Jumat, November 22, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Berharap Harga Segera Stabil dan Stok Selalu Tersedia

Cerita Penjual Gorengan yang Kesulitan Mendapatkan Migor

SIAPA yang tidak mengenal penjual gorengan milik keluarga Pak Dito di Jalan Kinibalu, Palangka Raya. Rasa tepung bumbu yang khas, membuat pelanggan tak bosan untuk datang lagi menikmati aneka gorengan olahannya. Mulai dari gorengan tempe, tahu, bakwan, hingga umbi-umbian. Kelangkaan dan melejitnya harga minyak goreng, membuat para pedagang waswas. Khawatir stok minyak habis dan tidak bisa berjualan lagi.

Istri almarhum Pak Dito, Siti Muliasaroh menjadi penerus usaha gorengan tersebut. Siti bersama kedua anaknya tidak ingin usaha yang sudah puluhan tahun dirintis almarhum suaminya tutup. Meski dilanda pandemi hingga sulitnya mendapatkan minyak goreng, mereka tetap melayani para pembeli.

Sebagai salah satu pedagang gorengan di Kota Cantik ini, Siti Muliasaro mengaku masih kebingungan mendapatkan stok minyak goreng untuk keperluan usaha. Setelah adanya kenaikan harga dari pemerintah, ia kesulitan untuk mendapatkan stok, baik dari minimarket, pasar tradisional, maupun distributor langganannya.

“Kami kebingungan dan masih kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng, bahkan distrubutor langganan kami pun kesulitan untuk memenuhi permintaan kami,” kata Siti kepada wartawan Kalteng Pos, Selasa (15/3).

Mewakili pedangang gorengan yang ada di kota ini, ia berharap agar pemerintah memberi solusi terkait ketersediaan minyak goreng dan menstabilkan harganya.

Dalam kesempatan itu, Siti menyebut bahwa ia bersama anaknya akan berupaya menjaga keberlangsungan usaha yang telah dirintis sejak lama itu. Kenangan dan kerja keras dari almarhum suami yang akrab disapa Pak Dito menjadi penyemangatnya meneruskan usaha tersebut.

Baca Juga :  Agustiar Sampaikan Belasungkawa, Atas Wafatnya dr Rian Tangkudung dan Mantan Kapolda Kalteng

Banyak yang tak menyangka, sosok penjual gorengan yang ramah itu (Pak Dito, red) telah pergi untuk selama-lamanya. Selain meninggalkna duka yang mendalam untuk anak dan istri, juga cukup mengagetkan pelanggan setianya, termasuk saya (penulis).

“Bapak sudah meninggal tahun 2021 lalu mas, tapi kami masih meneruskan usaha yang dirintisnya,” ucap Siti.

Dirinya sangat bangga dengan sosok sang suami. Selain dikenal sebagai sosok penyabar, juga tak kenal lelah berjuang untuk istri dan anak-anak, walau hanya sebagai seorang tukang gorengan yang penghasilannya tak menentu.

Sebelum Covid-19, tepatnya pada awal April 2020, penjualan gorengan menurun. Untuk menekan pengeluaran, mereka pun memilih tinggal di warung tempat jualan, ketimbang menempati kos-kosan di Jalan Kinibalu ujung. Hampir 2 tahun lamanya.

Kemudian pada Juli 2021, sang suami meninggal dunia karena sakit yang diderita. Sempat menjalani perawatan di RS Bhayangkara, namun akhirnya tak tertolong lagi.

Suasana duka sempat menyelimuti keluarga kecil mereka. Namun pada sisi lain, kepergian sang suami memberi semangat kepada mereka untuk berjuang melanjutkan usaha yang sudah dirintis Pak Dito sejak 2010 silam.

“Awalnya hanya jualan keliling dan juga membuat kue lumpia untuk dititipkan di warung-warung orang. Kemudian kami berjualan sendiri, mangkalnya di Jalan Bhayangkara, sebelum akhirnya ngontrak warung di Jalan Kinibalu sampai sekarang ini,” kisahnya.

Baca Juga :  Masyarakat Jangan Takut Periksakan Diri

Di mata Siti, suaminya adalah sosok penyabar dan pekerja keras. Terbukti selama menjalankan usaha bersama suami, ia hanya diminta melakukan pekerjaan yang ringan-ringan saja. Sebagian besar pekerjaan ditangani langsung suaminya. Selain itu, sang suami pun tak pernah marah dengan orang lain.

Siti dan suaminya menikah tahun 1993 di Kediri, Jawa Timur. Dikaruniai dua orang anak, Rizal dan Mida. Kendati harus meneruskan hidup tanpa sang suami, Siti berkomitmen untuk tetap meneruskan usaha tersebut dan bertekad menuntaskan pendidikan putrinya yang saat ini sedang menempuh kuliah di IAIN Palangka Raya. Ia juga ingin melanjutkan pembangunan rumah di Jalan Tingang, pada lahan yang sebelumnya dibeli almarhum suami.

Putra pertama almarhum, Rizal menambahkan, sebelum mengembuskan napas terakhir sang ayah berpesan kepadanya untuk tetap bekerja keras dan pantang menyerah. Baginya sang ayah merupakan sosok yang sabar, pekerja keras, sekaligus pahlawan tangguh dalam keluarga. Sang ayah begitu bertanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga.

