Senin, November 25, 2024
31.8 C
Palangkaraya

Warga Antusias Menyaksikan Permainan Tradisional Khas Dayak

Melihat Perlombaan Hari Pertama FBIM 2022

Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2022 resmi bergulir. Kontingen dari kabupaten/kota berkumpul di Kota Palangka Raya untuk mengikuti berbagai cabang olahraga tradisional dan lomba kesenian daerah. Event ini digelar untuk memeriahkan hari jadi ke-65 Provinsi Kalteng. Sejak Kamis (18/5), beberapa cabang lomba sudah dimainkan.

FAUZAN-PUTRI-IRPAN, Palangka Raya

HARI pertama FBIM, Rabu (18/5), digelar empat cabang lomba yang berlangsung dari pagi hingga malam hari. Ada lomba habayang/bagasing, karungut, serta maneweng, manetek, dan manyila kayu. Lalu pada malam hari digelar lomba sepak sawut. Kegiatan dipusatkan di UPT Taman Budaya, Jalan Temanggung Tilung, Palangka Raya.

Lomba habayang terbagi dalam dua kategori, yakni putra dan putri. Kategori putra diikuti peserta dari sembilan kabupaten, yakni Sukamara, Lamandau, Gunung Mas, Barito Selatan, Murung Raya, Barito Timur, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kapuas. Sedangkan kategori putri diikuti enam kabupaten, yakni Gunung Mas, Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Murung Raya, dan Barito Selatan. Total peserta putra 27 orang dan putri 18 orang.

“Semuanya sangat antusias mengikuti lomba,” ucap Lagun yang merupakan panitia sekaligus juri lomba, kemarin.

Lomba habayang merupakan lomba adu kekuatan saling pukul gasing dan ketahanan yang diukur dengan lamanya gasi berputar. Lomba ini diawali saling curai atau memutar secara bersamaan gasingnya, yang bertahan lama berputar maka dia yang memukul duluan. “Kami menilai siapa yang tepat memukul, yang lama bertahan itulah yang menang. Pukulannya sebanyak 5 kali,” terang Lagun.

Pantauan Kalteng Pos di lapangan, masyarakat sangat antusias menyaksikan lomba. Sorak-sorai dan tepuk tangan membuat suasana permainan olahraga tradisional ini makin meriah. Peserta lomba tampak sangat bersemangat.

Isra, salah satu peserta lomba habayang kategori putri mengaku sangat senang melihat antusiasme penonton menyaksikan lomba yang digelar di tengah teriknya matahari. Dukungan penonton menjadi salah satu yang memompa semangatnya untuk tampil maksimal hingga bisa keluar sebagai juara pertama mewakili Barito Selatan (Barsel).

“Suatu kebanggan bagi saya bisa menjuarai lomba ini, apalagi ini merupakan kejuaraan antarkabupaten, saya sangat senang, kalau kejuaraan antar-RT, mungkin biasa-biasa saja rasanya,” ungkap Isra.

Di tempat yang sama, Risky, salah satu peserta anak-anak, juga mengungkapkan perasaannya. Meski kalah dalam lomba ini, dia tetap bangga. “Saya senang dengan lomba ini, sangat seru, ditambah lagi musuh saya adalah orang tua,” pungkasnya.  

Masih dikawasan UPT Taman Budaya, masyarakat juga antusias menyaksikan perlombaan karungut. Terik matahari yang menyengat tak menyurutkan semangat masyarakat untuk menonton langsung event yang sempat vakum dua tahun ini. Pada cabang karungut, ada delapan daerah yang ikut ambil bagian yakni Barito Utara, Kapuas, Seruyan, Murung Raya, Palangka Raya, Katingan, Gunung Mas dan Pulang Pisau. Setiap daerah mengutus perwakilan putra dan putri.

Baca Juga :  Pembangunan Infrastruktur Terus Ditingkatkan

Markorius, salah satu panitia lomba karungut mengatakan sangat senang dengan digelarnya kembali FBIM. Ia mengaku sudah ikut berpartisipasi menjadi panitia FBIM sejak 2014.

