Selasa, Juni 18, 2024
24.8 C
Palangkaraya

Meraup Cuan dari Jamur Tiram, Berkhasiat Buat Kesehatan

PULANG PISAU-Letak Desa Tanjung Sangalang tak jauh dari Palangka Raya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Untuk bisa sampai ke desa yang masuk Kecamatan Kahayan Tengah itu, hanya butuh waktu 15 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. Di desa yang masuk wilayah Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) itu, terkenal dengan budi daya jamur tiram.

Rabu (5/6), Kalteng Pos mengintip langsung usaha budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang. Permintaan masyarakat untuk mengonsumsi jamur tiram kian meningkat, setelah mengetahui khasiatnya untuk kesehatan. Warga Desa Tanjung Sangalang meraup cuan dari ketekunan menggeluti budi daya jamur tersebut. Salah satunya adalah Atie, yang merupakan Ketua Kelompok Tani Sangalang Hapakat. Atie sukses meraup omzet puluhan juta per bulan dari penjualan jamur tiram. Ketika dikunjungi, Atie mengajak Kalteng Pos melihat langsung ruang inkubasi, ruang laboratorium pembibitan, hingga ruang untuk penyimpanan baglog jamur tiram.

Atie mulai menggeluti budi daya jamur tiram sejak 2010 lalu. Bermula dari kelompok tani yang memiliki usaha simpan pinjam. Berdasarkan usaha tersebut, Atie dan kelompoknya bersepakat untuk fokus pada budi daya jamur tiram, mempertimbangkan permintaan pasar yang cukup bagus. Apalagi jamur itu dapat dipanen tiap hari.

 

“Karena apabila simpan pinjam, berarti kita dituntut untuk mengembalikkan uang kan, makanya kami memutuskan untuk membudi daya jamur tiram. Awalnya kami coba membudidayakan ayam, tetapi kesulitan. Lalu beralih mencoba budi daya jamur tiram. Eh, ternyata prosesnya lebih mudah,” ungkap Atie saat dibincangi Kalteng Pos di kediamannya.

Diketahui, masa panen jamur tiram kurang lebih 40‐60 hari. Itu pun tergantung dari jenis kayu baglognya. Jika merupakan kayu hutan dan tidak terlalu keras, maka masa panennya sekitar 30 hari saja. Sebaliknya, kalau kayu baglognya keras, maka masa panennya bisa mencapai 60 hari.

Dalam proses budi daya jamur tiram, diperlukan suhu ruangan yang pas. Utamanya pada proses pemeraman, penumbuhan, dan panen. Cahaya matahari yang cukup sangat diperlukan dalam pertumbuhan jamur tiram. Tidak lupa juga untuk rutin melakukan penyiraman pada jamur kurang lebih 2‐3 kali dalam sehari.

“Kalau tidak terkena sinar matahari, jamur tidak akan mekar, karena terlalu lembab. Kalau pada musim hujan, tidak perlu lagi siram karena kan dingin dan lembab,” katanya.

Pertumbuhan jamur tiram memerlukan suhu udara yang dingin, tidak terlalu panas, tetapi juga harus terkena sinar matahari. Pendinginan suhu dengan menggunakan kipas angin maupun AC tidak efektif. Justru akan membuat pertumbuhan jamur tidak bagus dan daun jamur akan tampak pecah‐pecah kering. Dapat dikatakan, jamur butuh suhu udara yang alami.

Dalam proses budi daya jamur tiram, pembudi daya dituntut untuk teratur melakukan pengawasan, agar dapat dipanen terus-menerus. Bahkan bisa panen selama enam bulan.

“Untuk tiga bulan pertama, bisa panen secara full. Jarang ada baglog yang tidak mengeluarkan jamur tiram. Nah, dari masa itulah, kami memanfaatkan untuk buat baglog lagi supaya bisa panen di tiga bulan selanjutnya,” beber Atie.