“Saya ingin menuntaskan kuliah dan semoga segera dapat pekerjaaan sehingga bisa membanggakan beliau yang telah berada di alam sana,” ucapnya. (*/ce/ala/ko)

Cerita Penjual Gorengan yang Kesulitan Mendapatkan Migor

SIAPA yang tidak mengenal penjual gorengan milik keluarga Pak Dito di Jalan Kinibalu, Palangka Raya. Rasa tepung bumbu yang khas, membuat pelanggan tak bosan untuk datang lagi menikmati aneka gorengan olahannya. Mulai dari gorengan tempe, tahu, bakwan, hingga umbi-umbian. Kelangkaan dan melejitnya harga minyak goreng, membuat para pedagang waswas. Khawatir stok minyak habis dan tidak bisa berjualan lagi.

Istri almarhum Pak Dito, Siti Muliasaroh menjadi penerus usaha gorengan tersebut. Siti bersama kedua anaknya tidak ingin usaha yang sudah puluhan tahun dirintis almarhum suaminya tutup. Meski dilanda pandemi hingga sulitnya mendapatkan minyak goreng, mereka tetap melayani para pembeli.

Sebagai salah satu pedagang gorengan di Kota Cantik ini, Siti Muliasaro mengaku masih kebingungan mendapatkan stok minyak goreng untuk keperluan usaha. Setelah adanya kenaikan harga dari pemerintah, ia kesulitan untuk mendapatkan stok, baik dari minimarket, pasar tradisional, maupun distributor langganannya.

“Kami kebingungan dan masih kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng, bahkan distrubutor langganan kami pun kesulitan untuk memenuhi permintaan kami,” kata Siti kepada wartawan Kalteng Pos, Selasa (15/3).

Mewakili pedangang gorengan yang ada di kota ini, ia berharap agar pemerintah memberi solusi terkait ketersediaan minyak goreng dan menstabilkan harganya.

Dalam kesempatan itu, Siti menyebut bahwa ia bersama anaknya akan berupaya menjaga keberlangsungan usaha yang telah dirintis sejak lama itu. Kenangan dan kerja keras dari almarhum suami yang akrab disapa Pak Dito menjadi penyemangatnya meneruskan usaha tersebut.

Baca Juga :  Agustiar Sampaikan Belasungkawa, Atas Wafatnya dr Rian Tangkudung dan Mantan Kapolda Kalteng

Banyak yang tak menyangka, sosok penjual gorengan yang ramah itu (Pak Dito, red) telah pergi untuk selama-lamanya. Selain meninggalkna duka yang mendalam untuk anak dan istri, juga cukup mengagetkan pelanggan setianya, termasuk saya (penulis).

“Bapak sudah meninggal tahun 2021 lalu mas, tapi kami masih meneruskan usaha yang dirintisnya,” ucap Siti.

Dirinya sangat bangga dengan sosok sang suami. Selain dikenal sebagai sosok penyabar, juga tak kenal lelah berjuang untuk istri dan anak-anak, walau hanya sebagai seorang tukang gorengan yang penghasilannya tak menentu.

Sebelum Covid-19, tepatnya pada awal April 2020, penjualan gorengan menurun. Untuk menekan pengeluaran, mereka pun memilih tinggal di warung tempat jualan, ketimbang menempati kos-kosan di Jalan Kinibalu ujung. Hampir 2 tahun lamanya.

Kemudian pada Juli 2021, sang suami meninggal dunia karena sakit yang diderita. Sempat menjalani perawatan di RS Bhayangkara, namun akhirnya tak tertolong lagi.

Suasana duka sempat menyelimuti keluarga kecil mereka. Namun pada sisi lain, kepergian sang suami memberi semangat kepada mereka untuk berjuang melanjutkan usaha yang sudah dirintis Pak Dito sejak 2010 silam.

“Awalnya hanya jualan keliling dan juga membuat kue lumpia untuk dititipkan di warung-warung orang. Kemudian kami berjualan sendiri, mangkalnya di Jalan Bhayangkara, sebelum akhirnya ngontrak warung di Jalan Kinibalu sampai sekarang ini,” kisahnya.

Baca Juga :  Masyarakat Jangan Takut Periksakan Diri

Di mata Siti, suaminya adalah sosok penyabar dan pekerja keras. Terbukti selama menjalankan usaha bersama suami, ia hanya diminta melakukan pekerjaan yang ringan-ringan saja. Sebagian besar pekerjaan ditangani langsung suaminya. Selain itu, sang suami pun tak pernah marah dengan orang lain.

Siti dan suaminya menikah tahun 1993 di Kediri, Jawa Timur. Dikaruniai dua orang anak, Rizal dan Mida. Kendati harus meneruskan hidup tanpa sang suami, Siti berkomitmen untuk tetap meneruskan usaha tersebut dan bertekad menuntaskan pendidikan putrinya yang saat ini sedang menempuh kuliah di IAIN Palangka Raya. Ia juga ingin melanjutkan pembangunan rumah di Jalan Tingang, pada lahan yang sebelumnya dibeli almarhum suami.

Putra pertama almarhum, Rizal menambahkan, sebelum mengembuskan napas terakhir sang ayah berpesan kepadanya untuk tetap bekerja keras dan pantang menyerah. Baginya sang ayah merupakan sosok yang sabar, pekerja keras, sekaligus pahlawan tangguh dalam keluarga. Sang ayah begitu bertanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga.

“Saya ingin menuntaskan kuliah dan semoga segera dapat pekerjaaan sehingga bisa membanggakan beliau yang telah berada di alam sana,” ucapnya. (*/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/