PALANGKA RAYA – Untuk memastikan jalannya program makan bergizi gratis (MBG) di Kalimantan Tengah (Kalteng), Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kluster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, berkunjung ke Kota Palangka Raya, Jumat (14/2).

Dalam kunjungannya, ia berkesempatan untuk hadir dalam Podcast Ruang Redaksi. Tidak hanya itu, dari 16 sekolah penerima manfaat di kota ini, ia memilih dua sekolah untuk dikunjungi, yakni SDN 7 Palangka dan SDN 11 Palangka. Di sana, ia ingin melihat sendiri bagaimana program ini berdampak pada anak-anak, memastikan setiap siswa mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung proses belajar mereka.
Aris Adi Leksono bersama timnya melangkah ke halaman SDN 11 Palangka. Hari itu, kunjungan mereka bukan sekadar agenda biasa, melainkan inspeksi mendadak atau sidak untuk meninjau langsung pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tak ada pengumuman sebelumnya, tak ada persiapan khusus dari pihak sekolah. Semua berjalan alami, apa adanya.
Ketika memasuki sekolah, Aris langsung menuju ruang kepala sekolah. Perbincangan mengalir ringan, tetapi penuh makna. Ia ingin mengetahui sejauh mana MBG berjalan, apakah ada kendala, dan bagaimana tanggapan para siswa. Setelah berbincang, Aris pun memasuki salah satu kelas, tempat anak-anak sedang menikmati makanan yang disediakan.
Namun, di tengah kunjungannya, seorang anak melapor bahwa buah dalam tempat makannya tidak ada. Temuan ini menjadi catatan penting bagi KPAI, mengingat distribusi makanan harus merata dan sesuai standar. Aris juga mencatat bahwa buah yang diberikan berbeda-beda ada yang mendapat pisang, ada yang mendapat semangka. Ini menunjukkan perlunya peningkatan koordinasi agar tidak ada perbedaan dalam penyajian menu.
Di meja-meja makan anak-anak, terlihat variasi menu yang telah disediakan, nasi kuning, ayam masak merah, oseng kacang dan wortel, serta buah.
Kunjungan Aris bukan hanya sekadar observasi, tetapi juga membawa banyak catatan evaluatif. Saat hadir di Podcast Ruang Redaksi, di Hotel Afrika Palangka Raya, Aris menyampaikan sejumlah hal penting saat kunjungannya di Kota Cantik ini. Salah satunya mengenai penggunaan bahan plastik dalam penyajian makanan. Menurutnya, penggunaan stainless steel akan jauh lebih baik demi menjaga kebersihan dan higienitas makanan.
“Di beberapa daerah lain sudah mulai beralih ke bahan stainless. Ini sebaiknya diterapkan di sini juga untuk memastikan makanan tetap terjaga kebersihannya,” ucapnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya menambah variasi menu. Sejauh ini, anak-anak telah menikmati menu seperti ayam, ikan, dan telur. Namun, menu daging masih belum tersedia. Tak hanya itu, ia juga menyarankan agar MBG dapat mencakup susu sebagai tambahan nutrisi.
“Daging juga penting sebagai sumber protein. Semoga ke depan bisa dimasukkan dalam menu,” harapnya.
Dalam podcast tersebut, Aris menegaskan bahwa MBG tidak boleh hanya menjadi program penyediaan makanan, tetapi juga harus dibarengi dengan edukasi gizi kepada anak-anak dan orang tua.
Badan Gizi Nasional juga harus diperkuat agar program ini berjalan dengan lebih efektif dan hasilnya maksimal.
“Tiga pilar ini harus berjalan bersama. Jika edukasi dan distribusi makanan dilakukan dengan baik, maka program ini bisa memberikan dampak besar bagi tumbuh kembang anak-anak kita,” ujar Aris dalam pembicaraan.
Dari pengamatannya, Aris melihat bahwa koordinasi antara berbagai pihak masih perlu diperkuat. Menurutnya, Badan Gizi Nasional Provinsi Kalteng dan SPPG harus lebih intens berkoordinasi dengan sekolah untuk memahami kondisi siswa secara lebih mendalam. Salah satu temuan yang ia dapatkan adalah ada anak-anak yang tidak menyukai sayur. Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan edukasi, maka manfaat gizi yang diharapkan tidak akan maksimal.
“Di Jakarta, kami menemukan ada anak yang bahkan tidak suka nasi. Jika ada kasus serupa di Palangka Raya, sekolah harus bisa mengakomodasi dengan menu alternatif yang tetap bergizi,” jelasnya.
Ia juga mendorong adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas mengenai proses pengolahan makanan, pendistribusian, hingga penyajiannya di sekolah. Dengan adanya SOP, maka hak belajar anak tidak akan terganggu akibat keterlambatan pengantaran makanan.
“Kami berharap ada koordinasi minimal seminggu sekali antara dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan badan gizi provinsi. Ini penting agar semua berjalan sesuai harapan,” tegas Aris.
Di tengah evaluasi yang ia berikan, Aris juga mengapresiasi langkah SDN 11 Palangka yang telah melakukan pengecekan kualitas makanan sebelum memberikannya kepada siswa. Hal ini menjadi langkah preventif agar tidak ada kejadian makanan basi atau tidak layak konsumsi seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Katanya, harapan besar dari masyarakat adalah agar program MBG dapat diperluas. Tidak hanya menyasar sekolah-sekolah negeri, tetapi juga madrasah, pondok pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya. Dengan begitu, lebih banyak anak Indonesia yang bisa mendapatkan manfaat dari program ini.
“Kami ingin memastikan bahwa program ini bukan sekadar memberi makan, tetapi benar-benar memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak-anak kita,” pungkas Aris.
Pasalnya, dengan latar belakang sebagai seorang pendidik selama 15 tahun sebelum bergabung dengan KPAI, ia memahami betul bahwa asupan gizi yang baik adalah kunci bagi anak-anak dalam menjalani proses belajar.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 11 Palangka, Rahmawati, mengungkapkan bahwa program MBG sangat membantu para siswa, meskipun masih ada tantangan seperti keterlambatan pengantaran makanan.
“Kami memiliki 148 murid dan sejauh ini tidak ada kendala besar, hanya saja memang ada anak yang tidak suka sayur. Tapi kami akan terus juga memastikan agar makanan ini tetap dikonsumsi dengan baik oleh semua siswa,” ujarnya.
Dengan berbagai catatan dan rekomendasi yang diberikan, sidak yang dilakukan Komisioner KPAI ini menjadi bukti bahwa program MBG menjadi sebuah langkah nyata dalam membangun generasi yang lebih sehat dan cerdas. Kini, tugas semua pihak adalah terus berkoordinasi dan berinovasi agar program ini semakin baik dan berdampak luas bagi anak-anak Indonesia. (ovi/ala)