Apabila budi daya jamur tiram dimulai dari tahapan pertama atau proses yang paling dasar, maka banyak sekali kendala yang akan dilewati. Mulai dari mengamati suhu udara, lingkungan, dan merawat jamur agar tidak terkontaminasi bakteri.

“Jadi beberapa tahapan itu sangat perlu diperhatikan, seperti halnya saat sterilisasi baglog dengan cara direbus atau dikukus. Kalau suhunya tidak sesuai, maka berisiko gagal,” tuturnya.

Dikatakan Atie, pada 2019 lalu Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Kalteng pernah membantu usaha Kelompok Tani Sangalang Hapakat, dengan memberikan alat dan bahan. Bahkan membangun ruangan laboratorium untuk memproduksi bibit jamur tiram. Alhasil kelompok tersebut bisa membuat jamur tiram dari pengambilan spora jamur hingga pengolahan jamur.

Baca Juga :  Positif Covid-19, Dua Warga Pulpis Meninggal

Diterangkannya, ada kurang lebih lima tahapan dalam pembuatan jamur tiram. Tahap pertama ialah pengambilan spora dari jamur segar. Tahapan kedua ialah pembibitan. Pada proses pembibitan ini, harus melewati tiga tahapan, sebelum bibit dipindahkan ke baglog.

Bermula dari biakan murni atau F0. Proses F0 ini bisa menggunakan media bibit kentang, agar‐agar, dan gula. Didiamkan di dalam botol tertutup selama beberapa hari sampai sporanya dapat diambil. Kemudian, dipindahkan ke botol bibit induk atau F1 dengan keadaan tertutup selama 30 hari. F1 dapat bertahan hingga tiga bulan, dengan syarat botol tersebut tetap tertutup dan ditaruh dalam kulkas. Setelah 30 hari proses F1, spora tersebut dipindahkan lagi ke botol berisi jagung atau yang bisasa disebut proses F2.

Setelah spora diserap oleh jagung, maka botol F2 bisa ditaruh di 30 baglog. Lalu, tahapan ketiga adalah pemeraman baglog selama 40 hari. Tahapan keempat, baglog dipindahkan ke rak lain untuk masa penumbuhan. Penumbuhan terjadi selama kurang lebih 40‐60 hari. Tahapan terakhirnya yakni masa panen jamur yang bisa terjadi terus-menerus selama enam bulan.

Jamur tiram tidak hanya bisa dijadikan sayur. Ada banyak olahan berbahan dasar jamur tiram. Di antaranya risoles, sate, keripik, dan naget. Mengembangkan budi daya jamur tiram sangat membantu Atie dalam menopang ekonomi keluarga. Tidak perlu jauh‐jauh keluar rumah dalam Berwirausaha. Cukup di rumah saja. “Dari uang hasil budi daya itu, saya bisa sekolahkan anak, mencukupi kebutuhan keluarga, dan membuka usaha sampingan,” terang Atie.

Potensi besar dari budi daya jamur tiram ini menumbuhkan kreativitas anak Atie, Okta Sulistiana. Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengolah jamur tiram menjadi berbagai produk makanan bernilai jual tinggi. Alumnus SMAN 2 Kahayan Tengah ini menjalankan bisnis pengolahan jamur tiram sejak tahun 2022. Omzet yang ia dapatkan per bulan berkisar Rp2 juta-Rp3 juta. Dari pengolahan sampai pemasarannya, tidak dilakukannya sendiri. Ada kakaknya yang turut membantu memasarkan.

Olahan yang disajikan terdapat berbagai jenis macam seperti risoles jamur tiram, sate jamur tiram, keripik jamur tiram, dan nugget jamur tiram. Harga jualnya pun begitu terjangkau. Risoles jamur tiram dijual Rp3.000, sate jamur tiram Rp1.500 per tusuk, keripik jamur tiram seharga Rp20.000 per kemasan, dan nugget jamur tiram dijual Rp2.000 per satuan. Biasanya itu dijual di area sekolah, sekitar tempat tinggal, dan juga secara online melalui media sosial (WhatsApp dan Instagram).

