Site icon KaltengPos

Mentan Kunjungan Kawasan Food Estate, Sebut Proyek Lumbung Pangan Tak Mudah

LUMBUNG PANGAN: Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bersama Wagub H Edy Pratowo dan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat mengunjungi lokasi food estate di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kamis (16/2/2023). FOTO: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

KUALA KAPUAS-Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo (SYL) beserta jajaran melaksanakan tinjauan lapangan ke lokasi pengembangan proyek food estate di Kalteng. Peninjauan dilakukan di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas pada lokasi pertanaman tahap I seluas 90 hektare (ha) dan lokasi penanaman tahap II seluas 200 ha, Kamis (16/2/2023).

Di sela-sela kunjungan, Mentan RI juga mengikuti rangkaian kegiatan peletakan batu pertama rice milling unit (RMU) modern dan meninjau bengkel alat dan mesin pertanian (alsintan) yang lokasinya tidak jauh dari lokasi penanaman tahap I dan tahap II.

Dalam kesempatan itu, Mentan SYL mengakui pengembangan proyek lumbung pangan di Kalteng tidaklah mudah. Dikatakannya, Kalteng menjadi tempat paling susah untuk ditanami padi. Kendati demikian, ia menyebut bahwa Presiden RI Joko Widodo menginginkan agar food estate dikembangkan di daerah tersebut. Karena itu perlu keseriusan dan totalitas berbagai pihak agar megaproyek ini bisa sukses.

“Banyak tempat lain yang bisa digunakan untuk menjadi lahan food estate, di sini (Kalteng, red) memang susah banget. Salah satu kesulitannya yakni air irigasi dengan air yang ada di sawah sama tinggi, baru hujan sedikit, terhalang lagi, tapi kalau ini sudah jadi, ini surga,” tutur Mentan RI di hadapan jajarannya, Wagub Kalteng H Edy Pratowo, dan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat.

Menanggapi pandangan beberapa pihak yang menyebut bahwa proyek food estate di Kalteng saat ini belum banyak menghasilkan keuntungan meski sudah dua tahun berjalan, Yasin menyebut, mengajarkan masyarakat untuk bertani di sawah tidak semudah yang dibayangkan.

“Banyak yang beranggapan proyek ini sudah berjalan dua tahun tapi belum jadi, memangnya gampang? Mengajar masyarakat untuk bertani tidak semudah yang kita bayangkan, saya punya pengalaman, biasanya tiga sampai empat tahun baru bisa,” jelasnya.

Yasin menyebut hasil tanam padi di Kalteng tentu berbeda dengan di Jawa, Medan, dan Makassar. “Tapi kita maju terus, karena komitmen nasional ada di sini,” tuturnya.

Saat ini progres luasan pertanaman tahap I hanya sebesar 100 ha. Dalam arahannya, mentan mendorong pemerintah daerah agar bisa mencapai target luas tanam 500 ha. “Terlalu lambat ini, tadinya saya berpikir luasannya mungkin kurang lebih 600-an ha, ternyata baru 100 ha sesuai data satu bulan lalu, memang tidak semudah yang kita bicarakan,” tuturnya.

Yasin menegaskan bahwa food estate di Kalteng tidak dinilai dari hasil yang terlihat saat ini, tapi harus diyakini bahwa proyek food estate ini akan menjadi tumpuan ketahanan pangan Indonesia di masa mendatang.

“Ingat bahwa kita tidak bisa lagi bertumpu dari Jawa, Makassar, atau lainnya. Lahan yang paling tersedia dan cukup luas itu ada di Kalimantan, termasuk Kalteng. Karena itulah Bapak Presiden menunjuk food estate ini sebagai sentra untuk mendorong perencanaan-perencanaan ketahanan pangan kita ke depan,” ujarnya.

Mentan menyebut, tentu saja lahan di Kalteng berbeda dengan lahan yang ada di Sulawesi dan Jawa. Lahan di Kalteng yang sudah jadi sawah, lanjut Yasin, tentu akan digenangi air karena merupakan bekas rawa-rawa. Rawa tersebut adalah rawa oliveria, jenis rawa yang bisa ditanami padi, bukan lahan gambut.

“Kita punya tantangan dengan air, di sini sudah ada irigasi, sesudah irigasi tentu kita berharap air bisa surut ke bawah dan kita tanam, tetapi ternyata tidak semudah yang kita pikirkan, karena di sini saluran irigasi sudah terbentuk, tapi terkendala cuaca karena adanya hujan, karena itu proses penanaman selalu terkendala ketinggian air di atas 20-30 cm, itu sulit banget,” jelasnya.

Agar proses penanaman dapat lancar air haruslah kering terlebih dahulu, seperti halnya persawahan di Jawa dan Makassar. “Sesudah kering baru kita tanam kan, tapi di sini terpaksa tanam basah, ini tantangan kita,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Wagub Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas akan terus berkoordinasi untuk dapat mencapai target yang sudah ditetapkan pusat.

“Apapun yang harus kami lakukan, akan kami lakukan, seperti melakukan segalanya secara berkeroyok agar tujuan atau target segera tercapai,” ucap wagub saat menanggapi arahan Mentan RI.

Mantan Bupati Pulang Pisau itu menyebut, segenap pihak perlu mengubah mindset bertani. Hal yang harus disadari, lanjutnya, bahwa mengelola lahan di Kalteng tidak sama seperti mengelola lahan di Jawa, Sulawesi, atau Sumatera.

“Ini yang harus kita sadari, perkara mindset, tapi kami yakin dengan semangat pantang mundur, semangat isen mulang, kita bisa bersama-sama mengejar target itu, agar proyek ini ke depannya bisa terwujud dan benar-benar sesuai harapan masyarakat,” tuturnya.

