Selasa, Oktober 1, 2024
26.1 C
Palangkaraya

GAPKI: Pemegang HGU Tak Boleh Dicabut

SK Men-LHK No. 1 Tahun 2020 Berpotensi untuk Memunculkan Konflik Baru (sub)

Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalteng, Siswanto menilai pencabutan izin konsesi kawasan hutan terhadap kawasan yang sudah memiliki hak guna usaha (HGU) tidak bisa serta-merta begitu saja.

Dia berpendapat bahwa untuk mendapatkan izin HGU, ada banyak tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Karena itu, dalam pencabutan juga harus melalui sejumlah proses tahapan. Tidak bisa secara kolektif. Menurutnya KLHK seharusnya tidak bisa mencabut izin perusahaan yang sudah pemegang HGU.

Pasca terbitnya HGU, maka KLHK tidak memiliki kewenangan lagi menarik kembali izin yang telah dikeluarkan. “Setidaknya ada proses jika memang terpaksa harus dicabut izin tersebut,” ujarnya.

Baca Juga :  Dayung Melaju ke Final, Peluang Emas di Dua Nomor

Apalagi sejatinya investor termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dilindungi Undang Undang Nomor 27 Tahun 2006 tentang Investasi. Pemerintah seharusnya berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja.

“Saya hanya menyayangkan keputusan dari Menteri LHK, jangan sampai malah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan dalam pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” katanya, Minggu (9/1).

Siswanto menambahkan, pencabutan itu dinilai hanya akan menimbulkan konflik baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Tentunya berkaitan dengan nasib ratusan ribu karyawan dan keluarga yang menggantungan hidupnya di perusahaan tersebut.

Baca Juga :  Tujuh Pejabat Bersaing Rebut Kursi Sekda

“Dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal. Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang masih memiliki tanggungan di bank, maka akan terjadi kredit macet skala besar,” ucapnya seraya memastikan bahwa dampak pencabutan itu akan sangat luas. Tidak hanya masyarakat, tapi juga sejumlah kalangan.

“Saat ini di Kalteng terdapat sekitar 355.740 tenaga kerja perkebunan kelapa sawit. Tentunya mencapai jutaan orang untuk pekerja perkebunan kelapa sawit se-Indonesia. Lantas apa yang dilakukan saat ekonomi baru saja bangkit dari dampak Covid-19 dan kemudian terjadi PHK massal. Seharusnya ini menjadi salah satu pertimbangan,” bebernya. (kpg/ko)

SK Men-LHK No. 1 Tahun 2020 Berpotensi untuk Memunculkan Konflik Baru (sub)

Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalteng, Siswanto menilai pencabutan izin konsesi kawasan hutan terhadap kawasan yang sudah memiliki hak guna usaha (HGU) tidak bisa serta-merta begitu saja.

Dia berpendapat bahwa untuk mendapatkan izin HGU, ada banyak tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Karena itu, dalam pencabutan juga harus melalui sejumlah proses tahapan. Tidak bisa secara kolektif. Menurutnya KLHK seharusnya tidak bisa mencabut izin perusahaan yang sudah pemegang HGU.

Pasca terbitnya HGU, maka KLHK tidak memiliki kewenangan lagi menarik kembali izin yang telah dikeluarkan. “Setidaknya ada proses jika memang terpaksa harus dicabut izin tersebut,” ujarnya.

Baca Juga :  Dayung Melaju ke Final, Peluang Emas di Dua Nomor

Apalagi sejatinya investor termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dilindungi Undang Undang Nomor 27 Tahun 2006 tentang Investasi. Pemerintah seharusnya berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja.

“Saya hanya menyayangkan keputusan dari Menteri LHK, jangan sampai malah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan dalam pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” katanya, Minggu (9/1).

Siswanto menambahkan, pencabutan itu dinilai hanya akan menimbulkan konflik baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Tentunya berkaitan dengan nasib ratusan ribu karyawan dan keluarga yang menggantungan hidupnya di perusahaan tersebut.

Baca Juga :  Tujuh Pejabat Bersaing Rebut Kursi Sekda

“Dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal. Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang masih memiliki tanggungan di bank, maka akan terjadi kredit macet skala besar,” ucapnya seraya memastikan bahwa dampak pencabutan itu akan sangat luas. Tidak hanya masyarakat, tapi juga sejumlah kalangan.

“Saat ini di Kalteng terdapat sekitar 355.740 tenaga kerja perkebunan kelapa sawit. Tentunya mencapai jutaan orang untuk pekerja perkebunan kelapa sawit se-Indonesia. Lantas apa yang dilakukan saat ekonomi baru saja bangkit dari dampak Covid-19 dan kemudian terjadi PHK massal. Seharusnya ini menjadi salah satu pertimbangan,” bebernya. (kpg/ko)

Artikel Terkait

Serap Aspirasi, PT BGA Gelar Forsimas

Pilkada Kapuas Diikuti Lima Paslon

MAKAN BERGIZI GRATIS

Terpopuler

Artikel Terbaru

/