“Ada 4 orang beragama Katolik, 4 beragama Islam, dan sisanya beragama Kristen Protestan yang berasal dari Sabang sampai Merauke,” beber pria yang juga menjabat Direktur RSJ Kalawa Atei tersebut.
Ada beberapa biarawati yang memberi pelayanan di panti tersebut. Suster-suster MCFSM dipercayakan Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius Sutrisna Atmaka MSF untuk berkarya di Panti JAM.
Setiap hari bersama penghuni panti melakukan kegiatan rehabilitasi, baik secara rohani maupun fisik. Ada bantuan dari Bank Kalteng untuk pembuatan kebun sayur, kebun buah, kolam ikan, serta ternak ayam dan bebek. Ada juga bantuan dari Kementerian Sosial RI melalui UPT Budi Luhur Banjar Baru.
Selain membantu mereka yang telantar dan terlupakan oleh keluarga, juga mempersiapkan para penghuni panti agar dapat diterima kembali oleh keluarga dan masyarakat.
Tak jarang beberapa di antara penghuni panti yang sudah dikembalikan ke keluarga, justru memilih ingin tetap berada di panti tersebut. Hal itu karena adanya stigma masyarakat terhadap mereka sebagai orang yang tidak produktif dan orang terbuang.
Ketika waktu luang, para penghuni panti sering diajak untuk mengunjungi rumah ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Kendati sebelumnya mereka berkeliaran hidup dan dianggap menganggu aktivitas masyarakat, tapi selama di panti tersebut mereka mengalami kehidupan layaknya manusia normal. Makan 3 kali sehari, tidur di tempat yang layak, dan serta mendapat pelayanan lainnya. Bahkan saat mengalami sakit, dirawat dengan penuh kasih sayang.
Meski pihak keluarga penghuni panti umumnya belum bisa menerima keadaan anggota keluarganya, tapi dr Theo berharap ada kunjungan yang dilakukan sesekali.