Minggu, September 8, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Penghapusan Jurusan Memudahkan Siswa Gapai Cita-Cita

PALANGKA RAYA – Dalam beberapa bulan terakhir, penghapusan jurusan dalam kurikulum sekolah menengah atas (SMA) telah menjadi topik hangat yang menarik perhatian banyak kalangan. Mulai dari pendidik, orang tua, hingga siswa. Kebijakan yang mulai diterapkan ini menandakan tidak ada lagi pemisahan antara jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), maupun bahasa di tingkat SMA.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Muhammad Reza Prabowo melalui Kepala Bidang SMA Syafruddin menyebut perlu meluruskan pemahaman mengenai kebijakan tersebut. Menurutnya, penghapusan jurusan bukan berarti siswa tidak akan lagi mempelajari mata pelajaran sebagaimana biasanya.

“Dengan adanya penghapusan jurusan, siswa akan mendapatkan mata pelajaran berdasarkan minat dan keinginan masing-masing,” jelas Syafruddin, Senin (22/7/2024).

Penghapusan jurusan merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, yang bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang lebih fleksibel dan inklusif. Kurikulum Merdeka memungkinkan siswa memilih mata pelajaran sesuai minat, tanpa terikat pada label jurusan tertentu. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi stigma bahwa siswa jurusan IPA lebih pintar dibandingkan siswa jurusan IPS atau bahasa. “Tidak ada lagi anak IPA khusus anak pintar, ataupun IPS adalah kelas sisa,” lanjut Syafruddin.

“Dengan begitu, siswa akan mudah untuk mengejar cita-cita, pelajaran di SMA dan perguruan tinggi bisa lebih selaras,” tuturnya.

Menurutnya kebijakan ini memiliki beberapa manfaat. Dengan adanya penghapusan jurusan, diharapkan dapat mengurangi tekanan psikologis yang dirasakan siswa saat harus memilih jurusan di awal memasuki SMA. Seringkali pilihan jurusan didasarkan pada stereotip dan pandangan masyarakat yang belum tentu sesuai dengan minat siswa.

“Ini juga sangat fleksibel, karena dalam memilih mata pelajaran memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi berbagai bidang ilmu dan menemukan minat mereka. Hal ini dapat membantu siswa dalam menentukan pilihan karier yang lebih tepat dan mempersiapkan mereka untuk jenjang pendidikan di perguruan tinggi nanti,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, sudah hampir seluruh SMA di Kalteng menerapkan kurikulum ini. “Belum diwajibkan, tetapi rata-rata sekarang sudah menggunakan Kurikulum Merdeka. Mungkin masih ada yang menggunakan kurikulum sebelumnya, yang membedakan hanya pada jurusan, karena pada Kurikulum Merdeka tidak ada lagi pembagian jurusan,” sebutnya.

Baca Juga :  Kompetisi Olimpiade Keuangan Syariah 2024 Digelar

Salah satu sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka adalah SMA 2 Palangka Raya. Kepala SMA 2 Palangka Raya Ahmad Rifani menuturkan, sebelumnya pihaknya sudah melakukan persiapan untuk mulai menerapkan kurikulum itu.

“Sudah dari tahun lalu, jadi untuk siswa kelas XI sekarang, sudah dari kelas X kemarin kami beritahu tentang kurikulum ini, termasuk para orang tua, sehingga tidak bingung lagi dengan hilangnya jurusan. Sedangkan untuk siswa kelas XII masih menggunakan kurikulum sebelumnya. Baik Kurikulum 13 ataupun Kurikulum Merdeka, kami tetap ingin mengupayakan yang terbaik untuk siswa, karena keduanya sama-sama bagus dan bertujuan menunjang pendidikan,” ujarnya.

Mengenai Kurikulum Merdeka, dijelaskannya, pada semester kedua kelas X akan dilakukan asesmen untuk melihat minat dan keinginan tiap siswa.

“Setelah dilakukan asesmen, akan kelihatan minatnya ke mana, jadi dari kelas X awal sudah kami beritahu terkait ini dan telah kami arahkan, sehingga saat asesmen mereka bisa maksimal menunjukan minat masing-masing. Kalau mau melanjutkan perkuliahan ke bidang kedokteran, maka akan dipilihkan pelajaran-pelajaran yang mendukung ke arah sana, sehingga mereka sudah punya dasar sebelum lanjut ke jenjang perkuliahan,” jelasnya.

Menurutnya, Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih arah pendidikan sesuai minat. Dengan dihilangkannya jurusan, para siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri ke jenjang perkuliahan.

Jodi Manuel, salah satu siswa kelas XI (3) SMAN 2 Palangka Raya memberikan tanggapan terkait kebijakan penghapusan jurusan di tingkat SMA. “Saya dukung penghapusan jurusan, dengan begitu kami bisa memilih mata pelajaran yang kami minat, mata pelajaran yang kami pilih itu tentunya bisa bermanfaat untuk ke depannya. Misalnya, saya mau kuliah ekonomi, tidak perlu belajar sejarah atau geografi seperti di jurusan IPS umumnya. Jadinya saya bisa pilih mata pelajaran ekonomi, sisanya pelajaran lain yang juga disenangi. Menurut saya itu cukup bagus,” ungkapnya.

