Senin, November 25, 2024
31.8 C
Palangkaraya

Menu yang Disajikan Diolah dari Dapur Tetangga

Menariknya lagi, kedai yang dikonsep menyatu dengan alam ini benar-benar terasa. Konsep kesederhanaan yang ditonjolkan menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Jauh berbeda dengan fasilitas yang ditonjolkan pada kafe-kafe di perkotaan. Jika kafe atau kedai di perkotaan berlomba-lomba memberikan layanan wifi, ruangan dingin ber-AC, dan kursi empuk nan mewah, tapi tidak dengan kedai yang satu ini.

Betul-betul menyatu dengan alam.“Fasilitas yang bisa kami berikan hanya dengan duduk di tanah beralaskan selembar karpet dengan pemandangan kebun di sisi kiri dan kanannya,” ucap pria alumnus Univeristas Palangka Raya jurusan Program Studi Agroteknologi ini.

Ashadi menyebut, pengunjung yang datang dari berbagai kalangan. Dari anak muda hingga yang tua. Pejabat, komunitas, hingga keluarga besar. Tak hanya dari wilayah Tangkiling, tapi juga warga ibu kota.“Bahkan ada yang datang dari Banjarmasin, Katingan, dan Sampit, mereka bilang penasaran dengan tempat ini, karena di tempat ini bisa bernostalgia dengan alam,” tuturnya.

Baca Juga :  SMKN 1 Seruyan Tengah Minim Tenaga Pengajar

Pria yang lahir pada 29 Maret 1998 ini mengatakan, di tengah pandemi saat ini, penerapan protokol kesehatan menjadi perhatian serius pihaknya. Bahkan, Satgas Covid-19 juga datang memantau dan memberikan edukasi soal pencegahan penularan Covid-19.

“Kami buka dari Kamis hingga Minggu, hari lainnya kami aktif di kebun,” ucapnya.Sementara itu, salah satu pemilik dapur pecel, Tejo mengatakan sangat terbantu dengan adanya Kedai Itah. Sejak pandemi Covid-19 melanda, penghasilannya jadi terganggu karena job proyek yang sepi. Ia memutuskan membantu istrinya mengolah pecel untuk dititipkan di Kedai Itah.

“Istri saya yang memasak di rumah, anak saya mencatat keluar masuk pecel yang dipesan Kedai Itah, dan saya yang mengantarkan pecel ini dari rumah ke kedai, dalam sehari bisa bolak balik lima hingga sepuluh kali,” katanya saat dibincangi.Pesanan pecel melonjak tiap akhir pekan, yakni Sabtu dan Minggu. Dalam sehari bisa mencapai 100 bungkus bahkan lebih. Sedangkan pada Kamis dan Jumat pesanan hanya berkisar 60 hingga 70 bungkus.“Lama-lama kami kewalahan dan istri saya membayar pekerja untuk membantu proses produksi pecel,” ucapnya.Omzet yang diterima tiap Minggu malam mencapai Rp2 juta hingga Rp3 juta. Keuntungan bersih yang didapatkan sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta.

Baca Juga :  Vaksinasi Tahap II Dilaksanakan Akhir Bulan Ini

Menariknya lagi, kedai yang dikonsep menyatu dengan alam ini benar-benar terasa. Konsep kesederhanaan yang ditonjolkan menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Jauh berbeda dengan fasilitas yang ditonjolkan pada kafe-kafe di perkotaan. Jika kafe atau kedai di perkotaan berlomba-lomba memberikan layanan wifi, ruangan dingin ber-AC, dan kursi empuk nan mewah, tapi tidak dengan kedai yang satu ini.

Betul-betul menyatu dengan alam.“Fasilitas yang bisa kami berikan hanya dengan duduk di tanah beralaskan selembar karpet dengan pemandangan kebun di sisi kiri dan kanannya,” ucap pria alumnus Univeristas Palangka Raya jurusan Program Studi Agroteknologi ini.

Ashadi menyebut, pengunjung yang datang dari berbagai kalangan. Dari anak muda hingga yang tua. Pejabat, komunitas, hingga keluarga besar. Tak hanya dari wilayah Tangkiling, tapi juga warga ibu kota.“Bahkan ada yang datang dari Banjarmasin, Katingan, dan Sampit, mereka bilang penasaran dengan tempat ini, karena di tempat ini bisa bernostalgia dengan alam,” tuturnya.

Baca Juga :  SMKN 1 Seruyan Tengah Minim Tenaga Pengajar

Pria yang lahir pada 29 Maret 1998 ini mengatakan, di tengah pandemi saat ini, penerapan protokol kesehatan menjadi perhatian serius pihaknya. Bahkan, Satgas Covid-19 juga datang memantau dan memberikan edukasi soal pencegahan penularan Covid-19.

“Kami buka dari Kamis hingga Minggu, hari lainnya kami aktif di kebun,” ucapnya.Sementara itu, salah satu pemilik dapur pecel, Tejo mengatakan sangat terbantu dengan adanya Kedai Itah. Sejak pandemi Covid-19 melanda, penghasilannya jadi terganggu karena job proyek yang sepi. Ia memutuskan membantu istrinya mengolah pecel untuk dititipkan di Kedai Itah.

“Istri saya yang memasak di rumah, anak saya mencatat keluar masuk pecel yang dipesan Kedai Itah, dan saya yang mengantarkan pecel ini dari rumah ke kedai, dalam sehari bisa bolak balik lima hingga sepuluh kali,” katanya saat dibincangi.Pesanan pecel melonjak tiap akhir pekan, yakni Sabtu dan Minggu. Dalam sehari bisa mencapai 100 bungkus bahkan lebih. Sedangkan pada Kamis dan Jumat pesanan hanya berkisar 60 hingga 70 bungkus.“Lama-lama kami kewalahan dan istri saya membayar pekerja untuk membantu proses produksi pecel,” ucapnya.Omzet yang diterima tiap Minggu malam mencapai Rp2 juta hingga Rp3 juta. Keuntungan bersih yang didapatkan sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta.

Baca Juga :  Vaksinasi Tahap II Dilaksanakan Akhir Bulan Ini

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/