Sementara itu, salah seorang anggota Kelompok Tani (Poktan) Sukajadi, Ismail (49) mengatakan lahan seluas 2 ha yang ia miliki digarap sejak tahun 2000 lalu. Ia merasakan perubahan pola pertanian sebelum dan sesudah masuknya proyek food estate. “Padi di sini sangat luar bisa, tapi karena pernah terjadi banjir besar, sempat tidak menyawah lagi,” ucapnya.
Ismail menyebut kehadiran food estate membawa dampak positif bagi petani, meskipun saat ini tinggi muka cukup menghambat proses bertani.
“Kami tidak menyalahkan pemerintah, tapi karena memang curah hujan di sini kan tinggi, selain itu lumpur di sini cukup dalam, karena lahan ini kan baru dibuka, saya yakin kalau sudah kemarau dua kali, maka tanah itu bisa kering,” jelasya.
Ismail menyebut produksi lahan per hektare rata-rata sebanyak 4,2 ton. Ismail mengaku saluran irigasi di sawahnya sudah bagus, meskipun dengan adanya intensitas hujan, tinggi muka air terus naik. Ismail menyebut, lahan yang digarapnya bisa dua kali panen salam setahun.
“Intinya kami para petani bersemangat, ditambah lagi bantuan dari pemerintah cukup banyak, seperti sarana prasarana pertanian,” tandasnya.
Tokoh Kapuas Tak Terima Lumbung Pangan Disebut Dibayangi Kegagalan
Sementara itu, tokoh pemuda Kabupaten Kapuas Junaedi L Gaol mengaku tidak setuju jika dikatakan bahwa proyek lumbung pangan dibayangi kegagalan. Karena banyak dampak positif dengan adanya food estate tersebut.
“Saya sebagai masyarakat Kalteng, secara khusus masyarakat Kabupaten Kapuas tidak terima proyek lumbung pangan dibayangi kegagalan,” tegas Junaedi L Gaol, Kamis (16/2).
Menurutnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Kabupaten Kapuas adalah lumbung padi Kalteng. Sebanyak 49 persen kebutuhan beras di Kalteng dipasok dari Kabupaten Kapuas. Kondisi ini jauh sebelum program food estate masuk.
“Dengan masuknya proyek ketahanan pangan (food estate), dampaknya sangat luar biasa dan menguntungkan Kalteng, dari segi dibukanya lahan pertanian baru lengkap dengan prasarana infrastrukturnya,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Junaedi, rehabilitasi besar-besaran dilakukan terhadap sarana prasarana yang sudah ada seperti saluran primer, sekunder, kwartel, pintu-pintu air, tanggul, dan lainnya. “Coba kalau tidak ada food estate, mana mampu pemprov dan pemkab membangun itu,” tegasnya lagi.
Menurutnya keberadaan food estate memberikan multiplier effect, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Misalnya, infrastruktur jalan penghubung Kapuas-Palingkau-Dadahup-lokasi food estate-hingga berbatasan dengan Barito Selatan. Begitu juga dengan kondisi jalan penghubung Basarang-Tahai-Blanti-Pulang Pisau.
Dahulu pertanian di wilayah Dadahup selalu gagal karena banjir. Bahkan rumah penduduk sering terendam. Namun saat ini banjir bisa diatasi setelah dibangun banyak tanggul dan pintu air melalui proyek food estate. Masyarakat mulai mengembangkan pertanian dalam arti luas (padi, sayur-sayuran, buah-buahan, peternakan, kebun dan lainnya).
“Mata kepala saya sendiri melihat saat panen padi di wilayah food estate ini, hasilnya luar biasa, yakni 5,6 ton per hektare setelah diubin dan ditimbang oleh BPS Kabupaten Kapuas,” ucapnya.
“Pak Mentan bangga, beliau mengatakan kita sudah bekerja keras. Jadi sangat menyedihkan apabila mengatakan proyek ketahanan pangan dibayangi kegagalan. Mari kita bersama menggaungkan bahwa food estate di Kalteng berhasil,” pungkasnya. (dan/alh/ce/ala)