Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

35 Fasilitas Kesehatan Lumpuh

“Hujan itu fenomena alamalam karena intensitas curah hujan tinggi sehingga banjir, ya tentunya tidak setiap saat,” ucap Nuryakin.

Nuryakin menambahkan, selain intensitas tinggi banjir juga bisa diakibatkan erosi dan berkurangnya daya serap air yang mengakibatkan tergenangnya air. Maka dari itu menurutnya perlu ada koordinasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola hutan dan mengelola lahan tempat resapan air.

“Itu kita lihat permasalahannya sesuai dengan kriteria permasalahan kabupaten dan kota masing-masing, kalau penghijauan itukan sudah pasti, dan pastinya dari pemprov juga melakukan bagaimana pemulihan daya serap airnya,” ucap Nuryakin.

Menurut ketua jurusan Kehutanan Universitas Palangka Raya Joana mengatakan bahwa saat ini sedang mengalami perubahan iklim secara global, tentunya ini dengan banyak faktor. Maka tidak heran curah hujan yang saat ini melanda begitu ekstrim yang mengakibatkan daerah-daerah mengalami banjir, bukan hanya di Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Banjir di Kotim Tahun Ini Terparah

“Karena sering terjadi secara global, kalau ingin mengatasi banjir pemerintah ini sudah lakukan itu mas, akan tetapi namanya iklim yang seperti ini jadi susah untuk diduga,” ucapnya.

Di samping curah hujan yang tinggi, ia juga menyebutkan bahwa saat ini daya serap tanah untuk air sudah tidak maksimal lagi. Maka dari itu ia menyampaikan bahwa kalau ingin mengurangi dampak perubahan iklim perlu adanya perbaikan dibeberapa sektor seperti penghijauan dan restorasi lahan agar penyerapannya air bisa maksimal.

“Tentunya kalau secara akademisi yang selalu kami ajarkan salah satu penanganan adalah dengan melakukan penghijauan atau mengembalikan daya serap tanah dengan penanaman pohon,” ucap Joana.

Ia juga menjelaskan bahwa kalau mencari titik permasalahan maka perlu adanya kajian. Karena tidak bisa hanya menyebutkan beberapa komponen yang diduga penyebab seringnya terjadi banjir, karena banjir tidak dapat diduga.

Baca Juga :  Gubernur Kalteng Perjuangkan Pemekaran Dua Provinsi dan Satu Kabupaten

“Mungkin saja penyerapan airnya berkurang, beberapa ekosistem terganggu, mungkin karena adanya pembukaan lahan, pengembangan pemukiman tentu kita tidak menyalahkan siapa dan siapa semuanya pasti ada dampaknya, makanya perlu adanya penanaman kembali, untuk memperkuat daya serap air,” ucap Joana.

Saat ini penambahan Kepala Keluarga (KK) yang terdampak banjir bertambah, melalui data yang dikeluarkan oleh BPBD Kalteng, Kotawaringin Barat masih tertinggi dari jumlah warga yang terdampak dimana adanya penambahan 1.002 KK yang terdampak menjadi 7.047 KK, di Lamandau tidak adanya penambahan jumlah warga yang terdampak, sedangkan di Katingan ada ada penambahan 5.312 KK yang terdampak. Sedangkan di Seruyan korban saat ini 6.225 KK, Sukamara saat ini 3.384 KK, Kotawaringin Timur juga mengalami penambahan saat ini 3756 KK. (dan/irj/ala)

“Hujan itu fenomena alamalam karena intensitas curah hujan tinggi sehingga banjir, ya tentunya tidak setiap saat,” ucap Nuryakin.

Nuryakin menambahkan, selain intensitas tinggi banjir juga bisa diakibatkan erosi dan berkurangnya daya serap air yang mengakibatkan tergenangnya air. Maka dari itu menurutnya perlu ada koordinasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola hutan dan mengelola lahan tempat resapan air.

“Itu kita lihat permasalahannya sesuai dengan kriteria permasalahan kabupaten dan kota masing-masing, kalau penghijauan itukan sudah pasti, dan pastinya dari pemprov juga melakukan bagaimana pemulihan daya serap airnya,” ucap Nuryakin.

Menurut ketua jurusan Kehutanan Universitas Palangka Raya Joana mengatakan bahwa saat ini sedang mengalami perubahan iklim secara global, tentunya ini dengan banyak faktor. Maka tidak heran curah hujan yang saat ini melanda begitu ekstrim yang mengakibatkan daerah-daerah mengalami banjir, bukan hanya di Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Banjir di Kotim Tahun Ini Terparah

“Karena sering terjadi secara global, kalau ingin mengatasi banjir pemerintah ini sudah lakukan itu mas, akan tetapi namanya iklim yang seperti ini jadi susah untuk diduga,” ucapnya.

Di samping curah hujan yang tinggi, ia juga menyebutkan bahwa saat ini daya serap tanah untuk air sudah tidak maksimal lagi. Maka dari itu ia menyampaikan bahwa kalau ingin mengurangi dampak perubahan iklim perlu adanya perbaikan dibeberapa sektor seperti penghijauan dan restorasi lahan agar penyerapannya air bisa maksimal.

“Tentunya kalau secara akademisi yang selalu kami ajarkan salah satu penanganan adalah dengan melakukan penghijauan atau mengembalikan daya serap tanah dengan penanaman pohon,” ucap Joana.

Ia juga menjelaskan bahwa kalau mencari titik permasalahan maka perlu adanya kajian. Karena tidak bisa hanya menyebutkan beberapa komponen yang diduga penyebab seringnya terjadi banjir, karena banjir tidak dapat diduga.

Baca Juga :  Gubernur Kalteng Perjuangkan Pemekaran Dua Provinsi dan Satu Kabupaten

“Mungkin saja penyerapan airnya berkurang, beberapa ekosistem terganggu, mungkin karena adanya pembukaan lahan, pengembangan pemukiman tentu kita tidak menyalahkan siapa dan siapa semuanya pasti ada dampaknya, makanya perlu adanya penanaman kembali, untuk memperkuat daya serap air,” ucap Joana.

Saat ini penambahan Kepala Keluarga (KK) yang terdampak banjir bertambah, melalui data yang dikeluarkan oleh BPBD Kalteng, Kotawaringin Barat masih tertinggi dari jumlah warga yang terdampak dimana adanya penambahan 1.002 KK yang terdampak menjadi 7.047 KK, di Lamandau tidak adanya penambahan jumlah warga yang terdampak, sedangkan di Katingan ada ada penambahan 5.312 KK yang terdampak. Sedangkan di Seruyan korban saat ini 6.225 KK, Sukamara saat ini 3.384 KK, Kotawaringin Timur juga mengalami penambahan saat ini 3756 KK. (dan/irj/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/