Kamis, Mei 22, 2025
24.6 C
Palangkaraya

Muncul Wacana Pembatalan PSU Barito Utara, Begini Respons Pengamat Politik!

PALANGKA RAYA,KALTENG POS–Pemerintah pusat tengah mempertimbangkan wacana pembatalan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada di Kabupaten Barito Utara (Batara) dan menggantinya dengan penunjukan Penjabat (Pj) Bupati. Wacana ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, yang menyebut bahwa pelaksanaan PSU diperkirakan menelan biaya hingga Rp27 miliar. Dana sebesar itu dinilai lebih baik dialokasikan untuk kepentingan masyarakat.

Menanggapi isu pembatalan PSU Pilkada Barito Utara, pengamat politik dari Universitas Palangka Raya, Ricky Zulfauzan, menegaskan bahwa wacana tersebut tidak dapat dibenarkan. Ricky menekankan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat.

“Tidak ada tawar-menawar. MK telah memerintahkan PSU, maka PSU harus tetap dilaksanakan,” tegas Ricky.

Baca Juga :  Berikut Temuan Kecurangan Pilkada Lamandau Versi Tim Hendra-Budiman

Ricky, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menambahkan bahwa jika Presiden hanya menunjuk Pj Bupati tanpa menjalankan putusan MK, maka hal tersebut bisa dianggap melanggar undang-undang.

“Jika itu terjadi, patut diduga Presiden melakukan pelanggaran terhadap konstitusi,” ujarnya.

Meski pelaksanaan PSU berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran, Ricky menjelaskan bahwa hal ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi sebelumnya dalam proses Pilkada Barito Utara.

“Kalau tidak ingin rugi, maka jangan ada kecurangan. Sesederhana itu,” tambahnya.

Ricky juga menegaskan bahwa pihak-pihak terkait seperti KPU Barito Utara, Bawaslu Barito Utara, dan Bawaslu Kalimantan Tengah harus menerima konsekuensi atas kesalahan yang terjadi selama proses Pilkada.

“Dari fakta yang ada, kesalahan sementara ini bisa disimpulkan ada pada mereka,” jelasnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Pengamat politik ini menyarankan agar putusan MK segera dilaksanakan. Ia meminta KPU RI segera menerbitkan petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan PSU Pilkada Barito Utara.

Selain itu, Ricky mendorong Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Direktorat Jenderal Keuangan Daerah dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah untuk segera menyiapkan mekanisme penganggarannya.

Menurutnya, waktu 90 hari tidak akan cukup jika hanya digunakan untuk berpolemik.

“Rakyat Barito Utara sangat menantikan pemimpin definitif segera dilantik. Banyak pekerjaan rumah tertunda selama daerah ini hanya dipimpin Pj Bupati. Daerah lain sudah menjalankan program 100 hari kerja, sementara Barito Utara cenderung stagnan,” pungkasnya. (irj/ala)

PALANGKA RAYA,KALTENG POS–Pemerintah pusat tengah mempertimbangkan wacana pembatalan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada di Kabupaten Barito Utara (Batara) dan menggantinya dengan penunjukan Penjabat (Pj) Bupati. Wacana ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, yang menyebut bahwa pelaksanaan PSU diperkirakan menelan biaya hingga Rp27 miliar. Dana sebesar itu dinilai lebih baik dialokasikan untuk kepentingan masyarakat.

Menanggapi isu pembatalan PSU Pilkada Barito Utara, pengamat politik dari Universitas Palangka Raya, Ricky Zulfauzan, menegaskan bahwa wacana tersebut tidak dapat dibenarkan. Ricky menekankan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat.

“Tidak ada tawar-menawar. MK telah memerintahkan PSU, maka PSU harus tetap dilaksanakan,” tegas Ricky.

Baca Juga :  Berikut Temuan Kecurangan Pilkada Lamandau Versi Tim Hendra-Budiman

Ricky, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menambahkan bahwa jika Presiden hanya menunjuk Pj Bupati tanpa menjalankan putusan MK, maka hal tersebut bisa dianggap melanggar undang-undang.

“Jika itu terjadi, patut diduga Presiden melakukan pelanggaran terhadap konstitusi,” ujarnya.

Meski pelaksanaan PSU berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran, Ricky menjelaskan bahwa hal ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi sebelumnya dalam proses Pilkada Barito Utara.

“Kalau tidak ingin rugi, maka jangan ada kecurangan. Sesederhana itu,” tambahnya.

Ricky juga menegaskan bahwa pihak-pihak terkait seperti KPU Barito Utara, Bawaslu Barito Utara, dan Bawaslu Kalimantan Tengah harus menerima konsekuensi atas kesalahan yang terjadi selama proses Pilkada.

“Dari fakta yang ada, kesalahan sementara ini bisa disimpulkan ada pada mereka,” jelasnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Pengamat politik ini menyarankan agar putusan MK segera dilaksanakan. Ia meminta KPU RI segera menerbitkan petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan PSU Pilkada Barito Utara.

Selain itu, Ricky mendorong Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Direktorat Jenderal Keuangan Daerah dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah untuk segera menyiapkan mekanisme penganggarannya.

Menurutnya, waktu 90 hari tidak akan cukup jika hanya digunakan untuk berpolemik.

“Rakyat Barito Utara sangat menantikan pemimpin definitif segera dilantik. Banyak pekerjaan rumah tertunda selama daerah ini hanya dipimpin Pj Bupati. Daerah lain sudah menjalankan program 100 hari kerja, sementara Barito Utara cenderung stagnan,” pungkasnya. (irj/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/