“Sangat luar biasa, masyarakat sangat antusias digelarnya kembali Festival Budaya Isen Mulang. Bukan hanya masyarakat, tapi peserta dari setiap kabupaten juga sangat antusias mengikuti lomba budaya, karena ini kali pertama dilaksanakan setelah pandemi Covid-19,” ucapnya.

Salah satu peserta lomba dari Murang Raya, Jemmy Vania Arianto mengaku gembira dengan digelarnya kembali FBIM. Walaupun perjalanan menuju ibu kota melelahkan, pria 24 tahun ini tetap semangat dan antusias mengikuti lomba.

“Perjalanan yang sangat melelahkan bukan menjadi hambatan untuk saya mengikuti lomba kerungut kali ini, karena ini adalah event pertama yang diadakan setelah dua tahun pandemi Covid-19. Saya sangat senang ada lagi kegiatan seperti ini, karena saya bisa menampilkan bakat menyairkan lagu karungut,” ujarnya.

Apa yang dirasakan Jemmy Vania Arianto juga dirasakan Isna Herlinda, peserta putri dari Kota Palangka Raya. Perempuan 21 tahun itu mengaku sangat senang FBIM bisa kembali digelar. Dia pun bisa menampilkan bakatnya dengan mengikuti lomba lagu karungut. Isna mengaku sudah sering mengikut lomba lagu karungut di tingkat kota. Bisa mengikuti lomba lagu karungut tingkat provinsi menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. “Saya giat berlatih untuk bisa menampilkan yang terbaik bagi Kota Palangka Raya,” ucap perempuan berparas ayu itu.

Karungut merupakan kekhasan Kalteng. Melalui karungut disyairkan sejarah maupun kegiatan sehari-hari masyarakat Dayak. Penilaian dalam lomba karungut ini mencakup penyampaian dalam bahasa Dayak, makna serta pesan yang ingin disampaikan, ekspresi, penguasaan lagu, serta musik yang serasi.

Ada dua lagu karungut yang dibawakan tiap peserta. Yakni satu lagu wajib berjudul Isen Mulang Marawei dan satu lagi lagu pilihan peserta. Hasil penilaian juri akan diumumkan saat penutupan FBIM, Minggu (22/5).

Kemarin juga digelar lomba meneweng, manetek, dan menyila Kayu. Setiap regu terdiri dari tiga orang. Lomba ini memiliki tiga tahapan. Pertama, meneweng atau menebang. Pada tahap ini peserta berlomba menebang batang kayu yang ditancapkan, setinggi kurang lebih dua meter.

Setelah kayu tersebut roboh, lomba dilanjutkan ke tahap kedua yakni menetek atau memotong. Batang kayu yang sudah roboh dipotong menjadi dua bagian. Tahap terakhir yakni menyila atau membelah. Batang kayu yang telah terbagi menjadi dua bagian itu selanjutnya dibelah lagi menjadi beberapa potongan. Setelah itu peserta menyusunnya dengan rapi.

Baca Juga :  Lima Figur Kuat Maju Pilgub Kalteng

Dalam lomba ini, tiap peserta menyiapkan alat untuk membelah kayu, berupa sebuah kapak kecil yang dinamai beliung. Mata kapak diikat menggunakan rotan keganggang yang terbuat dari kayu.

Jimy selaku koordinator lomba menjelaskan, ada beberapa poin yang jadi penilaian dalam lomba ini. Yakni kecepatan, kerapian saat maneweng, menetek, dan menyila, serta teknik mengikat beliung.

Pria asli Palangka Raya itu menambahkan, berbedaan lomba ini dengan lomba membelah kayu di daerah lain terletak pada teknik memotong. Suku Dayak memiliki kekhasan teknik memotong kayu. Teknik ini sangat erat berkaitan dengan kehidupan masyarakat Dayak Kalteng dahulu dalam mencari kayu bakar.