“Yang paling best seller ya sate jamur tiram, paling banyak dapat orderan, bahkan bisa sampai 500 tusuk di saat Natal atau Lebaran, atau juga kalau ada kegiatan di desa atau di tempat lain,” beber Okta.

Ia kerap menjajakan dagangan ke sekolah dan menjual di lingkungan sekitar tempat tinggal. Ia juga melayani pemesanan (open order) bagi teman-teman. Bahkan diantar ke rumah pemesan. Sayangnya, Okta belum punya market place sendiri. Ia menjalani usaha itu hanya untuk membantu mengembangkan usaha orang tua.

“Kalau market place punya saya masih belum, karena pengolahan jamur tiram ini hanya usaha sampingan buat membantu orang tua,” ujar remaja yang hobi menanam bunga itu.

Perempuan kelahiran Desa Tanjung Sangalang, 18 Oktober 2006 itu merasakan manfaat dari usahanya itu dalam memenuhi kebutuhan hidup dan membantu orang tua dalam membiayai sekolahnya.

“Sangat menjanjikan, karena bisa jadi usaha sampingan buat anak muda dan mudah untuk dilakukan, juga tidak memerlukan modal yang besar,” ujarnya.

Target Okta ke depan adalah meningkatkan produksi, mengembangkan usaha menjadi lebih besar dan maju dengan memfokuskan pada produksi dan pemasaran, sehingga kelak bisa menjadi usaha mandiri dan berkembang.

Baca Juga :  Parah Nih! Lima Pelaku Pencurian Sawit dan Penyerang Mapolsek Positif Narkoba

Sementara itu, Plh Kepala Desa Tanjung Sangalang Johan Yahya mengatakan, ada lima kelompok aktif yang menggerakkan pembudidayaan jamur tiram sebagai bisnis. Selain mudah dalam pembudidayaan, juga sangat membantu dalam menambah penghasilan.

 

“Swadaya masyarakat ini terus berkembang, banyak yang mengikuti jejak budi daya ini, karena mereka merasa ada kemudahan dalam lahan atau tempat yang digunakan, karena tempatnya tidak perlu luas,” tuturnya.

Pembudidayaan jamur tiram menjadi potensi Desa Tanjung Sangalang saat ini. Kegiatan itu begitu positif. Johan sangat mendukung usaha masyarakat membudidayakan jamur tiram. Menurutnya, potensi desa yang dipimpinnya itu tidak hanya jamur tiram, tetapi juga ada hasil tangkapan nelayan seperti ikan basah maupun ikan kering.

“Sebelum adanya budi daya jamur tiram ini, masyarkat lebih banyak menjajakan ikan hasil tangkapan. Namun pendapatan yang dihasikan tidak sebanyak hasil budi daya jamur tiram,” katanya.

Tentunya budi daya jamur tiram ini menjanjikan pendapatan yang menggiurkan. Namun ada kesulitan yang dihadapi masyarakat setempat dalam memulai usaha budi daya itu, yakni modal awal yang cukup besar. Untuk itu, kepala desa berperan dalam membantu pengaksesan permodalan. Termasuk pemberian bimbingan teknis dan pendampingan untuk masyarakat.

Terpisah, akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR), Adi Jaya menjelaskan, perlu ada dukungan dari pemerintah setempat untuk pembudidayaan jamur tiram. Salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat.

“Kalau menurut saya, tidak perlu dalam skala besar ya, cukup bantuan dalam skala rumah tangga saja,” tuturnya.

Adi mengaku sering melakukan pengabdian kepada masyarakat seputar pembudidayaan jamur tiram. Saat ini ia tengah membina 116 petani, serta memberikan bantuan rak dan baglog sebanyak 700 unit.

