“Kalau dari mereka (tersangka, red), mengaku baru satu kali melakukan perbuatan ini,” ujarnya.
Meski demikian, Bony menduga para tersangka bukanlah pemain baru dalam perdagangan ilegal satwa dilindungi ini. Alasannya, modus operandi para tersangka dalam aksi penjualan sisik tenggiling ini sangat rapi dan hati-hati. Menunjukkan bahwa para tersangka sudah biasa dalam bisnis jual beli sisik tenggiling.
Dari hasil pemeriksaan terhadap para tersangka, diketahui bahwa sisik tenggiling itu diperoleh dari masyarakat yang menemukan tenggiling secara sengaja maupun tidak sengaja. Kemudian satwa langka ini dibunuh untuk diambil sisiknya, lalu dijual ke para pengepul. Harga jual sisik tenggiling bisa mencapai Rp6 juta/kg.
“Jika dihitung dengan harga Rp6 juta per kilogram, maka total harga dari 22 sisik tenggiling ini mencapai Rp168.022,360,” ujar Bonny seraya menambahkan bahwa harga tersebut bisa meningkat sampai empat atau lima kali lipat bila berhasil diekspor ke Singapura dan Tiongkok.
Dikatakannya juga, saat ini sisik tenggiling banyak dicari, karena dipercaya masyarakat bisa digunakan sebagai bahan untuk mencampur obat-obatan. Salah satunya sebagai bahan baku utama pembuatan narkotika jenis sabu-sabu.
Bonny menuturkan, jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Kalteng tak henti-hentinya memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait keberadaan satwa dilindungi seperti tenggiling.
“Kami selalu beri edukasi kepada masyarakat melalui babhinkamtibmas untuk memberi perlindungan terhadap satwa dilindungi seperti tenggiling, itu sudah kami lakukan,” kata Bonny menjawab pertanyaan wartawan.
Terhadap para pelaku ini, dikenakan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf F Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Mereka teracam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta,” pungkasnya. (sja/ce/ala)