SAMPIT-Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar sidang perdamaian adat kasus pelecehan terhadap simbol daerah (Wakil Bupati Hj Irawati) oleh pemilik toko minuman keras (miras) Cawan Mas, Sabtu (2/10).
Sidang tersebut digelar di Sekretariat DAD Kotim. Dipimpin lima orang majelis hakim yang diketuai Wawan Embang yang merupakan Damang (Kepala Adat Dayak) Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya dan beranggotakan Ahmad Taufik Damang Mentaya Hilir Selatan, Dedi Irama Damang Seranau, Sabri Pj Damang Teluk Sampit, dan Bambang Hermanto Pj Damang Kota Besi.
Dalam sidang tersebut diputuskan bahwa sanksi adat berupa denda diberikan kepada Joni Winata selaku pemilik Toko Cawan Mas (menjual minuman keras (miras)) sebesar 600 kati ramu atau sebesar Rp150 juta. Denda tersebut lebih rendah dari tuntutan tiga pendawa atau penuntut umum (Firdaus Herman Ranggan, Nitro Abditia, dan Abdul Kadir) yang menuntut sanksi adat sebesar 1.530 kati ramu atau senilai Rp 382.500.000.
Saat ditanya perihal putusan sanksi yang lebih ringan dari tuntutan, Wawan Embang selaku hakim ketua sidang mengatakan bahwa selama mediasi dan persidangan, terlapor dinilai kooperatif karena menunjukkan niat baik dan mengakui kesalahannya.
“Pertimbangan kami, di dalam hukum adat Dayak tidak ada sifat semacam hukum positif, kami pertimbangkan rasa keadilan, jadi keputusan itu betul-betul dengan seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Wawan Embang usai persidangan.
Dikatakannya bahwa terlapor Joni Winata dikenakan dua pasal, yakni pasal 13 singer sala basa dengan oloh beken (denda salah tingkah dengan orang lain) dengan denda 30 kati ramu, dan pasal 96 kasukup singer belum bahadat (kelengkapan denda adat, hidup kesopanan, beretika, bermoral yang tinggi) sebesar 570 kati ramu.
“Dengan sudah selesainya sidang perdamaian ini, maka sudah berakhir masalah ini, sehingga tidak ada lagi permasalahan di kemudian hari,” ucap Wawan Embang.
Sementara itu, mewakili pihak pendawa atau penuntut umum, Firdaus Herman Ranggan mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya bukan menekankan pada nilai denda adat, tapi lebih pada kesadaran pihak yang melakukan pelanggaran. Sidang adat dilakukan bukan untuk mencari hukuman, tapi penyelesaian masalah. Karena itulah sidang perdamaian adat digelar.
“Yang dicari itu bukan besaran dendanya, tapi kesadaran orang yang melakukan kesalahan untuk mau bertanggung jawab atas kesalahan, kami juga tidak mencari-cari hukuman bagi orang tersebut, tapi lebih pada penyelesaian masalah,” katanya.
Selain saksi denda, Joni Winata juga harus meminta maaf kepada Wakil Bupati Kotim Hj Irawati, baik secara lisan maupun tertulis yang disampaikan melalui media selama satu minggu berturut-turut.
Dalam sidang itu, terlapor Joni Winata juga diminta tanggapan oleh hakim ketua atas kasus ini. Joni dengan ikhlas hati mau menerima kesalahannya dan menyatakan siap dikenakan pasal 13 singer sala basa dengan oloh beken (denda salah tingkah dengan orang lain) dengan ancaman hukuman 30 katiramu, dan pasal 96 kasukup singer belum bahadat (kelengkapan denda adat, hidup kesopanan, beretika, bermoral yang tinggi) sebesar 570 katiramu. Sehingga total denda menjadi 600 katiramu.
“Saya ikhlas menerima putusan yang disampaikan hakim ketua dan saya menyatakan bersedia membayar sanksi adat sesuai amar putusan sidang,” tutupnya. (bah/ce/ala)