Budi daya jamur tiram merupakan usaha yang simpel, tetapi sangat menguntungkan. Meski demikian, prosesnya tidak mudha. Harus bisa menjaga kelembapan suhu pada jamur tiram. Juga perlu memperhatikan bangunan, apakah bisa mengantarkan panas secara langsung atau tidak. Apabila menghantarkan panas, akan berdampak pada jamur.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau Godfridson melalui Kepala Bidang (Kabid) Holtikultura Dinas Pertanian Irenhad menjelaskan, meski belum ada dukungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau, tetapi budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang sangat potensial.

Terbaru, pihaknya telah melaksanakan survei lapangan, tepatnya ke Kelompok Tani Sangalang Hapakat, melihat secara langsung bangunan baglog dan jamur.

“Kami lihat sendiri, rak bangunan kokok berdiri dengan ukuran 15×6 m, bisa menampung 6.000 baglog, bahkan mereka bisa panen sebanyak 30 kilogram tiap hari,” tuturnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Holtikultura juga pernah mengajukan penawaran berupa e-proposal, sehingga Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau langsung mengusulkan budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang.

“Nanti bentuknya berupa bangunan untuk baglog dengan luas 6x15m. Semoga tahun 2025 bisa terealisasikan, karena kami melihat potensi jamur tiram sangat besar,” ungkapnya.

Namun untuk mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Holtikultura, kelompok tani harus terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simhultan).

“Saat kami menerima telepon dari pusat, kami langsung melaksanakn survei lapangan. Beliau mengatakan ada slot untuk pengembangan pupuk jamur. Sehingga kami langsung berkoordinasi dengan beberapa pihak, terutama di Kecamatan Kahayan Tengah. Kami dapat usulan lima kelompok tani, tetapi hanya dua yang terdaftar di Simlutan, salah satunya Kelompok Tani Sangalang Hapakat,” jelasnya.

Karena berpotensial, Kelompok Tani Sangalang Hapakat melebarkan sayap usaha. Tidak hanya pembudidayaan jamur tiram, tetapi juga mengolah jamur tiram menjadi berbagai olahan makanan. (ham/rco/ce/ala)

PULANG PISAU-Letak Desa Tanjung Sangalang tak jauh dari Palangka Raya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Untuk bisa sampai ke desa yang masuk Kecamatan Kahayan Tengah itu, hanya butuh waktu 15 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. Di desa yang masuk wilayah Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) itu, terkenal dengan budi daya jamur tiram.

Rabu (5/6), Kalteng Pos mengintip langsung usaha budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang. Permintaan masyarakat untuk mengonsumsi jamur tiram kian meningkat, setelah mengetahui khasiatnya untuk kesehatan. Warga Desa Tanjung Sangalang meraup cuan dari ketekunan menggeluti budi daya jamur tersebut. Salah satunya adalah Atie, yang merupakan Ketua Kelompok Tani Sangalang Hapakat. Atie sukses meraup omzet puluhan juta per bulan dari penjualan jamur tiram. Ketika dikunjungi, Atie mengajak Kalteng Pos melihat langsung ruang inkubasi, ruang laboratorium pembibitan, hingga ruang untuk penyimpanan baglog jamur tiram.

Atie mulai menggeluti budi daya jamur tiram sejak 2010 lalu. Bermula dari kelompok tani yang memiliki usaha simpan pinjam. Berdasarkan usaha tersebut, Atie dan kelompoknya bersepakat untuk fokus pada budi daya jamur tiram, mempertimbangkan permintaan pasar yang cukup bagus. Apalagi jamur itu dapat dipanen tiap hari.

 

“Karena apabila simpan pinjam, berarti kita dituntut untuk mengembalikkan uang kan, makanya kami memutuskan untuk membudi daya jamur tiram. Awalnya kami coba membudidayakan ayam, tetapi kesulitan. Lalu beralih mencoba budi daya jamur tiram. Eh, ternyata prosesnya lebih mudah,” ungkap Atie saat dibincangi Kalteng Pos di kediamannya.

