Jumat, November 22, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Gelontoran Dana dan Penjara Belum Selesaikan Masalah

POLDA Kalteng mengklaim bahwa penindakan terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan berhasil menekan frekuensi kebakaran dalam dua tahun terakhir. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Pol Kismanto Eko Saputro menyebut, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini ada peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang berdampak pada turunnya jumlah kasus kebakaran. “Hal ini menunjukkan bahwa penindakan yang diterapkan tahun lalu telah menimbulkan efek positif dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayahnya dari karhutla,” kata dia.

Menurut Kismanto, salah satu penindakan yang dilakukan kepolisian yakni terhadap oknum-oknum yang mengatasnamakan peladang. Oknum semacam itu disasar karena lahan yang terbakar umumnya lahan kosong yang tidak pernah digunakan untuk berladang sebelumnya.

Kabar yang beredar di publik menyebutkan, perusahaan biasanya menggunakan modus membeli lahan warga yang telah dibakar dan dibersihkan. Menanggapi soal campur tangan perusahaan yang menggunakan warga untuk membakar lahan, Kismanto mengaku belum menemukan indikasi praktik itu. “Kami  akan meneliti informasi tersebut,” ujarnya.

Tak hanya menindak individu, pada 2019 lalu Polda Kalteng juga menindak tiga perusahaan sawit yang dianggap lalai, yaitu PT. Kapuas Sawit Sejahtera (KSS) di Kapuas, PT. Palmindo Gemilang Kencana (PGK) di Palangka Raya, dan PT. Gawi Bahandep Sawit Me­kar (GBSM) di Seruyan. Manajer kebun ketiga perusahaan tersebut diseret ke pengadilan.

Namun sangat disesalkan bahwa vonis yang dijatuhkan tak sampai dua tahun penjara. Ditilik dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Abdul Hamid selaku manajer kebun PT GBSM telah terbukti secara sah dan menyakin­kan bersalah melakukan tindak pidana atas kelalaian yang mengakibatkan dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Dia divonis satu tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kuru­ngan selama satu bulan. Sama persis dengan vonis yang diterima Manajer Kebun PT. KSS Sugiarto. Sementara, Manajer Kebun PT. PGK dijatuhi vonis satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp2 miliar atau diganti satu bulan kurungan.

Baca Juga :  Penyekatan Arus Balik Diperketat

Lantas mengapa kepolisian tidak menjerat sebagai kejahatan korporasi atas terjadi­nya kebakaran di lahan konsesi? Berdasarkan ke­terangan ahli, kata Kismanto, korporasi dapat dijadikan subjek hukum tindak pidana apabila sudah memenuhi unsur. Adapun unsur tindak pidana diperoleh atas dasar keterangan dari pengurus perusahaan, karena laporan kegiatan perusahaan juga disampaikan ke direksi selaku penanggung jawab korporasi.

“Korporasi tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada pengurus sebagai subjek yang ditunjuk oleh korporasi dalam menjalankan organisasi tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hukum tindak pidana adalah perorangan atau pengurus, jadi manajer perusahaan yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng terus menggaungkan perlunya evaluasi perizinan perkebunan sawit untuk meminimalkan tindak pidana. Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas N Harnoto menyampaikan, berdasarkan data yang dirangkum Walhi, sepanjang 2015 terdapat 2.063 titik api di lahan gambut, 2.306 titik api di lahan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan 8.119 titik api di Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Ini berdasarkan data yang dikumpulkan oleh satelit Modis (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), belum termasuk yang terdata oleh satelit VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite),” katanya.

Ada beberapa perusahaan yang disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Antara lain PT. Central Sejahtera Sukses Palangka Raya seluas 400 hektare, PT. Arjuna Utama Sawit Kati­ngan (100 hektare), PT. Hutan Sawit Lestari Katingan (400 hektare), PT. Nusantara Sawit Persada Kotim (1.000 hektare), PT. Globalindo Alam Perkasa Kotim (500 hektare), PT. Suryamas Cipta Perkasa Pulang Pisau (2.000 hektare), PT. Menteng Kencana Mas Pulang Pisau (1.000 hektare), PT. Bahaur Era Sawit Tama Pulang Pisau (200 hektare), PT. Karya Luhur Sejati Pulang Pisau (200 hektare), dan ­­
PT. Berkah Alam Fajar Mas Pulang Pisau (200 hektare).

Data perusahaan yang disegel tersebut berdasarkan rilis Kementerian Lingku­ngan Hidup pada 23 September 2015. Dimas mengimbuhkan, data ini belum mencakup data yang dipegang oleh Satuan Tugas Karhutla Polda Kalteng yang menetapkan lima perusahan sebagai tersangka, yakni PT. ASP, PT. GAP, PT. MBA,
PT. PEAK, dan PT. KMS.