Baca Juga :  Setop Vaksinasi Pertama, Fokus Suntikan Dosis Kedua

Ia menyebut bahwa penerapan ini baru dilaksanakan di kelas XI, karena di kelas X ia masih mempelajari mata pelajaran pada umumnya, belum fokus pada minat. “Kami kemarin ada asesmen, jadi kami menjawab soal-soal seperti pertanyaan umum, lalu juga ada tes IQ dan gaya belajar kami seperti apa, dari situ barulah bisa ditentukan hasil,” sebutnya.

Selain itu, ada pula sosialisasi dari guru-guru BK untuk pertemuan bersama antara siswa, orang tua, dan guru BK untuk membicarakan hasil. Itu bertujuan untuk menyelaraskan pilihan siswa. Meski demikian, orang tua juga harus tahu pilihan anaknya.

“Saya ngambil mata pelajaran yang MIPA murni, jadi sama kayak jurusan MIPA pada Kurikulum 2013, karena saya pengen nantinya kuliah jurusan Teknologi Kedokteran atau Teknik Biomedis. Setelah pertemuan itu, orang tua setuju dengan pilihan saya, jadi saya berada di kelas XI (3) yang siswa di dalamnya memiliki minat di MIPA murni,” ucapnya.

Tanggapan positif juga disampaikan siswi kelas XI (7), Dikta Yuvelina. Ia mengatakan, dengan penghapusan jurusan, tidak ada lagi paksaan bagi para siswa untuk mempelajari pelajaran yang tidak disukai. “Jadi mata pelajaran yang dipilih itu yang akan diseriusi. Ini tentunya sangat bagus, karena bisa lebih fokus untuk mempelajari mata pelajaran yang diminati untuk masa depan,” ucapnya.

Dikta menambahkan, asesmen dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

“Karena dari yang kami kerjakan pada asesmen itu akan menjadi rekomendasi, kami cocoknya di mana nih, jadi menyesuaikan. Contohnya, di kelas yang saya ambil itu ada campuran mata pelajaran IPA dan IPS, karena saya pengennya lanjut pendidikan di sekolah dinas, kalau misalkan plan pertama enggak jalan sesuai yang saya mau, masih ada plan kedua,” ungkapnya. (zia/ce/ala)

PALANGKA RAYA – Dalam beberapa bulan terakhir, penghapusan jurusan dalam kurikulum sekolah menengah atas (SMA) telah menjadi topik hangat yang menarik perhatian banyak kalangan. Mulai dari pendidik, orang tua, hingga siswa. Kebijakan yang mulai diterapkan ini menandakan tidak ada lagi pemisahan antara jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), maupun bahasa di tingkat SMA.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Muhammad Reza Prabowo melalui Kepala Bidang SMA Syafruddin menyebut perlu meluruskan pemahaman mengenai kebijakan tersebut. Menurutnya, penghapusan jurusan bukan berarti siswa tidak akan lagi mempelajari mata pelajaran sebagaimana biasanya.

“Dengan adanya penghapusan jurusan, siswa akan mendapatkan mata pelajaran berdasarkan minat dan keinginan masing-masing,” jelas Syafruddin, Senin (22/7/2024).

Penghapusan jurusan merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, yang bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang lebih fleksibel dan inklusif. Kurikulum Merdeka memungkinkan siswa memilih mata pelajaran sesuai minat, tanpa terikat pada label jurusan tertentu. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi stigma bahwa siswa jurusan IPA lebih pintar dibandingkan siswa jurusan IPS atau bahasa. “Tidak ada lagi anak IPA khusus anak pintar, ataupun IPS adalah kelas sisa,” lanjut Syafruddin.

“Dengan begitu, siswa akan mudah untuk mengejar cita-cita, pelajaran di SMA dan perguruan tinggi bisa lebih selaras,” tuturnya.

Menurutnya kebijakan ini memiliki beberapa manfaat. Dengan adanya penghapusan jurusan, diharapkan dapat mengurangi tekanan psikologis yang dirasakan siswa saat harus memilih jurusan di awal memasuki SMA. Seringkali pilihan jurusan didasarkan pada stereotip dan pandangan masyarakat yang belum tentu sesuai dengan minat siswa.

“Ini juga sangat fleksibel, karena dalam memilih mata pelajaran memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi berbagai bidang ilmu dan menemukan minat mereka. Hal ini dapat membantu siswa dalam menentukan pilihan karier yang lebih tepat dan mempersiapkan mereka untuk jenjang pendidikan di perguruan tinggi nanti,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, sudah hampir seluruh SMA di Kalteng menerapkan kurikulum ini. “Belum diwajibkan, tetapi rata-rata sekarang sudah menggunakan Kurikulum Merdeka. Mungkin masih ada yang menggunakan kurikulum sebelumnya, yang membedakan hanya pada jurusan, karena pada Kurikulum Merdeka tidak ada lagi pembagian jurusan,” sebutnya.