Diketahui, masa panen jamur tiram kurang lebih 40‐60 hari. Itu pun tergantung dari jenis kayu baglognya. Jika merupakan kayu hutan dan tidak terlalu keras, maka masa panennya sekitar 30 hari saja. Sebaliknya, kalau kayu baglognya keras, maka masa panennya bisa mencapai 60 hari.

Dalam proses budi daya jamur tiram, diperlukan suhu ruangan yang pas. Utamanya pada proses pemeraman, penumbuhan, dan panen. Cahaya matahari yang cukup sangat diperlukan dalam pertumbuhan jamur tiram. Tidak lupa juga untuk rutin melakukan penyiraman pada jamur kurang lebih 2‐3 kali dalam sehari.

“Kalau tidak terkena sinar matahari, jamur tidak akan mekar, karena terlalu lembab. Kalau pada musim hujan, tidak perlu lagi siram karena kan dingin dan lembab,” katanya.

Pertumbuhan jamur tiram memerlukan suhu udara yang dingin, tidak terlalu panas, tetapi juga harus terkena sinar matahari. Pendinginan suhu dengan menggunakan kipas angin maupun AC tidak efektif. Justru akan membuat pertumbuhan jamur tidak bagus dan daun jamur akan tampak pecah‐pecah kering. Dapat dikatakan, jamur butuh suhu udara yang alami.

Dalam proses budi daya jamur tiram, pembudi daya dituntut untuk teratur melakukan pengawasan, agar dapat dipanen terus-menerus. Bahkan bisa panen selama enam bulan.

“Untuk tiga bulan pertama, bisa panen secara full. Jarang ada baglog yang tidak mengeluarkan jamur tiram. Nah, dari masa itulah, kami memanfaatkan untuk buat baglog lagi supaya bisa panen di tiga bulan selanjutnya,” beber Atie.

Apabila budi daya jamur tiram dimulai dari tahapan pertama atau proses yang paling dasar, maka banyak sekali kendala yang akan dilewati. Mulai dari mengamati suhu udara, lingkungan, dan merawat jamur agar tidak terkontaminasi bakteri.

“Jadi beberapa tahapan itu sangat perlu diperhatikan, seperti halnya saat sterilisasi baglog dengan cara direbus atau dikukus. Kalau suhunya tidak sesuai, maka berisiko gagal,” tuturnya.

Dikatakan Atie, pada 2019 lalu Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Kalteng pernah membantu usaha Kelompok Tani Sangalang Hapakat, dengan memberikan alat dan bahan. Bahkan membangun ruangan laboratorium untuk memproduksi bibit jamur tiram. Alhasil kelompok tersebut bisa membuat jamur tiram dari pengambilan spora jamur hingga pengolahan jamur.

Baca Juga :  Positif Covid-19, Dua Warga Pulpis Meninggal

Diterangkannya, ada kurang lebih lima tahapan dalam pembuatan jamur tiram. Tahap pertama ialah pengambilan spora dari jamur segar. Tahapan kedua ialah pembibitan. Pada proses pembibitan ini, harus melewati tiga tahapan, sebelum bibit dipindahkan ke baglog.

Bermula dari biakan murni atau F0. Proses F0 ini bisa menggunakan media bibit kentang, agar‐agar, dan gula. Didiamkan di dalam botol tertutup selama beberapa hari sampai sporanya dapat diambil. Kemudian, dipindahkan ke botol bibit induk atau F1 dengan keadaan tertutup selama 30 hari. F1 dapat bertahan hingga tiga bulan, dengan syarat botol tersebut tetap tertutup dan ditaruh dalam kulkas. Setelah 30 hari proses F1, spora tersebut dipindahkan lagi ke botol berisi jagung atau yang bisasa disebut proses F2.

