih mudah adalah dengan mengonsumsi minuman Buavita Jus Jambu. Minuman tersebut bisa meningkatkan jumlah trombosit dalam tubuh seseorang, karena jambu biji punya khasiat lebih baik dari buah lainnya dalam hal memproduksi sel-sel darah.
“Kami pernah coba terhadap pasien di Rumah Sakit Kuala, selain mengandalkan cairan melalui infus, mereka juga diberi Buavita Jus Jambu untuk dikonsumsi, hasilnya ada peningkatan jumlah trombosit,” bebernya.
Karena itu dr Riza menyarankan kepada masyarakat yang menderita DBD agar menjalani terapi sebagaimana yang dianjurkan tenaga medis. Ia juga mengimbau masyarakat untuk sepenuhnya percaya kepada tenaga kesehatan yang sudah dilatih secara kontinyu. (*dan/ce/ala/ko)