Yosi mengaku banyak orang yang mengira bahwa selama pandemi ini usaha pembuatan peti mati yang dikelolanya memperoleh untung besar karena kebanjiran pesanan. Secara tegas ia membantah.
Sebab, karena menipisnya stok peti mati yang disiapkan untuk jenazah pasien Covid-19 di gudangnya, akhirnya menggunakan peti mati yang semestinya bukan digunakan untuk jenazah pasien Covid-19 yang harganya jauh lebih mahal. Hal itu dilakukannya karena rasa kemanusiaan.
“Kami siapkan peti mati yang dari kayu benuas, tidak apa-apa, yang penting jenazah itu cepat dikuburkan,” katanya sambil menambahkan bahwa harga peti mati dari kayu benuas tersebut dijualnya dengan harga peti mati biasa untuk jenazah pasien Covid-19. Bahkan sering Yosi tidak meminta bayaran apabila pasien meninggal dunia ini berasal dari keluarga kurang mampu.
Ditambahkannya, stok 80 peti mati berbahan kayu benuas yang ada di gudang, saat ini tersisa 15 saja. Meskipun demikian, Yosi mengaku ikhlas, karena ia percaya itu merupakan salah satu cara yang bisa dilakukannya dalam membantu sesama di masa pandemi ini.
Di akhir wawancara, Yosi mengutarakan harapannya agar pandemi segera berakhir. “Capek juga mas, tiap hari kami harus kerja menyiapkan peti dengan dikejar-kejar waktu seperti ini,” pungkasnya. (sja/ce/ala)