“Perbedaannya pada teknik menebang dan memotong kayu. Dengan ada lomba ini, semoga bisa memperkenalkan kepada kekhasan masyarakat suku Dayak Kalteng dahulu kala dalam mencari kayu bakar,” ucap Jimy.

Sorak-sorak suporter yang memberi dukungan untuk kontingen memeriahkan suasana siang itu. Para peserta lomba pun jadi lebih bersemangat. Salah satu peserta yang mendapat dukungan luar biasa adalah peserta dari Murung Raya yang bernama Tjilik Riwut. Dari wajahnya, bisa ditebak usianya tidak muda lagi. Kurang lebih setengah abad usianya. Meski demikian, semangatnya saat menebang kayu begitu memukau penonton.

Saat ditemui usai lomba, Tjilik Riwut mengaku jika menebag kayu merupakan pekerjaannya sehari-hari. Itulah yang ia peragakan saat lomba. Alat pemotong yang digunakannya pun merupakan karya tangannya sendiri.

“Tidak ada persiapan khusus, tapi sehari-hari saya sudah terbiasa menebang kayu untuk kayu bakar,” ucapnya.

Dalam lomba kali ini, ia mengambil bagian di tahap maneweng atau menebang kayu, mendampingi dua rekannya lagi yang menangani tahap menetek dan menyila.

Pria yang juga merupakan ASN di salah satu desa di Kecamatan Tanah Siang mengaku sangat senang bisa mengikuti perlombaan kali ini. “Terima kasih kepada pihak pemerintah provinsi yang telah mengadakan lagi Festival Budaya Isen Mulang, kami senang dengan adanya event bernuansa budaya ini, ini jadi wadah memperkenalkan budaya kepada generasi muda,” ucapnya.

Ia juga berpesan kepada kaum muda Kalteng untuk melestarikan budaya suku Dayak. “Supaya anak cucu kita nanti tidak melupakan budaya dan adat istiadat dari nenek moyang,” pungkasnya.

Hasil perlombaan langsung diumumkan kemarin. Kontingen Murung Raya keluar sebagai juara pertama, Sukamara mengamankan posisi kedua, sementara juara tiga diraih kontingen Barito Selatan. (*/ce/ala/ko)

Melihat Perlombaan Hari Pertama FBIM 2022

Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2022 resmi bergulir. Kontingen dari kabupaten/kota berkumpul di Kota Palangka Raya untuk mengikuti berbagai cabang olahraga tradisional dan lomba kesenian daerah. Event ini digelar untuk memeriahkan hari jadi ke-65 Provinsi Kalteng. Sejak Kamis (18/5), beberapa cabang lomba sudah dimainkan.

FAUZAN-PUTRI-IRPAN, Palangka Raya

HARI pertama FBIM, Rabu (18/5), digelar empat cabang lomba yang berlangsung dari pagi hingga malam hari. Ada lomba habayang/bagasing, karungut, serta maneweng, manetek, dan manyila kayu. Lalu pada malam hari digelar lomba sepak sawut. Kegiatan dipusatkan di UPT Taman Budaya, Jalan Temanggung Tilung, Palangka Raya.

Lomba habayang terbagi dalam dua kategori, yakni putra dan putri. Kategori putra diikuti peserta dari sembilan kabupaten, yakni Sukamara, Lamandau, Gunung Mas, Barito Selatan, Murung Raya, Barito Timur, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kapuas. Sedangkan kategori putri diikuti enam kabupaten, yakni Gunung Mas, Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Murung Raya, dan Barito Selatan. Total peserta putra 27 orang dan putri 18 orang.

“Semuanya sangat antusias mengikuti lomba,” ucap Lagun yang merupakan panitia sekaligus juri lomba, kemarin.

Lomba habayang merupakan lomba adu kekuatan saling pukul gasing dan ketahanan yang diukur dengan lamanya gasi berputar. Lomba ini diawali saling curai atau memutar secara bersamaan gasingnya, yang bertahan lama berputar maka dia yang memukul duluan. “Kami menilai siapa yang tepat memukul, yang lama bertahan itulah yang menang. Pukulannya sebanyak 5 kali,” terang Lagun.

