Jumat, September 20, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Kusta Serang Warga Usia Produktif, Waspada Begini Cara Penularannya

Survei terhadap penderita kusta ia lakukan dalam jangka waktu cukup lama. Namun gejala kusta baru dirasakan tiga tahun setelah itu. Pada 2019, B merasakan ruam-ruam di sekujur tubuh. Mati rasa. Namun tak digubrisnya. Mengira penyakit biasa seperti liman. Setahun berselang, ia harus menjalani pengobatan intens karena didiagnosis menderita kusta. Sejak itulah sarjana pertanian itu harus rutin berobat ke RSUD dr Doris Sylvanus.

“Pengobatan sejak 2020, awalnya memang kaki ngerasa bengkak, tapi mati rasa, awalnya saya kira penyakit biasa seperti liman, tapi setelah periksa ke dokter, rupanya kusta, sejak tahun itulah saya rutin berobat,” tuturnya.

Setelah menjalani pengobatan sejak 2020 hingga Agustus 2022, B merasa ada perubahan. Ia sempat merasa hampir sembuh dari penyakit yang dideritanya itu. Namun sejak Agustus 2022 sampai Desember, ia harus bolak-balik lagi ke rumah sakit.

Baca Juga :  Imunisasi Membentengi Anak dari Penyakit

Kini B harus menerima cobaan hidup cukup berat. Kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan secara sempurna. Tidak bisa melakukan aktivitas berat. Kondisi tangan kebas, mati rasa. Ketika menggenggam sesuatu, tidak terasa apa-apa. Bahkan ia tidak merasakan sakit saat jarinya terluka.

“Jangankan aktivitas berat, mau jalan saja sulit, mau berdiri juga harus dibantu, mau salat juga dibantu,” ungkapnya.

Meski demikian, B tidak mau menyerah. Dibantu istrinya, ia mengisi hari-harinya dengan bekerja sebagai petugas survei di salah satu perusahaan swasta di Kalteng. Awalnya B merasa berat menerima semua ini. Ia yang sebelumnya terbiasa bekerja berat, harus rela menahan egonya untuk bekerja karena kesehatan tubuh yang tidak memungkinkan. “Tapi saya tidak mengharapkan bantuan penuh dari orang, saya harus bekerja sendiri, mengerahkan segenap kemampuan saya,” tuturnya.

Baca Juga :  Intensitas Hujan di Kalteng Masih Tinggi sampai Awal Mei

B juga merasakan perubahan sikap beberapa anggota keluarganya yang mulai menjauhinya. Namun itu tidak menyurutkannya untuk tetap menjalani kehidupan. Ia pun berpesan kepada penderita kusta agar tidak mudah menyerah. Tetap mensyukuri kondisi yang ada dan terus mencoba berobat agar bisa sehat kembali seperti sedia kala. B juga berharap ada perhatian lebih dari pemerintah daerah kepada para penderita kusta di Kalteng ini.

“Saya kira memang perlu bantuan dari pemerintah, apalagi kalau penderita merupakan kepala keluarga yang harus mencari nafkah untuk keluarga, kalau bisa ada perhatian dari pemerintah seperti pemberian bantuan untuk menghidupi keluarga,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Survei terhadap penderita kusta ia lakukan dalam jangka waktu cukup lama. Namun gejala kusta baru dirasakan tiga tahun setelah itu. Pada 2019, B merasakan ruam-ruam di sekujur tubuh. Mati rasa. Namun tak digubrisnya. Mengira penyakit biasa seperti liman. Setahun berselang, ia harus menjalani pengobatan intens karena didiagnosis menderita kusta. Sejak itulah sarjana pertanian itu harus rutin berobat ke RSUD dr Doris Sylvanus.

“Pengobatan sejak 2020, awalnya memang kaki ngerasa bengkak, tapi mati rasa, awalnya saya kira penyakit biasa seperti liman, tapi setelah periksa ke dokter, rupanya kusta, sejak tahun itulah saya rutin berobat,” tuturnya.

Setelah menjalani pengobatan sejak 2020 hingga Agustus 2022, B merasa ada perubahan. Ia sempat merasa hampir sembuh dari penyakit yang dideritanya itu. Namun sejak Agustus 2022 sampai Desember, ia harus bolak-balik lagi ke rumah sakit.

Baca Juga :  Imunisasi Membentengi Anak dari Penyakit

Kini B harus menerima cobaan hidup cukup berat. Kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan secara sempurna. Tidak bisa melakukan aktivitas berat. Kondisi tangan kebas, mati rasa. Ketika menggenggam sesuatu, tidak terasa apa-apa. Bahkan ia tidak merasakan sakit saat jarinya terluka.

“Jangankan aktivitas berat, mau jalan saja sulit, mau berdiri juga harus dibantu, mau salat juga dibantu,” ungkapnya.

Meski demikian, B tidak mau menyerah. Dibantu istrinya, ia mengisi hari-harinya dengan bekerja sebagai petugas survei di salah satu perusahaan swasta di Kalteng. Awalnya B merasa berat menerima semua ini. Ia yang sebelumnya terbiasa bekerja berat, harus rela menahan egonya untuk bekerja karena kesehatan tubuh yang tidak memungkinkan. “Tapi saya tidak mengharapkan bantuan penuh dari orang, saya harus bekerja sendiri, mengerahkan segenap kemampuan saya,” tuturnya.

Baca Juga :  Intensitas Hujan di Kalteng Masih Tinggi sampai Awal Mei

B juga merasakan perubahan sikap beberapa anggota keluarganya yang mulai menjauhinya. Namun itu tidak menyurutkannya untuk tetap menjalani kehidupan. Ia pun berpesan kepada penderita kusta agar tidak mudah menyerah. Tetap mensyukuri kondisi yang ada dan terus mencoba berobat agar bisa sehat kembali seperti sedia kala. B juga berharap ada perhatian lebih dari pemerintah daerah kepada para penderita kusta di Kalteng ini.

“Saya kira memang perlu bantuan dari pemerintah, apalagi kalau penderita merupakan kepala keluarga yang harus mencari nafkah untuk keluarga, kalau bisa ada perhatian dari pemerintah seperti pemberian bantuan untuk menghidupi keluarga,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/