Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

OC Kaligis: Menutup Jalan di Tanah Sendiri kok Jadi Terdakwa

PALANGKA RAYA-Sidang kasus pidana dugaan pemalsuan surat dan pelanggaran Undang-Undang Pertambangan digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (14/2). Hj Misniati duduk sebagai terdakwa setelah dilaporkan oleh PT Senamas Energendo Mineral (PT SEM), Barito Timur.

Sidang kali ini menjadi perhatian pengunjung, lantaran terdakwa didampingi pengacara kondang Prof Dr Otto Cornelis Kaligis. Pria kelahiran Makassar itu merasa kliennya dikriminalisasi dengan pasal yang menurutnya tidak masuk akal. Sebab, pemortalan atau penutupan jalan yang dilakukan almarhum suami kliennya itu dilakukan di lahan milik sendiri di Desa Jaweten, Kecamatan Dusun Timur, Barito Timur. Tanah yang sudah ada akses jalan itu dijadikan mobilisasi kendaraan pengangkut hasil bumi.

Dalam sidang, OC Kaligis, sapaan akrabnya, menghadirkan dua saksi a de charge, Hamzah dan Timbang. Mereka secara bergantian memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Irfanul Hakim.

Timbang yang merupakan sopir pribadi Hj Misniati sedari 2012 menjelaskan, tanah yang dijadikan jalan hauling itu, sepengetahuannya memang milik bosnya.

Timbang juga mengaku mengetahui soal penutupan jalan hauling yang dilakukan oleh suami Hj Misniati.

Ia juga menemani Hj Misniati memenuhi undangan PT SEM melakukan mediasi. “Oleh pihak perusahaan disuruh datang, katanya mau mediasi. Saya enggak ikut jalannya mediasi, tapi yang jelas tidak ada kesepakatan,” kata Timbang ketika ditanya ketua majelis hakim.

Sementara saksi kedua, Hamzah yang merupakan karyawan di perusahaan milik Hj Misniati, dalam kesaksiannya menceritakan awal mula pembelian tanah di Desa Jaweten tersebut. Hj Misniati bercerita kalau ada temannya yang menawari lahan.

Baca Juga :  Hasil Pemeriksaan Kasus Penyegelan Ribuan Kubik Kayu PT HPL Belum Ada Titik Terang

Pria yang sudah lebih 20 tahun bekerja dengan Hj Misniati itu menyebut, penandatanganan transaksi jual beli tanah antara Hj Misniati dengan pemilik tanah disaksikan oleh Kepala Desa Jaweten saat itu, Asriadi. Setelah proses jual beli tahun 2004, Hamzah juga melihat langsung pembuatan jalan di atas lahan 2.361 m x 20 m itu. “Proses pembuatan jalan sempat dihentikan karena ada warga yang minta pembayaran pelunasan, dan itu sudah dibereskan,” sebutnya.

“Jadi yang membuat jalan itu bukan perusahaan (PT SEM, red)?” tanya OC Kaligis.

“Bukan Pak, sebelum dibangun jalan, di situ wilayah kebun karet,” jawab Hamzah dengan tegas.

Terkait penutupan jalan, Hamzah mengaku mengetahui kejadian itu. Bahkan Hamzah juga mengaku ikut mengirim surat ke berbagai instansi terkait pemberitahuan penutupan jalan tersebut.

“Ya, itu daftar pemberitahuannya, Pak,” celetuk Hamzah ketika ditunjuk dokumen bukti daftar instansi pemerintah dan pihak terkait yang mendapat pemberitahuan penutupan jalan.

Menanggapi keterangan kedua saksi, kepada majelis hakim terdakwa Hj Misniati membenarkan seluruh keterangan yang disampaikan itu.

Ditemui usai sidang, di hadapan awak media OC Kaligis menanggapi kesaksian Hamzam dan Timbang. Menurutnya, berdasarkan kesaksian kedua saksi terbukti bahwa penutupan jalan hauling itu punya pendasaran, karena Hj Misniati merupakan empunya lahan.

