Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Kepala Kantor ATR/BPN Kota Yono Cahyono Berbicara soal Putusan PTUN

Tak Hadirkan Saksi Fakta karena Pegawai Pindah Tugas dan Strok

Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Palangka Raya akhirnya angkat bicara terkait kasus pertanahan di Jalan Hiu Putih VIII A. Upaya hukum banding akan dilakukan oleh lembaga pertanahan tersebut untuk merespons putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya.

 

AGUS JAYA, Palangka Raya

 

KAMI mengajukan banding,” kata Yono Cahyono saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (24/7).

Dikatakannya, mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung RI (Sema) Nomor 3 Tahun 2018, maka terhadap putusan PTUN dalam perkara sengketa nomor 2/G/2023/PTUN Plk, antara Hj Musrifah selaku penggugat dengan pihak BPN selaku tergugat, maka pihaknya mengajukan perlawanan atas putusan tersebut.

BPN mengharapkan kedua belah pihak bisa menyelesaikan terlebih dahulu soal keperdataan terkait keabsahan kepemilikan tanah sengketa itu.

“Kami beri kesempatan kepada kedua belah pihak untuk terlebih dahulu menyelesaikan soal perdatanya,” kata Yono.

Ia menambahkan, apabila soal keabsahan kepemilikan lahan itu sudah lebih jelas lewat hasil putusan sidang perdata dan telah berkekuatan hukum tetap, maka persoalan terkait pembatalan keabsahan sertifikat lahan dari salah satu pihak seperti yang dikeluarkan oleh putusan PTUN dapat segera dilakukan BPN.

Baca Juga :  JCH Kalteng Bertolak ke Arafah

Yono juga mengatakan, sertifikat yang dimiliki pihak penggugat (Hj Musrifah) maupun sertifikat lahan yang saat ini dipegang oleh sejumlah warga merupakan sertifikat sah yang dikeluarkan BPN.

Dijelaskannya, sebelum penerbitan sertifikat tanah milik warga, harus ada tindakan perbuatan hukum terkait pembuatan sebuah sertifikat tanah. “Perbuatan hukum itu dituangkan dalam dokumen pengukuran dan dokumen penerbitan hak atas tanah,” ujarnya.

Dikarenakan telah lengkapnya dua dokumen tersebut, maka hal tersebut juga yang menjadi salah satu alasan bagi pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta dalam persidangan PTUN. “Kami sudah merasa cukup dengan dua alat bukti tersebut,” ujar Yono ketika menyinggung terkait alasan pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta.

Alasan lain pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta dalam persidangan tersebut, karena dari dua pegawai yang melakukan pengukuran lahan sengketa, satu orangnya telah pindah tugas, sementara satu lagi dalam kondisi sakit.

“Kebetulan tukang ukur yang menangani masalah ini sudah pindah tugas ke Tangerang, sedangkan petugas yang kedua menderita strok,” ujar Yono.

Terkait adanya informasi yang menyebut lokasi lahan yang menjadi objek sengketa berbeda antara milik penggugat (Hj Musrifah) dengan lokasi lahan milik warga Jalan Hiu Putih VIII karena perbedaan peta, Yono mengatakan bahwa berdasarkan data yang dimiliki BPN, lokasi yang menjadi objek sengketa merujuk ke lokasi yang sama.

Baca Juga :  Penghormatan Terakhir untuk Salundik Gohong

“Data yang ada pada kami terkait lokasi itu, walaupun petanya berbeda, memang menujukan lokasi yang sama,” ujar Yono.

Dia menambahkan, dalam fakta persidangan, salah satu saksi yang diajukan pihak penggugat telah menjelaskan bahwa pada 2013 lalu terjadi kesalahan sistem terkait penerbitan sertifikat.

Dijelaskannya, error by sytem itu terjadi karena adanya perpindahan (migrasi) penggunaan sistem data komputerisasi kegiatan pertanahan (KKP) dari sistem aplikasi KKP-deskop ke aplikasi KKP-web.

Yono memang mengakui bahwa salah satu penyebab adanya tumpang tindih penerbitan sertifikat tanah yakni adanya kekeliruan pencatatan administrasi penerbitan sertifikat di BPN kala itu.

Namun, lanjut Yono, sebenarnya permasalahan tersebut telah terjadi sejak pengajuan sertifikat tanah, karena diajukan di atas lahan yang diklaim kepemilikannya oleh kedua belah pihak.