Setelah spora diserap oleh jagung, maka botol F2 bisa ditaruh di 30 baglog. Lalu, tahapan ketiga adalah pemeraman baglog selama 40 hari. Tahapan keempat, baglog dipindahkan ke rak lain untuk masa penumbuhan. Penumbuhan terjadi selama kurang lebih 40‐60 hari. Tahapan terakhirnya yakni masa panen jamur yang bisa terjadi terus-menerus selama enam bulan.

Jamur tiram tidak hanya bisa dijadikan sayur. Ada banyak olahan berbahan dasar jamur tiram. Di antaranya risoles, sate, keripik, dan naget. Mengembangkan budi daya jamur tiram sangat membantu Atie dalam menopang ekonomi keluarga. Tidak perlu jauh‐jauh keluar rumah dalam Berwirausaha. Cukup di rumah saja. “Dari uang hasil budi daya itu, saya bisa sekolahkan anak, mencukupi kebutuhan keluarga, dan membuka usaha sampingan,” terang Atie.

Potensi besar dari budi daya jamur tiram ini menumbuhkan kreativitas anak Atie, Okta Sulistiana. Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengolah jamur tiram menjadi berbagai produk makanan bernilai jual tinggi. Alumnus SMAN 2 Kahayan Tengah ini menjalankan bisnis pengolahan jamur tiram sejak tahun 2022. Omzet yang ia dapatkan per bulan berkisar Rp2 juta-Rp3 juta. Dari pengolahan sampai pemasarannya, tidak dilakukannya sendiri. Ada kakaknya yang turut membantu memasarkan.

Olahan yang disajikan terdapat berbagai jenis macam seperti risoles jamur tiram, sate jamur tiram, keripik jamur tiram, dan nugget jamur tiram. Harga jualnya pun begitu terjangkau. Risoles jamur tiram dijual Rp3.000, sate jamur tiram Rp1.500 per tusuk, keripik jamur tiram seharga Rp20.000 per kemasan, dan nugget jamur tiram dijual Rp2.000 per satuan. Biasanya itu dijual di area sekolah, sekitar tempat tinggal, dan juga secara online melalui media sosial (WhatsApp dan Instagram).

“Yang paling best seller ya sate jamur tiram, paling banyak dapat orderan, bahkan bisa sampai 500 tusuk di saat Natal atau Lebaran, atau juga kalau ada kegiatan di desa atau di tempat lain,” beber Okta.

Ia kerap menjajakan dagangan ke sekolah dan menjual di lingkungan sekitar tempat tinggal. Ia juga melayani pemesanan (open order) bagi teman-teman. Bahkan diantar ke rumah pemesan. Sayangnya, Okta belum punya market place sendiri. Ia menjalani usaha itu hanya untuk membantu mengembangkan usaha orang tua.

“Kalau market place punya saya masih belum, karena pengolahan jamur tiram ini hanya usaha sampingan buat membantu orang tua,” ujar remaja yang hobi menanam bunga itu.

Perempuan kelahiran Desa Tanjung Sangalang, 18 Oktober 2006 itu merasakan manfaat dari usahanya itu dalam memenuhi kebutuhan hidup dan membantu orang tua dalam membiayai sekolahnya.

“Sangat menjanjikan, karena bisa jadi usaha sampingan buat anak muda dan mudah untuk dilakukan, juga tidak memerlukan modal yang besar,” ujarnya.

Target Okta ke depan adalah meningkatkan produksi, mengembangkan usaha menjadi lebih besar dan maju dengan memfokuskan pada produksi dan pemasaran, sehingga kelak bisa menjadi usaha mandiri dan berkembang.

Baca Juga :  Parah Nih! Lima Pelaku Pencurian Sawit dan Penyerang Mapolsek Positif Narkoba

Sementara itu, Plh Kepala Desa Tanjung Sangalang Johan Yahya mengatakan, ada lima kelompok aktif yang menggerakkan pembudidayaan jamur tiram sebagai bisnis. Selain mudah dalam pembudidayaan, juga sangat membantu dalam menambah penghasilan.