“Dia kan menutup jalan di atas tanahnya sendiri, kok malah dijadikan tersangka dan didudukkan jadi terdakwa. Dia yang punya, jadi dari mens rea, enggak mungkin mau tutup jalan, pakai minta izin koramil, kapolres dan lain sebagainya,” ucap OC Kaligis.

Baca Juga :  Petani Terdampak Wabah Tungro Terima Benih Varietas Unggul

Berdasarkan fakta-fakta sidang, OC Kaligis menilai kliennya tidak melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum. “Klien kami harus diputus bebas dari seluruh dakwaan dalam perkara ini,” tegasnya.

Pada sidang pekan lalu, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Kalteng, Dwinanto Agung Wibowo SH menghadirkan dua orang saksi ahli. Mereka adalah Ade Adhari selaku ahli hukum pidana dari Universitas Tarumanagara dan saksi ahli dari Kantor BPN Kalteng, Gusti Alfianur.

OC Kaligis menyebut, berdasarkan fakta sidang termasuk keterangan saksi ahli dari BPN Kalteng, lahan yang dimaksud bukan merupakan milik PT SEM yang merupakan pelapor dalam kasus ini dan tidak terdaftar di BPN.

“Dari fakta sidang tidak ada bukti kalau beliau menghalang-halangi jalan milik perusahaan, karena memang tanah itu bukan milik perusahaan,” bebernya.

PT SEM, sebutnya, pernah mau membayar uang ganti rugi kepada Hj Misniati senilai Rp500 juta. “Tawaran itu membuktikan kalau itu bukan tanahnya mereka (PT SEM),” tegasnya lagi.

Bukti kepemilikan dan pembelian tanah milik kliennya sah. Kepala Desa Jaweten sendiri saat menjadi saksi di persidangan, membenarkan bahwa tanah tersebut sudah menjadi milik Hj Misniati.

“Ada pengakuan Kades Jaweten yang mengaku mencabut surat SKT miliknya tahun 2022 atas desakan pihak PT SEM. Ada surat dari perusahaan yang bilang tanah saya itu hutan lindung, kalau pak kades enggak cabut, akan dipenjarakan, begitu sih pengakuan kades sama saya,” tambah Hj Misniati di hadapan media. (ram/ce)

PALANGKA RAYA-Sidang kasus pidana dugaan pemalsuan surat dan pelanggaran Undang-Undang Pertambangan digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (14/2). Hj Misniati duduk sebagai terdakwa setelah dilaporkan oleh PT Senamas Energendo Mineral (PT SEM), Barito Timur.

Sidang kali ini menjadi perhatian pengunjung, lantaran terdakwa didampingi pengacara kondang Prof Dr Otto Cornelis Kaligis. Pria kelahiran Makassar itu merasa kliennya dikriminalisasi dengan pasal yang menurutnya tidak masuk akal. Sebab, pemortalan atau penutupan jalan yang dilakukan almarhum suami kliennya itu dilakukan di lahan milik sendiri di Desa Jaweten, Kecamatan Dusun Timur, Barito Timur. Tanah yang sudah ada akses jalan itu dijadikan mobilisasi kendaraan pengangkut hasil bumi.

Dalam sidang, OC Kaligis, sapaan akrabnya, menghadirkan dua saksi a de charge, Hamzah dan Timbang. Mereka secara bergantian memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Irfanul Hakim.

Timbang yang merupakan sopir pribadi Hj Misniati sedari 2012 menjelaskan, tanah yang dijadikan jalan hauling itu, sepengetahuannya memang milik bosnya.

Timbang juga mengaku mengetahui soal penutupan jalan hauling yang dilakukan oleh suami Hj Misniati.

Ia juga menemani Hj Misniati memenuhi undangan PT SEM melakukan mediasi. “Oleh pihak perusahaan disuruh datang, katanya mau mediasi. Saya enggak ikut jalannya mediasi, tapi yang jelas tidak ada kesepakatan,” kata Timbang ketika ditanya ketua majelis hakim.

Sementara saksi kedua, Hamzah yang merupakan karyawan di perusahaan milik Hj Misniati, dalam kesaksiannya menceritakan awal mula pembelian tanah di Desa Jaweten tersebut. Hj Misniati bercerita kalau ada temannya yang menawari lahan.

