“Maka tolong dibantu fasilitas, sarana, dan prasarana. Kami tidak minta banyak, tapi berilah kesempatan. Sebab cabor pencak silat, walaupun tidak sering, di tingkat pelajar bisa meraih prestasi di kancah nasional. Otomatis, untuk meningkatkan level di tingkat senior, kebutuhan juga meningkat,” ungkapnya.
Pembinaan olahraga yang baik harusnya didukung dengan sarana prasarana yang memadai. Jika membandingkan sarana prasarana olahraga di Kalteng dengan daerah lain, sangat jauh kualitasnya alias begitu timpang.
Menjadi catatan penting, bahwa mencetak atlet berprestasi tidak bisa dilakukan secara instan. Diperlukan proses yang panjang. Wadah untuk bisa mencetak bibit muda berbakat sebenarnya sudah lama tersedia, yakni Pusat Pengembangan dan Latihan Pelajar Daerah (PPLPD).
“Kalau boleh kasih kesempatan lagi PPLPD, kami kami akan memanfaatkan serta membuktikan dengan prestasi. Dewi adalah contoh nyata produk PPLPD,” tegasnya.
Terpisah, pelatih Dewi di Palembang, Heri Hermansyah, saat dihubungi Kalteng Pos mengatakan, dirinya melakukan pembinaan terhadap atlet mulai dari remaja sampai dewasa.
“Saya selalu memposisikan diri bukan hanya sebagai pelatih, tapi juga orang tua. Setiap atlet berpotensi akan punya kesempatan yang sama. Tinggal pola latihan dan pendekatan psikologisnya, sehingga membuat mereka merasa seperti dibimbing orang tua,” jelas Heri, Kamis (11/11).
Ia mau menerima Dewi untuk bergabung dengan Sumatera Selatan dalam kondisi cedera, karena melihat potensi Dewi yang luar biasa. Ia memposisikan diri sebagai pelatih dan orang tua, sehingga bisa menuntun sekaligus memahami kondisi para atlet.
Ia terpikat dengan sosok Dewi ketika bertanding di ajang Popnas Jawa Barat 2016 silam. Sejak saat itu ia menemukan sosok Dewi yang punya kemauan keras dan mental juara.
“Ketika Siska (dewi, red) datang dalam kondisi cedera, kami berupaya maksimal untuk bisa menyembuhkannya. Di saat dia mendapat medali, maka itulah kebanggaan kami. Semoga kesuksesan terus dilanjutkan oleh Dewi di semua event yang akan diikutinya,” ucapnya.
Sebelumnya, Dewi berhasil meraih medali emas cabor pencak silat di PON XX Papua. Atlet pencak silat kelahiran Palangka Raya ini tak bisa mengharumkan nama Provinsi Kalteng. Perempuan kelahiran 24 Juni 1999 itu justru membawa nama Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) pada pentas olahraga terbesar di Indonesia.
“Siapa sih yang tidak bangga, bisa tampil di PON dan sukses meraih medali emas. Saya sampai sekarang masih takjub. Namun sayangnya, saya tidak membawa nama Kalteng,” ucap Dewi, beberapa waktu lalu.
Bakat Dewi di dunia pencak silat memang sudah terlihat sejak kecil. Sejumlah prestasi pernah diraihnya. Mengenal dunia persilatan sejak 2008. Ikut Perguruan Tapak Suci di Palangka Raya. Imam Abdullah adalah orang yang menemukan bakat Dewi. “Sejak kecil dibina oleh beliau (imam, red),” ujarnya.
Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), Dewi pernah mengharumkan nama Kalteng. Menjuarai Popwil 2014 di Bali. Selanjutnya pada 2015 ia menjuarai Popnas dan menyumbangkan emas pertama pencak silat untuk Kalteng.
Namun, pada 2016 Dewi mengalami cedera lutut, sehingga memaksanya harus menjalani terapi rutin.
Imam, sebut Dewi, pernah ke Dispora Provinsi Kalteng dan KONI Provinsi Kalteng. Memberitahu soal ada tawaran dari provinsi lain. Kala itu, Imam meminta agar pemerintah daerah memberi anggaran untuk pemulihan cedera Dewi. Tidak mahal. Hanya Rp50 ribu dalam sepekan untuk pijat atau terapi.
Dewi pun menerima tawaran Heri Hermansyah, Pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kabupaten Muba. Mereka mengurus pemulihan cederanya dan memberikan sarana prasarana latihan yang memadai.