Proyek food estate sendiri dikembangkan di Desa Bentuk Jaya, Dadahup, Kabupaten Kapuas dan di Desa Belanti Siam,  Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau. Kepala Desa Bentuk Jaya Muhammad Ibrahim (36) menyebut, di desa yang dipimpinnya itu terdapat 1.200 ha lahan food estate. Yang sudah panen seluas 90 ha.

“Saat ini ada 200 ha yang sudah dikerjakan oleh para kelompok tani di sini, kami kerja sama dengan dinas PU dan dinas pertanian, adapun varietas padi ke depannya yang kami siapkan adalah jenis padi unggul,” ucapnya.

Saat ini terdapat sembilan kelompok tani yang menggarap lahan food estate di Desa Bentuk Jaya. Dari sembilan poktan itu, lima poktan berhasil panen. “Panen di sini rata-rata dua kali dalam satu tahun, tapi masih terus coba kami maksimalkan tiga kali setahun,” tuturnya.

Ibrahim menyebut, kendala utama yang dihadapi petani adalah hama burung dan banjir di lahan sawah.

“Di sini hampir 500 ha yang belum tergarap. Dua masalah itu terus dihadapi oleh para petani kami dalam mengelola lahan. Saya berharap warga desa yang merantau keluar bisa kembali lagi, ayo kita sama-sama menggarap lahan kita,” tandasnya.

Sementara itu, salah seorang anggota Kelompok Tani (Poktan) Sukajadi, Ismail (49) mengatakan lahan seluas 2 ha yang ia miliki digarap sejak tahun 2000 lalu. Ia merasakan perubahan pola pertanian sebelum dan sesudah masuknya proyek food estate. “Padi di sini sangat luar bisa, tapi karena pernah terjadi banjir besar, sempat tidak menyawah lagi,” ucapnya.

Ismail menyebut kehadiran food estate membawa dampak positif bagi petani, meskipun saat ini tinggi muka cukup menghambat proses bertani.

“Kami tidak menyalahkan pemerintah, tapi karena memang curah hujan di sini kan tinggi, selain itu lumpur di sini cukup dalam, karena lahan ini kan baru dibuka, saya yakin kalau sudah kemarau dua kali, maka tanah itu bisa kering,” jelasya.

Ismail menyebut produksi lahan per hektare rata-rata sebanyak 4,2 ton. Ismail mengaku saluran irigasi di sawahnya sudah bagus, meskipun dengan adanya intensitas hujan, tinggi muka air terus naik. Ismail menyebut, lahan yang digarapnya bisa dua kali panen salam setahun.

“Intinya kami para petani bersemangat, ditambah lagi bantuan dari pemerintah cukup banyak, seperti sarana prasarana pertanian,” tandasnya.

Tokoh Kapuas Tak Terima Lumbung Pangan Disebut Dibayangi Kegagalan

Sementara itu, tokoh pemuda Kabupaten Kapuas Junaedi L Gaol mengaku tidak setuju jika dikatakan bahwa proyek lumbung pangan dibayangi kegagalan. Karena banyak dampak positif dengan adanya food estate tersebut.

“Saya sebagai masyarakat Kalteng, secara khusus masyarakat Kabupaten Kapuas tidak terima proyek lumbung pangan dibayangi kegagalan,” tegas Junaedi L Gaol, Kamis (16/2).

Menurutnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Kabupaten Kapuas adalah lumbung padi Kalteng. Sebanyak 49 persen kebutuhan beras di Kalteng dipasok dari Kabupaten Kapuas. Kondisi ini jauh sebelum program food estate masuk.

“Dengan masuknya proyek ketahanan pangan (food estate), dampaknya sangat luar biasa dan menguntungkan Kalteng, dari segi dibukanya lahan pertanian baru lengkap dengan prasarana infrastrukturnya,” tuturnya.

Lebih lanjut dikatakan Junaedi, rehabilitasi besar-besaran dilakukan terhadap sarana prasarana yang sudah ada seperti saluran primer, sekunder, kwartel, pintu-pintu air, tanggul, dan lainnya. “Coba kalau tidak ada food estate, mana mampu pemprov dan pemkab membangun itu,” tegasnya lagi.

Menurutnya keberadaan food estate memberikan multiplier effect, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Misalnya, infrastruktur jalan penghubung Kapuas-Palingkau-Dadahup-lokasi food estate-hingga berbatasan dengan Barito Selatan. Begitu juga dengan kondisi jalan penghubung Basarang-Tahai-Blanti-Pulang Pisau.

Dahulu pertanian di wilayah Dadahup selalu gagal karena banjir. Bahkan rumah penduduk sering terendam. Namun saat ini banjir bisa diatasi setelah dibangun banyak tanggul dan pintu air melalui proyek food estate. Masyarakat mulai mengembangkan pertanian dalam arti luas (padi, sayur-sayuran, buah-buahan, peternakan, kebun dan lainnya).

“Mata kepala saya sendiri melihat saat panen padi di wilayah food estate ini, hasilnya luar biasa, yakni 5,6 ton per hektare setelah diubin dan ditimbang oleh BPS Kabupaten Kapuas,” ucapnya.

“Pak Mentan bangga, beliau mengatakan kita sudah bekerja keras. Jadi sangat menyedihkan apabila mengatakan proyek ketahanan pangan dibayangi kegagalan. Mari kita bersama menggaungkan bahwa food estate di Kalteng berhasil,” pungkasnya. (dan/alh/ce/ala)

Exit mobile version