Ia menyebut ada berbagai manfaat dengan tercapainya realisasi belanja dan juga meningkatnya perekonomian daerah. Menurutnya dengan berjalannya realisasi belanja, maka akan terjadi peredaran uang di masyarakat yang mampu memicu peningkatan perekonomian sehingga menjadi positif.
“Jika perekonomian naik, artinya pendapatan negara dalam hal ini pemerintah pusat juga naik. Jika pendapatan pusat naik, maka akan ada ruang fiskal bagi pemerintah pusat untuk membantu pemerintah daerah, baik melalui dana insentif daerah (DID), dana alokasi khusus (DAK), dan mekanisme lainnya” bebernya.
Sebaliknya, apabila perekonomian nasional menurun, maka pendapatan pusat pun akan menurun. Dampaknya akan terjadi rasionalisasi ke daerah alias dipotong. Tentu hal itu akan mengakibatkan keuangan daerah tertekan dan realisasi program-program daerah menjadi terhambat.
“Itulah pentingnya kita menciptakan pertumbuhan ekonomi menjadi positif, bahkan kalau bisa di atas target 7 persen. Saat ini realisasi kementerian lembaga sudah mencapai 30 persen untuk realisasi belanja. Target perekonomian 7 persen itu tidak akan terwujud jika tidak ada kontribusi dari daerah,” tambahnya.
Sementara itu, Wagub Kalteng H Edy Pratowo dalam paparannya terkait capaian realisasi belanja daerah mengatakan, per 25 Mei tercatat pendapatan daerah berada di angka Rp1,2 triliun atau 25,51 persen dari target Rp4,7 triliun lebih. Sedangkan realisasi belanja daerah berada di angka Rp1,2 triliun atau 26,52 persen dari target Rp4,8 triliun lebih.
“Serapan realisasi keuangan kabupaten/kota berkisar di angka 11 persen lebih,” tuturnya.
Lebih lanjut disampaikan Edy, ada beberapa langkah percepatan penyerapan anggaran Pemprov Kalteng. Di antaranya dengan menyalurkan dana bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota, pembayaran multiyears kontrak tahap kedua pada Mei ini, dan melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.