Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Puluhan Hentare Terbakar, Satwa Terancam Kehilangan Habitat

Karhutla Landa Kawasan Taman Nasional Sebangau

PALANGKA RAYA-Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalteng terus terjadi bahkan cenderung mengalami peningkatan selama Agustus ini. Kebakaran juga melanda kawasan Taman Nasional Sebangau (TNS), sepanjang 2023 ini puluhan hekatre (Ha) lahan terbakar. Hal itu diuangkapkan oleh Kepala Balai TNS, Ruswanto.

“Luas lahan terbakar di Taman Nasional Sebangau selama tahun 2023 sebesar 33,75 hektare,” beber Ruswanto kepada Kalteng Pos melalui jawaban tertulis yang dikirimnya, Minggu (27/8).

Terjadinya karhutla di kawasan TNS jelas sangat merugikan keberadaan satwa di dalamnya. Dijelaskan Ruswanto, jika kebakaran hutan terus berlangsung, tentu satwa liar akan terancam. Terutama berbagai satwa dilindungi yang berada di wilayah Taman Nasional Sebangau.

“Akibat dari kebakaran hutan pada satwa, hewan bisa mati terbakar, habitatnya akan hilang, makanan para satwa juga akan habis, hilangnya flora dan fauna, dan rusaknya ekosistem hutan,” sebut pria bergelar magister kehutanan ini.

Disinggung apakah kawasan yang terbakar masih wilayah yang sama sejak tahun 2015-2019, Ruswanto menyebut bukan. Sebab pada tahun 2015-2019 lebih parah terutama di wilayah Palangka Raya.

“Sedangkan untuk wilayah sekarang cenderung di daerah-daerah rawan kebakaran baru, seperti wilayah Pulang Pisau dan Mendawai,” ujarnya.

Untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla di kawasan TNS, Ruswanto menyebut pihaknya telah membentuk posko siaga kebakaran hutan di Balai TN Sebangau dan wilayah kerja SPTN.

Baca Juga :  Aturan PCR Berdampak ke Pendapatan Sopir Taksi dan Porter

Pihaknya juga melakukan pemantauan hotspot (titik api) menggunakan monitoring sistem Sipongi, Informasi dari Balai PPIKHL Wilayah Kalimantan, BRIN Fire Hotspot, Modis Lapan, Satelit TERRA, SNPP, dan AQUA.

“Melakukan patroli rutin pencegahan karhutla pada titik rawan kebakaran, berkoordinasi dengan Balai PPI karhutla wilayah Kalimantan, BPBD, 2 regu Manggala Agni BTN Sebangau sebanyak 29 personel di mako Brigdalkarhut TN sebangau,” sebutnya.

Di samping itu, pihaknya juga rutin untuk menjaga gambut tetap basah melalui penggunaan sekat kanal dan sumur bor di kawasan TN Sebangau. Adapun saat ini pihaknya masih terus melakukan pemantauan dan pemadaman jika ditemukan titik api, kendati mengalami sejumlah kendala. Terutama kesulitan akses menuju lokasi kebakaran karena jalan yang dilalui bergambut.

“Saat kemarau sungai yang dilalui juga kering dan menyempit, serta jarak pandang berkurang. Solusinya, kami terus berupaya menjaga stamina saat pemadaman dan berkoordinasi sebelum pemadaman,” tandasnya.

Upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla membutuhkan penanganan serius oleh segenap pihak. Tak hanya oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan setiap unsur dan masyarakat umum. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng pun turut menyoroti sejumlah wilayah yang darurat kebakaran dan berbagai masukan terkait upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah sejauh ini.

Baca Juga :  Kades dan BPD Harus Bersinergi

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Bayu Herinata berpendapat, dalam situasi seperti saat ini, upaya pemadaman dan upaya meminimalkan dampak karhutla harus dimaksimalkan oleh pemerintah daerah dan pihak terkait. Poin pentingnya adalah pelibatan partisipasi masyarakat untuk turut andil dalam upaya tersebut.

“Dukungan-dukungan untuk masyarakat selaku garda terdepan juga harus dimaksimalkan, seperti bantuan logistik, teknis kegiatan pemadaman, dan keselamatan serta keselamatan mereka selama bertugas di lapangan,” ujar Bayu kepada Kalteng Pos, Minggu (27/8).

Menurut Bayu, terdapat sejumlah daerah yang rawan terjadi kebakaran. Daerah-daerah rawan itu pada umumnya berada dalam kawasan kesatuan hidrologis gambut (KHG). Daerah-daerah itulah yang menurutnya memerlukan fokus oleh pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan dan pemadaman.

“Selain itu, perlu adanya evaluasi dalam konteks pencegahan karhutla secara serius dan tepat oleh pemerintah sehingga ke depan upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan bisa lebih maksimal,” kata Bayu.

Berdasarkan kajian spasial yang telah dilakukan oleh pihaknya, terdapat beberapa indikator kejadian karhutla, seperti di area rentan, sebaran hotspotnya, dan kawasan-kawasan tertentu yang melingkupinya.