Pantauan Kalteng Pos di lapangan, masyarakat sangat antusias menyaksikan lomba. Sorak-sorai dan tepuk tangan membuat suasana permainan olahraga tradisional ini makin meriah. Peserta lomba tampak sangat bersemangat.

Isra, salah satu peserta lomba habayang kategori putri mengaku sangat senang melihat antusiasme penonton menyaksikan lomba yang digelar di tengah teriknya matahari. Dukungan penonton menjadi salah satu yang memompa semangatnya untuk tampil maksimal hingga bisa keluar sebagai juara pertama mewakili Barito Selatan (Barsel).

“Suatu kebanggan bagi saya bisa menjuarai lomba ini, apalagi ini merupakan kejuaraan antarkabupaten, saya sangat senang, kalau kejuaraan antar-RT, mungkin biasa-biasa saja rasanya,” ungkap Isra.

Di tempat yang sama, Risky, salah satu peserta anak-anak, juga mengungkapkan perasaannya. Meski kalah dalam lomba ini, dia tetap bangga. “Saya senang dengan lomba ini, sangat seru, ditambah lagi musuh saya adalah orang tua,” pungkasnya.  

Masih dikawasan UPT Taman Budaya, masyarakat juga antusias menyaksikan perlombaan karungut. Terik matahari yang menyengat tak menyurutkan semangat masyarakat untuk menonton langsung event yang sempat vakum dua tahun ini. Pada cabang karungut, ada delapan daerah yang ikut ambil bagian yakni Barito Utara, Kapuas, Seruyan, Murung Raya, Palangka Raya, Katingan, Gunung Mas dan Pulang Pisau. Setiap daerah mengutus perwakilan putra dan putri.

Baca Juga :  Pembangunan Infrastruktur Terus Ditingkatkan

Markorius, salah satu panitia lomba karungut mengatakan sangat senang dengan digelarnya kembali FBIM. Ia mengaku sudah ikut berpartisipasi menjadi panitia FBIM sejak 2014.

“Sangat luar biasa, masyarakat sangat antusias digelarnya kembali Festival Budaya Isen Mulang. Bukan hanya masyarakat, tapi peserta dari setiap kabupaten juga sangat antusias mengikuti lomba budaya, karena ini kali pertama dilaksanakan setelah pandemi Covid-19,” ucapnya.

Salah satu peserta lomba dari Murang Raya, Jemmy Vania Arianto mengaku gembira dengan digelarnya kembali FBIM. Walaupun perjalanan menuju ibu kota melelahkan, pria 24 tahun ini tetap semangat dan antusias mengikuti lomba.

“Perjalanan yang sangat melelahkan bukan menjadi hambatan untuk saya mengikuti lomba kerungut kali ini, karena ini adalah event pertama yang diadakan setelah dua tahun pandemi Covid-19. Saya sangat senang ada lagi kegiatan seperti ini, karena saya bisa menampilkan bakat menyairkan lagu karungut,” ujarnya.

Apa yang dirasakan Jemmy Vania Arianto juga dirasakan Isna Herlinda, peserta putri dari Kota Palangka Raya. Perempuan 21 tahun itu mengaku sangat senang FBIM bisa kembali digelar. Dia pun bisa menampilkan bakatnya dengan mengikuti lomba lagu karungut. Isna mengaku sudah sering mengikut lomba lagu karungut di tingkat kota. Bisa mengikuti lomba lagu karungut tingkat provinsi menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. “Saya giat berlatih untuk bisa menampilkan yang terbaik bagi Kota Palangka Raya,” ucap perempuan berparas ayu itu.

Karungut merupakan kekhasan Kalteng. Melalui karungut disyairkan sejarah maupun kegiatan sehari-hari masyarakat Dayak. Penilaian dalam lomba karungut ini mencakup penyampaian dalam bahasa Dayak, makna serta pesan yang ingin disampaikan, ekspresi, penguasaan lagu, serta musik yang serasi.

