“Setelah menjadi pelatih atau tutor pengolah ikan di beberapa tempat, barulah saya cukup percaya diri untuk memproduksi camilan sendiri untuk menambah pendapatan,” ungkapnya.
Sejauh ini produk camilan karya tangannya berupa amplang ikan, stik ikan, dan keripik pisang. Semuanya merupakan produk unggulan.
Sebelumnya Tary pernah membuat produk frozen seperti pempek ikan.Namun karena pangsa pasar yang rendah, produksi pun dihentikan. Untuk jenis ikan, Tary memilih menggunakan ikan tenggiri. Dalam sekali produksi menghabiskan lima kilogram daging ikan giling.
Dua kilogram ikan utuh hanya menghasilkan satu kilogram ikan giling. Produksi pun dilakukan dua kali sebulan. 10 kilogram daging ikan tenggiri giling bisa menghasilkan 100 bungkus amplang dan stik ikan.
“Pemasaran via online, pemasaran sudah sampai ke Bali, Jakarta, Bandung, bahkan pernah kami jual amplang ikan ini via online ke Singapore, harganya Rp20.000 per bungkus dengan berat 100 gram,” terangnya.
Tary membeberkan, kendala utama menjalankan usaha di tengah pandemi Covid-19 adalah cukup sulitnya pemasaran produk karena daya beli masyarakat yang menurun. Kendala lain yang ditemui adalah ketersediaan bahan baku ikan.
Ia menyebut, sebelum pandemi melanda, ada banyak agenda perjalanan dinas, sehingga para perangkat daerah dari dinas provinsi maupun dinas kota sering memborong produk olahannya sebagau suvenir.
Pemasaran dilakukan Tary dengan sistem door to door ke kantor-kantor dinas maupun kantor lainnya untuk memperkenalkan produknya. Apabila ada pelanggan yang tertarik membeli produknya, tak lupa ia menyimpan nomor pelanggan agar di kemudian hari bisa ditawarkan lagi produknya. “Alhamdulillah kadang-kadang Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Tengah sering memesan produk saya sebagai suvenir dalam kegiatan pelatihan,” ujarnya.