“Karena itu kami dorong agar kedua pihak menyelesaikan dahulu masalah keperdataan, terkait administratif penerbitan sertifikat atas tanah nanti mengikuti perdata,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Palangka Raya akhirnya angkat bicara terkait kasus pertanahan di Jalan Hiu Putih VIII A. Upaya hukum banding akan dilakukan oleh lembaga pertanahan tersebut untuk merespons putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya.

 

AGUS JAYA, Palangka Raya

 

KAMI mengajukan banding,” kata Yono Cahyono saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (24/7).

Dikatakannya, mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung RI (Sema) Nomor 3 Tahun 2018, maka terhadap putusan PTUN dalam perkara sengketa nomor 2/G/2023/PTUN Plk, antara Hj Musrifah selaku penggugat dengan pihak BPN selaku tergugat, maka pihaknya mengajukan perlawanan atas putusan tersebut.

BPN mengharapkan kedua belah pihak bisa menyelesaikan terlebih dahulu soal keperdataan terkait keabsahan kepemilikan tanah sengketa itu.

“Kami beri kesempatan kepada kedua belah pihak untuk terlebih dahulu menyelesaikan soal perdatanya,” kata Yono.

Ia menambahkan, apabila soal keabsahan kepemilikan lahan itu sudah lebih jelas lewat hasil putusan sidang perdata dan telah berkekuatan hukum tetap, maka persoalan terkait pembatalan keabsahan sertifikat lahan dari salah satu pihak seperti yang dikeluarkan oleh putusan PTUN dapat segera dilakukan BPN.

Baca Juga :  JCH Kalteng Bertolak ke Arafah

Yono juga mengatakan, sertifikat yang dimiliki pihak penggugat (Hj Musrifah) maupun sertifikat lahan yang saat ini dipegang oleh sejumlah warga merupakan sertifikat sah yang dikeluarkan BPN.

Dijelaskannya, sebelum penerbitan sertifikat tanah milik warga, harus ada tindakan perbuatan hukum terkait pembuatan sebuah sertifikat tanah. “Perbuatan hukum itu dituangkan dalam dokumen pengukuran dan dokumen penerbitan hak atas tanah,” ujarnya.

Dikarenakan telah lengkapnya dua dokumen tersebut, maka hal tersebut juga yang menjadi salah satu alasan bagi pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta dalam persidangan PTUN. “Kami sudah merasa cukup dengan dua alat bukti tersebut,” ujar Yono ketika menyinggung terkait alasan pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta.

Alasan lain pihak BPN tidak menghadirkan saksi fakta dalam persidangan tersebut, karena dari dua pegawai yang melakukan pengukuran lahan sengketa, satu orangnya telah pindah tugas, sementara satu lagi dalam kondisi sakit.

“Kebetulan tukang ukur yang menangani masalah ini sudah pindah tugas ke Tangerang, sedangkan petugas yang kedua menderita strok,” ujar Yono.

Terkait adanya informasi yang menyebut lokasi lahan yang menjadi objek sengketa berbeda antara milik penggugat (Hj Musrifah) dengan lokasi lahan milik warga Jalan Hiu Putih VIII karena perbedaan peta, Yono mengatakan bahwa berdasarkan data yang dimiliki BPN, lokasi yang menjadi objek sengketa merujuk ke lokasi yang sama.

Baca Juga :  Penghormatan Terakhir untuk Salundik Gohong

“Data yang ada pada kami terkait lokasi itu, walaupun petanya berbeda, memang menujukan lokasi yang sama,” ujar Yono.

Dia menambahkan, dalam fakta persidangan, salah satu saksi yang diajukan pihak penggugat telah menjelaskan bahwa pada 2013 lalu terjadi kesalahan sistem terkait penerbitan sertifikat.

Dijelaskannya, error by sytem itu terjadi karena adanya perpindahan (migrasi) penggunaan sistem data komputerisasi kegiatan pertanahan (KKP) dari sistem aplikasi KKP-deskop ke aplikasi KKP-web.

Yono memang mengakui bahwa salah satu penyebab adanya tumpang tindih penerbitan sertifikat tanah yakni adanya kekeliruan pencatatan administrasi penerbitan sertifikat di BPN kala itu.

Namun, lanjut Yono, sebenarnya permasalahan tersebut telah terjadi sejak pengajuan sertifikat tanah, karena diajukan di atas lahan yang diklaim kepemilikannya oleh kedua belah pihak.

“Karena itu kami dorong agar kedua pihak menyelesaikan dahulu masalah keperdataan, terkait administratif penerbitan sertifikat atas tanah nanti mengikuti perdata,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/