Baca Juga :  Hasil Pemeriksaan Kasus Penyegelan Ribuan Kubik Kayu PT HPL Belum Ada Titik Terang

Pria yang sudah lebih 20 tahun bekerja dengan Hj Misniati itu menyebut, penandatanganan transaksi jual beli tanah antara Hj Misniati dengan pemilik tanah disaksikan oleh Kepala Desa Jaweten saat itu, Asriadi. Setelah proses jual beli tahun 2004, Hamzah juga melihat langsung pembuatan jalan di atas lahan 2.361 m x 20 m itu. “Proses pembuatan jalan sempat dihentikan karena ada warga yang minta pembayaran pelunasan, dan itu sudah dibereskan,” sebutnya.

“Jadi yang membuat jalan itu bukan perusahaan (PT SEM, red)?” tanya OC Kaligis.

“Bukan Pak, sebelum dibangun jalan, di situ wilayah kebun karet,” jawab Hamzah dengan tegas.

Terkait penutupan jalan, Hamzah mengaku mengetahui kejadian itu. Bahkan Hamzah juga mengaku ikut mengirim surat ke berbagai instansi terkait pemberitahuan penutupan jalan tersebut.

“Ya, itu daftar pemberitahuannya, Pak,” celetuk Hamzah ketika ditunjuk dokumen bukti daftar instansi pemerintah dan pihak terkait yang mendapat pemberitahuan penutupan jalan.

Menanggapi keterangan kedua saksi, kepada majelis hakim terdakwa Hj Misniati membenarkan seluruh keterangan yang disampaikan itu.

Ditemui usai sidang, di hadapan awak media OC Kaligis menanggapi kesaksian Hamzam dan Timbang. Menurutnya, berdasarkan kesaksian kedua saksi terbukti bahwa penutupan jalan hauling itu punya pendasaran, karena Hj Misniati merupakan empunya lahan.

“Dia kan menutup jalan di atas tanahnya sendiri, kok malah dijadikan tersangka dan didudukkan jadi terdakwa. Dia yang punya, jadi dari mens rea, enggak mungkin mau tutup jalan, pakai minta izin koramil, kapolres dan lain sebagainya,” ucap OC Kaligis.

Baca Juga :  Petani Terdampak Wabah Tungro Terima Benih Varietas Unggul

Berdasarkan fakta-fakta sidang, OC Kaligis menilai kliennya tidak melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum. “Klien kami harus diputus bebas dari seluruh dakwaan dalam perkara ini,” tegasnya.

Pada sidang pekan lalu, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Kalteng, Dwinanto Agung Wibowo SH menghadirkan dua orang saksi ahli. Mereka adalah Ade Adhari selaku ahli hukum pidana dari Universitas Tarumanagara dan saksi ahli dari Kantor BPN Kalteng, Gusti Alfianur.

OC Kaligis menyebut, berdasarkan fakta sidang termasuk keterangan saksi ahli dari BPN Kalteng, lahan yang dimaksud bukan merupakan milik PT SEM yang merupakan pelapor dalam kasus ini dan tidak terdaftar di BPN.

“Dari fakta sidang tidak ada bukti kalau beliau menghalang-halangi jalan milik perusahaan, karena memang tanah itu bukan milik perusahaan,” bebernya.

PT SEM, sebutnya, pernah mau membayar uang ganti rugi kepada Hj Misniati senilai Rp500 juta. “Tawaran itu membuktikan kalau itu bukan tanahnya mereka (PT SEM),” tegasnya lagi.

Bukti kepemilikan dan pembelian tanah milik kliennya sah. Kepala Desa Jaweten sendiri saat menjadi saksi di persidangan, membenarkan bahwa tanah tersebut sudah menjadi milik Hj Misniati.

“Ada pengakuan Kades Jaweten yang mengaku mencabut surat SKT miliknya tahun 2022 atas desakan pihak PT SEM. Ada surat dari perusahaan yang bilang tanah saya itu hutan lindung, kalau pak kades enggak cabut, akan dipenjarakan, begitu sih pengakuan kades sama saya,” tambah Hj Misniati di hadapan media. (ram/ce)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/