“Memang sampai saat ini kejadian karhutla kebanyakan berada di dalam KHG dengan luasan gambut signifikan. Ini tantangannya, kalau terjadi karhutla di atas gambut, tentu akan susah dilakukan pemadaman, asap yang dihasilkan pun banyak,” tuturnya. (dan/ala)

PALANGKA RAYA-Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalteng terus terjadi bahkan cenderung mengalami peningkatan selama Agustus ini. Kebakaran juga melanda kawasan Taman Nasional Sebangau (TNS), sepanjang 2023 ini puluhan hekatre (Ha) lahan terbakar. Hal itu diuangkapkan oleh Kepala Balai TNS, Ruswanto.

“Luas lahan terbakar di Taman Nasional Sebangau selama tahun 2023 sebesar 33,75 hektare,” beber Ruswanto kepada Kalteng Pos melalui jawaban tertulis yang dikirimnya, Minggu (27/8).

Terjadinya karhutla di kawasan TNS jelas sangat merugikan keberadaan satwa di dalamnya. Dijelaskan Ruswanto, jika kebakaran hutan terus berlangsung, tentu satwa liar akan terancam. Terutama berbagai satwa dilindungi yang berada di wilayah Taman Nasional Sebangau.

“Akibat dari kebakaran hutan pada satwa, hewan bisa mati terbakar, habitatnya akan hilang, makanan para satwa juga akan habis, hilangnya flora dan fauna, dan rusaknya ekosistem hutan,” sebut pria bergelar magister kehutanan ini.

Disinggung apakah kawasan yang terbakar masih wilayah yang sama sejak tahun 2015-2019, Ruswanto menyebut bukan. Sebab pada tahun 2015-2019 lebih parah terutama di wilayah Palangka Raya.

“Sedangkan untuk wilayah sekarang cenderung di daerah-daerah rawan kebakaran baru, seperti wilayah Pulang Pisau dan Mendawai,” ujarnya.

Untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla di kawasan TNS, Ruswanto menyebut pihaknya telah membentuk posko siaga kebakaran hutan di Balai TN Sebangau dan wilayah kerja SPTN.

Baca Juga :  Aturan PCR Berdampak ke Pendapatan Sopir Taksi dan Porter

Pihaknya juga melakukan pemantauan hotspot (titik api) menggunakan monitoring sistem Sipongi, Informasi dari Balai PPIKHL Wilayah Kalimantan, BRIN Fire Hotspot, Modis Lapan, Satelit TERRA, SNPP, dan AQUA.

“Melakukan patroli rutin pencegahan karhutla pada titik rawan kebakaran, berkoordinasi dengan Balai PPI karhutla wilayah Kalimantan, BPBD, 2 regu Manggala Agni BTN Sebangau sebanyak 29 personel di mako Brigdalkarhut TN sebangau,” sebutnya.

Di samping itu, pihaknya juga rutin untuk menjaga gambut tetap basah melalui penggunaan sekat kanal dan sumur bor di kawasan TN Sebangau. Adapun saat ini pihaknya masih terus melakukan pemantauan dan pemadaman jika ditemukan titik api, kendati mengalami sejumlah kendala. Terutama kesulitan akses menuju lokasi kebakaran karena jalan yang dilalui bergambut.

“Saat kemarau sungai yang dilalui juga kering dan menyempit, serta jarak pandang berkurang. Solusinya, kami terus berupaya menjaga stamina saat pemadaman dan berkoordinasi sebelum pemadaman,” tandasnya.

Upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla membutuhkan penanganan serius oleh segenap pihak. Tak hanya oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan setiap unsur dan masyarakat umum. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng pun turut menyoroti sejumlah wilayah yang darurat kebakaran dan berbagai masukan terkait upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah sejauh ini.

Baca Juga :  Kades dan BPD Harus Bersinergi

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Bayu Herinata berpendapat, dalam situasi seperti saat ini, upaya pemadaman dan upaya meminimalkan dampak karhutla harus dimaksimalkan oleh pemerintah daerah dan pihak terkait. Poin pentingnya adalah pelibatan partisipasi masyarakat untuk turut andil dalam upaya tersebut.

“Dukungan-dukungan untuk masyarakat selaku garda terdepan juga harus dimaksimalkan, seperti bantuan logistik, teknis kegiatan pemadaman, dan keselamatan serta keselamatan mereka selama bertugas di lapangan,” ujar Bayu kepada Kalteng Pos, Minggu (27/8).

Menurut Bayu, terdapat sejumlah daerah yang rawan terjadi kebakaran. Daerah-daerah rawan itu pada umumnya berada dalam kawasan kesatuan hidrologis gambut (KHG). Daerah-daerah itulah yang menurutnya memerlukan fokus oleh pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan dan pemadaman.

“Selain itu, perlu adanya evaluasi dalam konteks pencegahan karhutla secara serius dan tepat oleh pemerintah sehingga ke depan upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan bisa lebih maksimal,” kata Bayu.

Berdasarkan kajian spasial yang telah dilakukan oleh pihaknya, terdapat beberapa indikator kejadian karhutla, seperti di area rentan, sebaran hotspotnya, dan kawasan-kawasan tertentu yang melingkupinya.

“Memang sampai saat ini kejadian karhutla kebanyakan berada di dalam KHG dengan luasan gambut signifikan. Ini tantangannya, kalau terjadi karhutla di atas gambut, tentu akan susah dilakukan pemadaman, asap yang dihasilkan pun banyak,” tuturnya. (dan/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/