Ada dua lagu karungut yang dibawakan tiap peserta. Yakni satu lagu wajib berjudul Isen Mulang Marawei dan satu lagi lagu pilihan peserta. Hasil penilaian juri akan diumumkan saat penutupan FBIM, Minggu (22/5).

Kemarin juga digelar lomba meneweng, manetek, dan menyila Kayu. Setiap regu terdiri dari tiga orang. Lomba ini memiliki tiga tahapan. Pertama, meneweng atau menebang. Pada tahap ini peserta berlomba menebang batang kayu yang ditancapkan, setinggi kurang lebih dua meter.

Setelah kayu tersebut roboh, lomba dilanjutkan ke tahap kedua yakni menetek atau memotong. Batang kayu yang sudah roboh dipotong menjadi dua bagian. Tahap terakhir yakni menyila atau membelah. Batang kayu yang telah terbagi menjadi dua bagian itu selanjutnya dibelah lagi menjadi beberapa potongan. Setelah itu peserta menyusunnya dengan rapi.

Baca Juga :  Lima Figur Kuat Maju Pilgub Kalteng

Dalam lomba ini, tiap peserta menyiapkan alat untuk membelah kayu, berupa sebuah kapak kecil yang dinamai beliung. Mata kapak diikat menggunakan rotan keganggang yang terbuat dari kayu.

Jimy selaku koordinator lomba menjelaskan, ada beberapa poin yang jadi penilaian dalam lomba ini. Yakni kecepatan, kerapian saat maneweng, menetek, dan menyila, serta teknik mengikat beliung.

Pria asli Palangka Raya itu menambahkan, berbedaan lomba ini dengan lomba membelah kayu di daerah lain terletak pada teknik memotong. Suku Dayak memiliki kekhasan teknik memotong kayu. Teknik ini sangat erat berkaitan dengan kehidupan masyarakat Dayak Kalteng dahulu dalam mencari kayu bakar.

“Perbedaannya pada teknik menebang dan memotong kayu. Dengan ada lomba ini, semoga bisa memperkenalkan kepada kekhasan masyarakat suku Dayak Kalteng dahulu kala dalam mencari kayu bakar,” ucap Jimy.

Sorak-sorak suporter yang memberi dukungan untuk kontingen memeriahkan suasana siang itu. Para peserta lomba pun jadi lebih bersemangat. Salah satu peserta yang mendapat dukungan luar biasa adalah peserta dari Murung Raya yang bernama Tjilik Riwut. Dari wajahnya, bisa ditebak usianya tidak muda lagi. Kurang lebih setengah abad usianya. Meski demikian, semangatnya saat menebang kayu begitu memukau penonton.

Saat ditemui usai lomba, Tjilik Riwut mengaku jika menebag kayu merupakan pekerjaannya sehari-hari. Itulah yang ia peragakan saat lomba. Alat pemotong yang digunakannya pun merupakan karya tangannya sendiri.

“Tidak ada persiapan khusus, tapi sehari-hari saya sudah terbiasa menebang kayu untuk kayu bakar,” ucapnya.

Dalam lomba kali ini, ia mengambil bagian di tahap maneweng atau menebang kayu, mendampingi dua rekannya lagi yang menangani tahap menetek dan menyila.

Pria yang juga merupakan ASN di salah satu desa di Kecamatan Tanah Siang mengaku sangat senang bisa mengikuti perlombaan kali ini. “Terima kasih kepada pihak pemerintah provinsi yang telah mengadakan lagi Festival Budaya Isen Mulang, kami senang dengan adanya event bernuansa budaya ini, ini jadi wadah memperkenalkan budaya kepada generasi muda,” ucapnya.

Ia juga berpesan kepada kaum muda Kalteng untuk melestarikan budaya suku Dayak. “Supaya anak cucu kita nanti tidak melupakan budaya dan adat istiadat dari nenek moyang,” pungkasnya.

Hasil perlombaan langsung diumumkan kemarin. Kontingen Murung Raya keluar sebagai juara pertama, Sukamara mengamankan posisi kedua, sementara juara tiga diraih kontingen Barito Selatan. (*/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/