PALANGKA RAYA-Surat sanksi administrasi yang dikeluarkan untuk Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Tambun Bungai menimbulkan keresahan para mahasiswa. Melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), mereka mempertanyakan penyebab sanksi yang diberikan kepada kampus pencetak sarjana hukum tersebut. Sejumlah pertanyaan dilayangkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI sebagai bentuk protes.
Menjawab keresahan dari 600-an mahasiswa di STIH, perwakilan BEM langsung menghadap Lembaga Layanan (LL) Dikti Wilayah IX di Banjarmasin dan Ditjen Dikti Kemendikbud RI di Jakarta. Pengurus yang berangkat adalah Ketua BEM STIH Eliudi Nazarra dan Ketua Bidang Litbang Ahmad Tofik.
Keberangkatan perwakilan mahasiswa untuk mempertanyakan penyebab Ditjen Dikti menjatuhkan sanksi pelanggaran administrasi berat kepada STIH Tambun Bungai.
Menurut keterangan Ahmad Tofik yang ditunjuk pihak BEM STIH sebagai juru bicara, pertemuan antara pihak BEM STIH dengan kepala LL Dikti Wilayah XI di Banjarmasin dilakukan pada Senin (12/4). Dalam pertemuan itu, pihak BEM bertemu langsung dengan Kepala LL Dikti Prof Dr H Udiansyah.
“Sedangkan pertemuan dengan pihak Ditjen Dikti dilaksanakan pada Kamis (15/4). Kami ditemui langsung oleh kepala Biro Hukum Ditjen Dikti,” terang Ahmad Tofik kepada Kalteng Pos di rumahnya, Jalan G Obos IX, Palangka Raya, Sabtu (17/4).
Pria yang akrab dipanggil Tofik ini mengatakan, dalam dua pertemuan tersebut pihak BEM STIH mempertanyakan alasan Ditjen Dikti mengeluarkan sanksi pelanggaran administratif berat kepada STIH Tambun Bungai.
“Dalam pertemuan itu kami protes, kami keberatan dengan adanya sanksi berat yang dijatuhkan kepada STIH,” ujar Tofik.
Padahal, menurut Tofik, melihat kondisi STIH Tambun Bungai saat ini, tak ada alasan kuat bagi Ditjen Dikti untuk bisa menjatuhkan sanksi. Menurut pihak BEM STIH, selama ini kegiatan tridharma perguruan tinggi sudah berjalan baik di STIH Tambun Bungai. Seluruh kegiatan di STIH, seperti perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat tidak pernah terganggu selama ini. Karena itu, dasar penetapan sanksi adalah keliru.
“Buktinya saya sendiri bisa menyelesaikan ujian skripsi saya,” kata Tofik sambil menunjukan skripsi yang sudah diajukan ke pihak kampus pada Oktober 2020 dan dinyatakan lulus ujian.
Tofik mengaku bahwa ia sudah menjadi mahasiswa STIH Tambun Bungai sejak 2017 lalu. Menurutnya, alasan Ditjen Dikti menjatuhkan sanksi pelanggaran administrasi berat karena beranggapan telah terganggunya tridharma perguruan tinggi di kampus tersebut adalah tidak tepat, karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Selain itu, lanjut Tofik, alasan Ditjen Dikti Kemendikbud RI menjatuhkan sanksi karena disebut adanya konflik dualisme kepengurusan Yayasan Tambun Bungai, dianggap pihak BEM tidak beralasan. Menurut BEM , konflik kepengurusan Yayasan Tambun Bungai sudah selesai dengan dikeluarkannya keputusan kasasi oleh majelis hakim agung di Mahkamah Agung RI dalam putusan nomor 1888 /K/DT tahun 2018, yang salah satu isinya menyatakan bahwa akta perubahan nomor 31 tahun 2017 tidak memiliki kekuatan hukum tetap sehingga batal demi hukum, dan memerintahkan kepada pihak Yayasan Tambun Bungai mengembalikan posisi Jambri Bustan sebagai ketua Yayasan Tambun Bungai berdasarkan akta nomor 1 tahun 2006.
“Dengan adanya keputusan kasasi di tingkat MA ini, maka seharusnya tidak ada lagi yang namanya konflik di STIH Tambun Bungai,” ucap Tofik dan dibenarkan Eliudi selaku Ketua BEM STIH Tambun Bungai itu.
Dikatakan Tofik, dalam pertemuan dengan Ditjen Dikti di Jakarta, pihak BEM STIH juga mengajukan keberatan, karena berdasarkan informasi diketahui bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada kampus STIH Tambun Bungai tidak dilakukan sesuai prosedur yang sah.
Berdasarkan peraturan Kemendikbud RI nomor 7 tahun 2020, terutama merujuk Pasal 80 ayat 2, disebutkan bahwa sanksi dijatuhkan apabila LL Dikti atau Ditjen Dikti sesuai dengan kewenangannya sudah membentuk tim untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan terjadinya pelanggaran di kampus STIH Tambun Bungai.
“Tetapi kenyataannya selama ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan oleh LL Dikti maupun Ditjen Dikti di kampus STIH sebagaimana ketentuan itu,” ujar Tofik sembari menambahkan bahwa dalam pertemuan itu pihaknya juga menyampaikan sejumlah telaah berdasarkan kajian hukum yang sudah dilakukan BEM STIH untuk mendukung pernyataan keberatan dari mahasiswa STIH atas turunnya surat sanksi dari Ditjen Dikti.
Dalam pertemuan itu, tutur Tofik, Ditjen Dikti justru meminta waktu selama satu minggu untuk mempelajari keberatan yang disampaikan pengurus BEM STIH.
“Biro Hukum Ditjen Dikti meminta waktu untuk menelaah lagi sanksi tersebut berdasarkan masukan dari pihak kami, barulah bisa memberikan jawaban” ucap pria yang juga seorang developer ini.
Tofik menegaskan, dalam permasalahan terkait konflik Yayasan Tambun Bungai, pengurus BEM STIH tak mau ikut campur, karena pihaknya tak punya kepentingan. BEM hanya memperjuangkan nasib para mahasiswa STIH yang menjadi korban akibat adanya sanksi tersebut.
“Kami hanya memperjuangkan kepentingan mahasiswa, karena sanksi ini, 600-an mahasiswa STIH sudah dirugikan,” kata Tofik sambil menambahkan, jika sanksi penutupan Kampus STIH dilaksanakan, pihaknya akan mengajukan tuntutan kepada pihak-pihak yang dinilai menjadi penyebab adanya sanksi itu.
Pada akhir wawancara itu, Ketua BEM STIH Tambun Bungai Eliudi Nazara menegaskan kembali bahwa sejauh ini kegiatan di kampus STIH tidak bermasalah.
Karena itu pihaknya berharap agar persoalan sanksi Ditjen Dikti untuk kampus STIH Tambun Bungai segera diselesaikan. Kepada semua pihak yang terlibat dalam masalah ini diminta menyelesaikannya dengan kepala dingin.
Eliudi menambahkan, pengurus BEM tidak ingin dengan adanya sanksi itu mengakibatkan kampus STIH Tambun Bungai terancam tutup yang berujung mengorbankan para mahasiswa.
“Karena dengan menutup akses pendidikan mahasiswa, sama saja dengan menghancurkan masa depan mereka,” pungkasnya. (sja/ce/ala)