Baca Juga :  Ketika Kalteng Peringkat Pertama Kepatuhan Menggunakan Masker

Sedangkan pada 2019, lanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup telah menyegel sembilan perusahaan karena terjadi kebakaran di area konsesi masing-masing. Tiga di antara perusahaan-perusahaan tersebut kemudian disidik, yakni PT. Kumai Sentosa, PT. International Forest Plantation, dan PT. Arjuna Utama Sawit.

Dikatakan Dimas, saat bencana kebakaran 2015 dan 2019, ada beberapa perusahaan yang mengalami kebakaran di lahan yang sama. Ia meyakini apabila fakta lapangan ditelusuri lebih dalam, maka akan ditemukan lebih banyak lagi perusahaan yang lokasinya terbakar pada dua tahun itu. “Pemerintah harus meng­evaluasi izin. Jika moratorium sawit tak diperpanjang, jangan dengan mudah memberikan izin, terutama di sekitar TNTP dan TNS,” tegasnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Pe­nanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD-PK) Kalteng Erlin Hardi melalui Kepala Sub Bidang (KSB) Kedaruratan Alpius Patanan menuturkan, anggaran untuk pemadaman karhutla pada 2015 lalu yang berasal dari APBD Kalteng mencapai Rp2 miliar dan APBD kabupaten/kota sekitar Rp8 miliar. Kemudian anggaran untuk pemadaman karhutla pada 2019 yang bersumber dari APBD Kalteng sekitar Rp10,6 miliar.

Sedangkan dana pusat berupa Dana Siap Pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2015 sekitar Rp20,5 miliar; disalurkan ke provinsi, kabupaten/kota, Korem 102/Pjg, dan Polda Kalteng. Empat tahun kemudian, dana tersebut bertambah menjadi sekitar Rp25 miliar.

“Dukungan DSP dari BNPB dapat diluncurkan ketika sudah ada penetapan status keadaan darurat bencana karhutla, baik itu untuk dukungan operasional personel pemadaman darat maupun dukungan operasi helikopter patroli, water bombing, dan teknologi modifikasi cuaca,” ujar Erlin. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, dana desa juga sudah bisa digunakan oleh pemerintah desa untuk upaya pencegahan  dan pemadaman kebakaran hutan dan  lahan. (son/nue/abw/ce/ram)

POLDA Kalteng mengklaim bahwa penindakan terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan berhasil menekan frekuensi kebakaran dalam dua tahun terakhir. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Pol Kismanto Eko Saputro menyebut, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini ada peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang berdampak pada turunnya jumlah kasus kebakaran. “Hal ini menunjukkan bahwa penindakan yang diterapkan tahun lalu telah menimbulkan efek positif dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayahnya dari karhutla,” kata dia.

Menurut Kismanto, salah satu penindakan yang dilakukan kepolisian yakni terhadap oknum-oknum yang mengatasnamakan peladang. Oknum semacam itu disasar karena lahan yang terbakar umumnya lahan kosong yang tidak pernah digunakan untuk berladang sebelumnya.

Kabar yang beredar di publik menyebutkan, perusahaan biasanya menggunakan modus membeli lahan warga yang telah dibakar dan dibersihkan. Menanggapi soal campur tangan perusahaan yang menggunakan warga untuk membakar lahan, Kismanto mengaku belum menemukan indikasi praktik itu. “Kami  akan meneliti informasi tersebut,” ujarnya.

Tak hanya menindak individu, pada 2019 lalu Polda Kalteng juga menindak tiga perusahaan sawit yang dianggap lalai, yaitu PT. Kapuas Sawit Sejahtera (KSS) di Kapuas, PT. Palmindo Gemilang Kencana (PGK) di Palangka Raya, dan PT. Gawi Bahandep Sawit Me­kar (GBSM) di Seruyan. Manajer kebun ketiga perusahaan tersebut diseret ke pengadilan.

Namun sangat disesalkan bahwa vonis yang dijatuhkan tak sampai dua tahun penjara. Ditilik dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Abdul Hamid selaku manajer kebun PT GBSM telah terbukti secara sah dan menyakin­kan bersalah melakukan tindak pidana atas kelalaian yang mengakibatkan dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Dia divonis satu tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kuru­ngan selama satu bulan. Sama persis dengan vonis yang diterima Manajer Kebun PT. KSS Sugiarto. Sementara, Manajer Kebun PT. PGK dijatuhi vonis satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp2 miliar atau diganti satu bulan kurungan.