 

“Swadaya masyarakat ini terus berkembang, banyak yang mengikuti jejak budi daya ini, karena mereka merasa ada kemudahan dalam lahan atau tempat yang digunakan, karena tempatnya tidak perlu luas,” tuturnya.

Pembudidayaan jamur tiram menjadi potensi Desa Tanjung Sangalang saat ini. Kegiatan itu begitu positif. Johan sangat mendukung usaha masyarakat membudidayakan jamur tiram. Menurutnya, potensi desa yang dipimpinnya itu tidak hanya jamur tiram, tetapi juga ada hasil tangkapan nelayan seperti ikan basah maupun ikan kering.

“Sebelum adanya budi daya jamur tiram ini, masyarkat lebih banyak menjajakan ikan hasil tangkapan. Namun pendapatan yang dihasikan tidak sebanyak hasil budi daya jamur tiram,” katanya.

Tentunya budi daya jamur tiram ini menjanjikan pendapatan yang menggiurkan. Namun ada kesulitan yang dihadapi masyarakat setempat dalam memulai usaha budi daya itu, yakni modal awal yang cukup besar. Untuk itu, kepala desa berperan dalam membantu pengaksesan permodalan. Termasuk pemberian bimbingan teknis dan pendampingan untuk masyarakat.

Terpisah, akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR), Adi Jaya menjelaskan, perlu ada dukungan dari pemerintah setempat untuk pembudidayaan jamur tiram. Salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat.

“Kalau menurut saya, tidak perlu dalam skala besar ya, cukup bantuan dalam skala rumah tangga saja,” tuturnya.

Adi mengaku sering melakukan pengabdian kepada masyarakat seputar pembudidayaan jamur tiram. Saat ini ia tengah membina 116 petani, serta memberikan bantuan rak dan baglog sebanyak 700 unit.

Budi daya jamur tiram merupakan usaha yang simpel, tetapi sangat menguntungkan. Meski demikian, prosesnya tidak mudha. Harus bisa menjaga kelembapan suhu pada jamur tiram. Juga perlu memperhatikan bangunan, apakah bisa mengantarkan panas secara langsung atau tidak. Apabila menghantarkan panas, akan berdampak pada jamur.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau Godfridson melalui Kepala Bidang (Kabid) Holtikultura Dinas Pertanian Irenhad menjelaskan, meski belum ada dukungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau, tetapi budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang sangat potensial.

Terbaru, pihaknya telah melaksanakan survei lapangan, tepatnya ke Kelompok Tani Sangalang Hapakat, melihat secara langsung bangunan baglog dan jamur.

“Kami lihat sendiri, rak bangunan kokok berdiri dengan ukuran 15×6 m, bisa menampung 6.000 baglog, bahkan mereka bisa panen sebanyak 30 kilogram tiap hari,” tuturnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Holtikultura juga pernah mengajukan penawaran berupa e-proposal, sehingga Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau langsung mengusulkan budi daya jamur tiram di Desa Tanjung Sangalang.

“Nanti bentuknya berupa bangunan untuk baglog dengan luas 6x15m. Semoga tahun 2025 bisa terealisasikan, karena kami melihat potensi jamur tiram sangat besar,” ungkapnya.

Namun untuk mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Holtikultura, kelompok tani harus terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simhultan).

“Saat kami menerima telepon dari pusat, kami langsung melaksanakn survei lapangan. Beliau mengatakan ada slot untuk pengembangan pupuk jamur. Sehingga kami langsung berkoordinasi dengan beberapa pihak, terutama di Kecamatan Kahayan Tengah. Kami dapat usulan lima kelompok tani, tetapi hanya dua yang terdaftar di Simlutan, salah satunya Kelompok Tani Sangalang Hapakat,” jelasnya.

Karena berpotensial, Kelompok Tani Sangalang Hapakat melebarkan sayap usaha. Tidak hanya pembudidayaan jamur tiram, tetapi juga mengolah jamur tiram menjadi berbagai olahan makanan. (ham/rco/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/