“Sekaligus sosialisasi pencegahan Covid-19 dengan protokol kesehatan,” tegasnya.
Pihaknya menyebut, sasaran bimtek ini adalah para kader PKK, karang taruna, kader posyandu, kader dasawisma, KPM, pelaku UMKM, ibu hamil, serta para ibu yang memiliki bayi dan balita.
Belum lama ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Suyuti Syamsul menyebut, prevalensi stunting di Kalteng pada 2021 sudah mengalami penurunan. Berdasarkan data survei status gizi balita Indonesia, prevalensi stunting di Kalteng telah menurun dari 32,3 persen pada 2019 menjadi 27,4 persen pada 2021.
“Kalteng sudah tidak lagi masuk kelompok lima besar provinsi dengan angka stunting tertinggi. Sekarang Kalteng sudah berada di urutan 20 terendah sekaligus keluar dari label merah provinsi dengan angka stunting tertinggi,” ucapnya.
Suyuti menyebut, untuk regional Kalimantan, prevalensi stunting di Kalteng hanya satu tingkat di bawah Kalimantan Timur.
Ia menambahkan, stunting rentan muncul akibat pernikahan dini. Mengingat berdasarkan laporan, angka pernikahan usia anak di Kalteng masih sangat tinggi. Bahkan menempati urutan kedua se-Indonesia, satu tingkat di bawah Kalimantan Selatan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, upaya pengendalian pernikahan anak tidak hanya menjadi tugas DP3APPKB, tapi membutuhkan keterlibatan dan kerja sama sejumlah unsur terkait.
“Pernikahan anak ini memang harus ditekan, untuk itu perlu ada kerja sama dari berbagai unsur terkait, sebab akan ada banyak dampak negatif apabila pernikahan anak terus dibiarkan,” ucapnya saat diwawancarai, belum lama ini.
Perempuan yang biasa disapa dr Ina ini menyebut, secara fisik pernikahan anak akan berdampak pada ibu yang mengandung dan melahirkan hingga berdampak pula pada sang bayi saat dilahirkan. Pasalnya, anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan dengan usia ibu belum matang, akan rawan mengalami stunting.