Dikatakan Suyuti, hepatitis akut misterius merebak di Inggis, kemudian tersebar ke 15 negara, termasuk Indonesia. Sebagian besar menyerang anak di bawah usia 16 tahun. Paling banyak yang berusia 5 tahun.
Menurutnya, sejauh ini hepatitis akut misterius belum terdeteksi masuk di Kalteng. “Sejak awal kami sudah meminta penguatan sistem kewaspadaan dini (SKD). Tidak hanya terhadap hepatitis, tetapi untuk semua penyakit yang berpotensi menjadi wabah dan kejadian luar biasa (KLB). “Sampai saat ini, SKD belum mendeteksi adanya kasus seperti itu,” tuturnya.
Dikatakan Suyuti, karena penularanya melalui pencernaan, kemungkinan besar hepatitis akut misterius tidak akan masuk ke Kalteng dalam waktu dekat. Berbeda dengan Covid-19 yang penularanya melalui pernafasan. Penyebaran akan lebih lambat jika melewati pencernaan. Kalaupun terjadi penularan, maka kemungkinan terjadi di daerah-daerah tertentu saja atau bersifat lokal.
“Jadi tingkat kekhawatiran tidak setinggi menghadapi Covid-19. Karena kemungkinan menjadi pandemi hampir mustahil. Penularannya sangat terbatas dan pencegahannya pun sangat mudah,” kata Suyuti.“Cukup cuci tangan dengan sabun pada air mengalir sebelum menyentuh dan mengolah makanan, insyaallah aman. Tidak perlu takut berlebihan, karena itu justru akan menimbulkan penyakit lain,” tambahnya.
Suyuti memastikan bahwa Pemprov Kalteng akan tetap dan terus melakukan upaya pencegahan, agar penyakit tersebut tidak sampai masuk ke Kalteng. Selain adanya beberapa kebijakan pengetatan pada pintu masuk dan keluar Kalteng, pihaknya juga terus melakukan pemantauan di lapangan.
“Kami minta kepada puskesmas memantau dan mengimbau masyarakat. Kalau menemukan ada anak-anak yang mengalami gejala seperti dijelaskan tadi, maka segera bawa ke puskesmas, posyandu, atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” pungkasnya. (*/ce/ala)