PALANGKA RAYA-Dualisme kepenguruan yayasan penyelenggara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Tambun Bungai terus bergulir. Kondisi ini membuat Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) akan turun menemui kedua kubu.
Kepala LL Dikti Wilayah XI Prof Udiansyah MS menjelaskan, penyebab STIH Tambun Bungai mendapat sanksi Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yakni karena berdasarkan pemeriksaan pihak Ditjen Dikti, diketahui tidak ada kubu yang mempunyai SK penetapan dari Kemendikbud sebagai badan yang menyelenggarakan STIH Tambun Bungai.
Dikatakan Prof Udiansyah, baik kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang dipimpin oleh Jambri Bustan yang diangkat dan ditetapkan berdasarkan akta notaris nomor 1 tahun 2006 yang kemudian mengangkat Dekie GG Kasenda sebagai ketua STIH saat ini, maupun kubu ketua Yayasan Tambun Bungai yang dipimpin Afridel Djinu yang ditetapkan berdasarkan akta notaris nomor 39 tahun 2020, sama-sama belum mendapatkan SK penetapan sebagai badan penyelenggara yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan di STIH Tambun Bungai.
“Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, perguruan tinggi yang didirikan oleh masyarakat atau swasta harus ada pihak yang ditetapkan sebagai badan penyelenggara dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta ada SK-nya,” terang Prof Udiansyah saat dibincangi Kalteng Pos via telepon, Selasa sore (13/4).
Dalam masalah ini, pihak LL Dikti Wilayah XI sudah mengupayakan agar STIH segera mempunyai SK penetapan badan penyelenggara pendidikan dari Kemendikbud RI. Dalam upaya itu, Udiansyah sendiri sebagai Kepala LL Dikti Wilayah XI mengaku sudah datang ke Palangka Raya untuk bertemu dengan kedua belah pihak dan meminta untuk segera mengurus SK penetapan sebagai penyelenggara pendidikan di STIH. “Itu sudah saya lakukan, silakan dikonfirmasi ke kedua pihak,” kata Udiansyah lagi.
Selanjutnya dikatakannya, hanya kubu kepengurusan Afridel Djinu yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai badan penyelenggara yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan di STIH. Sedangkan kubu pengurus yayasan yang dipimpin Jambri Bustan tidak mengusulkan permohonan tersebut.
“Waktu itu mereka bilang; nanti-nanti saja,” ujar Udiansyah menyampaikan alasan dari kubu Jambri Bustan saat diminta untuk mengajukan permohonan SK penetapan sebagai badan penyelenggara pendidikan.
Menurut Udiansyah, dirinya selaku Ketua LL Dikti Wilayah XI siap membantu kedua belah pihak untuk merekomendasikan ke Kemendikbud agar bisa segera mendapatkan SK penetapan sebagai badan penyelenggara pendidikan STIH. Karena di dalam masalah ini, LL Dikti Wilayah XI netral.
“Saya katakan ke mereka kalau saya siap merekomendasikan, soal siapa nanti yang berhak mendapat SK penetapan sebagai badan penyelenggara, Ditjen Dikti yang akan menentukan,” ucap pria yang mulai menjabat sebagai Kepala LL Dikti Wilayah XI sejak 30 September 2020 lalu.
Akhirnya usulan permohonan yang diajukan kubu Afridel Djinu direkomendasikan dan diusulkan oleh ketua LL Dikti Wilayah XI ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Tapi dari pihak kementerian belum setuju karena dinilai bermasalah, sebab kampus STIH sekarang masih dikuasai oleh pihak Dekie dan kawan-kawan,” kata Udiansyah.
Dikatakan Udiansyah yang merupakan guru besar di ULM Banjarmasin itu, sebelum adanya surat sanksi yang dijatuhkan oleh Ditjen Dikti kepada STIH, pihak LL Dikti Wilayah XI sudah mengupayakan perdamaian di antara kedua kubu yang bersengketa dengan mengadakan pertemuan di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Namun, lanjutnya, pihak Dekie tidak menghadiri pertemuan tersebut. “Pada pertemuan itu sudah saya sampaikan, apabila masalah ini tidak segera diselesaikan, maka STIH akan disanksi berat,” ujarnya.
Meski demikian, pihak LL Dikti Wilayah XI akan terus mengupayakan agar permasalahan ini segera diselesaikan, sehingga sanksi dari Ditjen Dikti dapat dihindarkan. Adapun sanksi terberat yang bisa dijatuhkan oleh Ditjen Dikti adalah penutupan kegiatan pendidikan di STIH Tambun Bungai.