Baca Juga :  Penyekatan Arus Balik Diperketat

Lantas mengapa kepolisian tidak menjerat sebagai kejahatan korporasi atas terjadi­nya kebakaran di lahan konsesi? Berdasarkan ke­terangan ahli, kata Kismanto, korporasi dapat dijadikan subjek hukum tindak pidana apabila sudah memenuhi unsur. Adapun unsur tindak pidana diperoleh atas dasar keterangan dari pengurus perusahaan, karena laporan kegiatan perusahaan juga disampaikan ke direksi selaku penanggung jawab korporasi.

“Korporasi tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada pengurus sebagai subjek yang ditunjuk oleh korporasi dalam menjalankan organisasi tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hukum tindak pidana adalah perorangan atau pengurus, jadi manajer perusahaan yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng terus menggaungkan perlunya evaluasi perizinan perkebunan sawit untuk meminimalkan tindak pidana. Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas N Harnoto menyampaikan, berdasarkan data yang dirangkum Walhi, sepanjang 2015 terdapat 2.063 titik api di lahan gambut, 2.306 titik api di lahan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan 8.119 titik api di Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Ini berdasarkan data yang dikumpulkan oleh satelit Modis (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), belum termasuk yang terdata oleh satelit VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite),” katanya.

Ada beberapa perusahaan yang disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Antara lain PT. Central Sejahtera Sukses Palangka Raya seluas 400 hektare, PT. Arjuna Utama Sawit Kati­ngan (100 hektare), PT. Hutan Sawit Lestari Katingan (400 hektare), PT. Nusantara Sawit Persada Kotim (1.000 hektare), PT. Globalindo Alam Perkasa Kotim (500 hektare), PT. Suryamas Cipta Perkasa Pulang Pisau (2.000 hektare), PT. Menteng Kencana Mas Pulang Pisau (1.000 hektare), PT. Bahaur Era Sawit Tama Pulang Pisau (200 hektare), PT. Karya Luhur Sejati Pulang Pisau (200 hektare), dan ­­
PT. Berkah Alam Fajar Mas Pulang Pisau (200 hektare).

Data perusahaan yang disegel tersebut berdasarkan rilis Kementerian Lingku­ngan Hidup pada 23 September 2015. Dimas mengimbuhkan, data ini belum mencakup data yang dipegang oleh Satuan Tugas Karhutla Polda Kalteng yang menetapkan lima perusahan sebagai tersangka, yakni PT. ASP, PT. GAP, PT. MBA,
PT. PEAK, dan PT. KMS.

Baca Juga :  Ketika Kalteng Peringkat Pertama Kepatuhan Menggunakan Masker

Sedangkan pada 2019, lanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup telah menyegel sembilan perusahaan karena terjadi kebakaran di area konsesi masing-masing. Tiga di antara perusahaan-perusahaan tersebut kemudian disidik, yakni PT. Kumai Sentosa, PT. International Forest Plantation, dan PT. Arjuna Utama Sawit.

Dikatakan Dimas, saat bencana kebakaran 2015 dan 2019, ada beberapa perusahaan yang mengalami kebakaran di lahan yang sama. Ia meyakini apabila fakta lapangan ditelusuri lebih dalam, maka akan ditemukan lebih banyak lagi perusahaan yang lokasinya terbakar pada dua tahun itu. “Pemerintah harus meng­evaluasi izin. Jika moratorium sawit tak diperpanjang, jangan dengan mudah memberikan izin, terutama di sekitar TNTP dan TNS,” tegasnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Pe­nanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD-PK) Kalteng Erlin Hardi melalui Kepala Sub Bidang (KSB) Kedaruratan Alpius Patanan menuturkan, anggaran untuk pemadaman karhutla pada 2015 lalu yang berasal dari APBD Kalteng mencapai Rp2 miliar dan APBD kabupaten/kota sekitar Rp8 miliar. Kemudian anggaran untuk pemadaman karhutla pada 2019 yang bersumber dari APBD Kalteng sekitar Rp10,6 miliar.

Sedangkan dana pusat berupa Dana Siap Pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2015 sekitar Rp20,5 miliar; disalurkan ke provinsi, kabupaten/kota, Korem 102/Pjg, dan Polda Kalteng. Empat tahun kemudian, dana tersebut bertambah menjadi sekitar Rp25 miliar.

“Dukungan DSP dari BNPB dapat diluncurkan ketika sudah ada penetapan status keadaan darurat bencana karhutla, baik itu untuk dukungan operasional personel pemadaman darat maupun dukungan operasi helikopter patroli, water bombing, dan teknologi modifikasi cuaca,” ujar Erlin. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, dana desa juga sudah bisa digunakan oleh pemerintah desa untuk upaya pencegahan  dan pemadaman kebakaran hutan dan  lahan. (son/nue/abw/ce/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/