Parno menerangkan, sengketa dalam perkara tersebut dilatarbelakangi adanya laporan tentang keterlibatan Dagut dalam politik praktis. Pemprov Kalteng akhirnya membentuk tim untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap yang bersangkutan.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, ternyata yang bersangkutan telah menjadi anggota parpol dengan bukti telah memiliki kartu tanda anggota (KTA) Partai Hanura dan telah mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPR RI pada 2018, tapi tidak terlebih dahulu mengajukan pengunduran diri sebagai PNS,” kata Parno, Minggu (16/5).
Diungkapkannya, sesuai aturan perundang-undangan, seorang PNS yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu, maka diberhentikan tidak dengan hormat. Demikian pula halnya bagi PNS yang ikut serta dalam pemilu untuk menjadi bakal calon anggota legislatif tanpa mengajukan surat permohonan pengunduran diri.
“Terhadap pelanggaran tersebut, setelah melalui prosedur yang ditentukan, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi dengan diterbitkannya surat keputusan gubernur tentang pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Parno, Dagut merasa keberatan atas pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS tersebut, sehingga mengajukan gugatan ke PTUN Palangka Raya. Namun majelis hakim PTUN Palangka Raya justru menolak gugatan tersebut.
“Selanjutnya yang bersangkutan mengajukan banding ke PTUN Jakarta, namun hasilnya juga menguatkan putusan PTUN Palangka Raya, yakni menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” jelasnya.