Baca Juga :  Kompetisi Olimpiade Keuangan Syariah 2024 Digelar

Salah satu sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka adalah SMA 2 Palangka Raya. Kepala SMA 2 Palangka Raya Ahmad Rifani menuturkan, sebelumnya pihaknya sudah melakukan persiapan untuk mulai menerapkan kurikulum itu.

“Sudah dari tahun lalu, jadi untuk siswa kelas XI sekarang, sudah dari kelas X kemarin kami beritahu tentang kurikulum ini, termasuk para orang tua, sehingga tidak bingung lagi dengan hilangnya jurusan. Sedangkan untuk siswa kelas XII masih menggunakan kurikulum sebelumnya. Baik Kurikulum 13 ataupun Kurikulum Merdeka, kami tetap ingin mengupayakan yang terbaik untuk siswa, karena keduanya sama-sama bagus dan bertujuan menunjang pendidikan,” ujarnya.

Mengenai Kurikulum Merdeka, dijelaskannya, pada semester kedua kelas X akan dilakukan asesmen untuk melihat minat dan keinginan tiap siswa.

“Setelah dilakukan asesmen, akan kelihatan minatnya ke mana, jadi dari kelas X awal sudah kami beritahu terkait ini dan telah kami arahkan, sehingga saat asesmen mereka bisa maksimal menunjukan minat masing-masing. Kalau mau melanjutkan perkuliahan ke bidang kedokteran, maka akan dipilihkan pelajaran-pelajaran yang mendukung ke arah sana, sehingga mereka sudah punya dasar sebelum lanjut ke jenjang perkuliahan,” jelasnya.

Menurutnya, Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih arah pendidikan sesuai minat. Dengan dihilangkannya jurusan, para siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri ke jenjang perkuliahan.

Jodi Manuel, salah satu siswa kelas XI (3) SMAN 2 Palangka Raya memberikan tanggapan terkait kebijakan penghapusan jurusan di tingkat SMA. “Saya dukung penghapusan jurusan, dengan begitu kami bisa memilih mata pelajaran yang kami minat, mata pelajaran yang kami pilih itu tentunya bisa bermanfaat untuk ke depannya. Misalnya, saya mau kuliah ekonomi, tidak perlu belajar sejarah atau geografi seperti di jurusan IPS umumnya. Jadinya saya bisa pilih mata pelajaran ekonomi, sisanya pelajaran lain yang juga disenangi. Menurut saya itu cukup bagus,” ungkapnya.

Baca Juga :  Setop Vaksinasi Pertama, Fokus Suntikan Dosis Kedua

Ia menyebut bahwa penerapan ini baru dilaksanakan di kelas XI, karena di kelas X ia masih mempelajari mata pelajaran pada umumnya, belum fokus pada minat. “Kami kemarin ada asesmen, jadi kami menjawab soal-soal seperti pertanyaan umum, lalu juga ada tes IQ dan gaya belajar kami seperti apa, dari situ barulah bisa ditentukan hasil,” sebutnya.

Selain itu, ada pula sosialisasi dari guru-guru BK untuk pertemuan bersama antara siswa, orang tua, dan guru BK untuk membicarakan hasil. Itu bertujuan untuk menyelaraskan pilihan siswa. Meski demikian, orang tua juga harus tahu pilihan anaknya.

“Saya ngambil mata pelajaran yang MIPA murni, jadi sama kayak jurusan MIPA pada Kurikulum 2013, karena saya pengen nantinya kuliah jurusan Teknologi Kedokteran atau Teknik Biomedis. Setelah pertemuan itu, orang tua setuju dengan pilihan saya, jadi saya berada di kelas XI (3) yang siswa di dalamnya memiliki minat di MIPA murni,” ucapnya.

Tanggapan positif juga disampaikan siswi kelas XI (7), Dikta Yuvelina. Ia mengatakan, dengan penghapusan jurusan, tidak ada lagi paksaan bagi para siswa untuk mempelajari pelajaran yang tidak disukai. “Jadi mata pelajaran yang dipilih itu yang akan diseriusi. Ini tentunya sangat bagus, karena bisa lebih fokus untuk mempelajari mata pelajaran yang diminati untuk masa depan,” ucapnya.

Dikta menambahkan, asesmen dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

“Karena dari yang kami kerjakan pada asesmen itu akan menjadi rekomendasi, kami cocoknya di mana nih, jadi menyesuaikan. Contohnya, di kelas yang saya ambil itu ada campuran mata pelajaran IPA dan IPS, karena saya pengennya lanjut pendidikan di sekolah dinas, kalau misalkan plan pertama enggak jalan sesuai yang saya mau, masih ada plan kedua,” ungkapnya. (zia/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/