“Hari Jumat nanti saya akan ke Palangka Raya untuk bertemu lagi dengan kedua pihak dan mencari jalan penyelesaian masalah ini,” ujarnya lagi.
Udiansyah berharap upaya LL Dikti Wilyah XI untuk menyelesaikan permasalahan di kampus STIH bisa disambut baik kedua belah pihak. Hal ini demi kepentingan masyarakat yang mengirim anak-anaknya menempuh pendidikan di STIH. Udiansyah mengingatkan kedua pihak yang bersengketa bahwa berdasarkan hukum, masyarakat (dalam hal ini mahasiswa) bisa mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap kedua pihak bila merasa dirugikan dengan adanya sanksi ini.
“Jadi kami harap berdamai sajalah, jangan sampai terbawa emosi, kalau emosi yang diutamakan, maka yang dirugikan adalah masyarakat, dan secara hukum masyarakat bisa mengajukan gugatan jika merasa permasalahan di STIH merugikan mereka,” ucapnya.
Selaku Kepala LL Dikti Wilayah XI, Udiansyah menegaskan bahwa surat sanki dari Ditjen Dikti untuk STIH Tambun Bungai benar-benar ada.
“Saya rasa surat itu benar, surat itu memang dari Ditjen Dikti, dikirim ke kami (LL Dikti Wilayah XI, re), lalu kami teruskan ke pengurus Yayasan Tambun Bungai dan pengelola STIH saat ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, pengurus Yayasan Tambun Bungai kubu Afridel Djinu mengatakan, terkait penanganan masalah dualisme kepemimpinan Yayasan Tambun Bungai, pihaknya berpegang pada aturan hukum dan perundangan-undangan. Afridel menegaskan bahwa kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang dipimpin Jabri Bustan sudah berakhir.
“Jadi posisinya sekarang administrasinya adalah LL Dikti sudah merekomendasikan kepada kami untuk mendapatkan penetapan sebagai penyelenggara STIH dari kementerian,” kata Afridel.
Afridel membeberkan bahwa Kepala LL Dikti Wilayah XI Prof Dr Udiansyah MS akan datang ke Palangka Raya untuk menyampaikan strategi menangani dan menyelesaikan masalah sanksi yang dihadapi STIH saat ini. “Hari Jumat nanti beliau datang ke Palangka Raya, jadi ketua LL Dikti ini datang untuk menyampaikan bagaimana supaya sanksi itu tidak berlaku,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, terkait masalah dualisme kepemimpinan yang ada di internal Yayasan Tambun Bungai, Ketua STIH Tambun Bungai Dekie GG Kasenda menerangkan, persoalan dalam tubuh Yayasan Tambun Bungai sudah muncul sejak 2017 lalu. Dijelaskannya, tahun itu Yayasan Tambun Bungai mengeluarkan perubahan susunan kepengurusan yayasan berdasarkan akta notaris nomor 31 tahun 2017 yang isinya mengangkat Afridel Djinu sebagai ketua Yayasan Tambun Bungai.
“Perubahan itu tidak diakui oleh pengurus yang lain, di antaranya yakni Pak Jambri yang menjabat ketua saat itu,” ujar Dekie.
Pihak Jambri Bustan dan pihak kampus STIH Tambun Bungai merasa keberatan atas terbitnya akta notaris itu. Menurut mereka akta notaris itu tidak sah secara hukum. Atas dasar itu, mereka pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya. “Kasus ini berproses sampai putusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung,” ucap Dekie.
Dikatakannya, majelis hakim yang memimpin sidang kasasi di tingkat Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan putusan dengan nomor 1888 K/ PDT/ 2019, yang isinya menyatakan akta notaris nomor 31 tahun 2017 dibatalkan karena tidak memiliki kekuatan hukum.
“Menyatakan akta notaris nomor 31 yang dibuat oleh tergugat selaku notaris di Palangka Raya pada tanggal 16 November 2017 yang tanpa melibatkan pendiri dan pengurus yayasan, tanpa melalui rapat, serta tidak sesuai dengan undang-undang yayasan, oleh karenanya dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum,” ucap Dekie.
Menurut Dekie, dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung yang membatalkan akta nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka secara otomatis tidak ada lagi dualisme kepengurusan dalam Yayasan Tambun Bungai.
“Jadi akta nomor 31 ini sudah tamat, tidak ada konflik dan dualisme lagi di dalam yayasan,” tegasnya.
“Dengan dinyatakan batalnya akta notaris nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka eksistensi kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang berlaku dan diakui pemerintah adalah kepengurusan berdasarkan akta notaris nomor 1 tahun 2006,” pungkasnya. (sja/ce/ala)