PALANGKA RAYA-Rencana Pemprov Kalteng membangun ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan Bundaran Besar yang sudah dicanangkan sejak 2017 lalu terpaksa dihentikan sementara. Surat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menjadi alasan pemprov menunda melanjutkan pembangunan tersebut. Pada akhir 2023 lalu tiba-tiba turun surat dari pusat yang menyatakan bahwa gedung KONI yang menjadi lokasi RTH telah diusulkan sebagai cagar budaya.
Pemprov Kalteng berencana membangun RTH di kawasan Bundaran Besar Palangka Raya yang ditujukan untuk mempercantik ikon pusat ibu kota Provinsi Kalteng tersebut. Salah satu RTH akan dibangun di eks gedung KONI Kalteng. Pembuatan RTH itu ditujukan untuk menjadi lokasi parkir bagi masyarakat pengunjung Bundaran Besar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalteng Shalahuddin mengatakan, rencana pembangunan RTH di kawasan Bundaran Besar masih berproses, karena ada beberapa pihak khususnya pegiat cagar budaya yang memprotes keputusan tersebut. Pihaknya sudah menyampaikan ke Kemendikbudristek bahwa perencanaan RTH ini sudah dibuat sejak 2017 lalu.
“Direncanakan sejak 2017 dari sayembara, kemudian 2021 kami sudah melaksanakan detail engineering design (DED), itu terintegrasi antara bundaran dengan eks gedung KONI,” ujar Shalahuddin kepada awak media usai menghadiri acara di Kejaksaan Tinggi Kalteng, kemarin.
Shalahuddin menyebut, pihaknya juga sudah membuat jalan bawah tanah atau underpass dari Bundaran Besar menuju kawasan eks gedung KONI Kalteng itu. Menurutnya, pembangunan RTH itu diperlukan mempertimbangkan kebutuhan ruang untuk parkir kendaraan pengunjung. Sementara ini pengunjung memarkirkan kendaraan di tepian jalan sehingga cukup mengganggu kelancaran arus lalu lintas.
“Pertimbangan kami karena itu, tetapi kok Desember 2023 kemarin muncul surat dari Kementerian Kebudayaan menyatakan bahwa gedung itu diduga cagar budaya, kenapa saat masih dalam tahap perencanaan tidak ada surat yang muncul? Untuk studi kelayakan terhadap perencanaan pembangunan RTH sejak 2017 itu, kami mengundang semua tokoh,” jelas Shalahuddin.
Kemudian pada 2021, lanjut Shalahuddin, pihaknya juga mengundang lagi para tokoh untuk mendiskusikan terkait pembangunan RTH di atas eks gedung KONI Kalteng itu. Tidak ada narasi bahwa gedung itu berstatus cagar budaya. Menurut Perda Nomor 2 Tahun 2021, gedung itu akan dimusnahkan untuk menara Bank Kalteng dan tidak ada diduga cagar budaya.
“Tapi sekarang kami mau bangun RTH, sudah ada kontrak, terpaksa kami tahan sementara, karena Desember lalu keluar surat yang menyatakan bangunan itu diduga cagar budaya, ini kan aneh, karena tidak ada koordinasi dengan pemprov,” sebutnya.
Menurut Shalahuddin, sebelum diusulkan menjadi cagar budaya, sebaiknya pihak pengusul berkoordinasi terlebih dulu dengan Pemprov Kalteng selaku pemilik aset atas gedung tersebut. Maka dari itu, masalah status diduga cagar budaya ini akan ditangani.
“Masalah ini sedang kami selesaikan, kami sudah sampaikan ke Kemendikbudristek terkait ini, kami juga bertanya apa kriteria yang digunakan sampai eks gedung KONI Kalteng masuk kategori bangunan diduga cagar budaya, sampai saat ini belum ada yang bisa jawab,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran menjelaskan keputusan terkait eks gedung KONI Kalteng yang rencananya akan dibongkar untuk pembangunan ruang terbuka hijau.
Dikatakan Sugianto, bekas gedung KONI Kalteng tersebut kerap digunakan untuk mabuk-mabukan, mesum, bahkan dijadikan tempat mengonsumsi narkoba. Hal itu diungkapkannya saat diwawancarai awak media usai acara halalbihalal Pemprov Kalteng dan ekspose capaian pembangunan daerah periode 2016-2024 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur setempat, Kamis awal Mei lalu.
“Kami tahu itu (gedung KONI) bisa saja dibangun, tapi apakah strukturnya kuat, selama ini di situ jadi lokasi orang mabuk, bahkan makai narkoba, yang mesum juga di situ, kan tidak digunakan lagi selama ini,” ucapnya.
Sugianto menjelaskan, pembongkaran eks gedung KONI Kalteng itu lantaran struktur bangunan yang sudah tidak kuat atau tidak kokoh lagi.
“Terus kalau memang sudah waktunya, bangunan (gedung KONI) itu strukturnya tidak kuat lagi, kita bongkarkan tidak jadi masalah, kan cuman bangunan,” tuturnya. (dan/ce/ala)