Kamis, Juli 4, 2024
31.1 C
Palangkaraya

MUI Gandeng LDII Wujudkan Tiga Rukun Bernegara

“Tausiah ini jadi penting untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, agar ukhuwah wathoniyah juga kuat, dan ketiga ukhuwah basariyah terjaga. Para pendiri bangsa mendirikan negeri ini atas perbedaan yang tak bisa dihindari, dan para ulama menjadi motor penggerak perjuangan. Dari perbedaan itu, justru kita menyatu,”katanya.

Menurut Chrsiwanto, di tengah era digital ini, internet mempermudah lalu-lalang informasi. Namun teknologi itu, juga mempermudah fitnah menyebar, “Digitalisasi memungkinkan menulis atau mengubah suara menjadi saya, padahal pesan-pesannya bukan dari saya. Ini bisa mendatangkan fitnah dan perpecahan umat,” ujar Chriswanto lagi. Ia mengingatkan, para pendiri membentuk LDII bertjuan untuk berkontribusi kepada umat, bangsa, dan negara secara positif.

Baca Juga :  Pemkab Akan Buka Akses Untuk Angkutan Berat dari Sudirman Langsung Pelabuhan Bagendang

“Kami memiliki delapan program kerja yang diselaraskan dengan program nasional, agar menjadi solusi. LDII harus mendukung bangsa dan negara dan memberi solusi terutama masalah kebangsaan. Bila Indonesia goyang, LDII turut ikut sempoyongan,” ujarnya.

Dalam Tausiah Kebangsaan itu, Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya keterhubungan antarmanusia, “Sehingga antarmanusia terhubung rohani, pikiran, amaliyah dan berbagai hal lainnya, ketika semuanya nyambung, keberkahan itu hadir,” ujarnya. Keterhubungan itu, menurutnya sudah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun negara kecil bernama Madinah, yang tertuang dalam Piagam Madinah.

Dalam pandangannya, Rasulullah mendirikan negeri Madinah sebagai negara untuk menyambung, mengikat masyarakat di dalamnya untuk hidup bersama meskipun tidak satu agama, “Islamnya saja ada golongan Muhajirin ada Ansor, ada Yahudi, Nasrani, dan Majusi yang bukan agama samawi. Dari beragam agama itu diikat untuk menyatukan perbedaan,” imbuhnya.

Baca Juga :  Api Berkobar Membakar Gudang

Sebagai penyatu perbedaan, Rasulullah memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai hakim, jenderal ketika perang, hingga mengurus ketertiban. Bahkan Rasulullah sampai mengurusi akhlak. “Jadi bila ada yang bertanya pilih Al Qur’an atau Pancasila, itu sama halnya menanyakan bumbu pecel tumpang atau pecel tumpang, bakso atau buletan bakso,” ujarnya.

“Tausiah ini jadi penting untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, agar ukhuwah wathoniyah juga kuat, dan ketiga ukhuwah basariyah terjaga. Para pendiri bangsa mendirikan negeri ini atas perbedaan yang tak bisa dihindari, dan para ulama menjadi motor penggerak perjuangan. Dari perbedaan itu, justru kita menyatu,”katanya.

Menurut Chrsiwanto, di tengah era digital ini, internet mempermudah lalu-lalang informasi. Namun teknologi itu, juga mempermudah fitnah menyebar, “Digitalisasi memungkinkan menulis atau mengubah suara menjadi saya, padahal pesan-pesannya bukan dari saya. Ini bisa mendatangkan fitnah dan perpecahan umat,” ujar Chriswanto lagi. Ia mengingatkan, para pendiri membentuk LDII bertjuan untuk berkontribusi kepada umat, bangsa, dan negara secara positif.

Baca Juga :  Pemkab Akan Buka Akses Untuk Angkutan Berat dari Sudirman Langsung Pelabuhan Bagendang

“Kami memiliki delapan program kerja yang diselaraskan dengan program nasional, agar menjadi solusi. LDII harus mendukung bangsa dan negara dan memberi solusi terutama masalah kebangsaan. Bila Indonesia goyang, LDII turut ikut sempoyongan,” ujarnya.

Dalam Tausiah Kebangsaan itu, Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya keterhubungan antarmanusia, “Sehingga antarmanusia terhubung rohani, pikiran, amaliyah dan berbagai hal lainnya, ketika semuanya nyambung, keberkahan itu hadir,” ujarnya. Keterhubungan itu, menurutnya sudah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun negara kecil bernama Madinah, yang tertuang dalam Piagam Madinah.

Dalam pandangannya, Rasulullah mendirikan negeri Madinah sebagai negara untuk menyambung, mengikat masyarakat di dalamnya untuk hidup bersama meskipun tidak satu agama, “Islamnya saja ada golongan Muhajirin ada Ansor, ada Yahudi, Nasrani, dan Majusi yang bukan agama samawi. Dari beragam agama itu diikat untuk menyatukan perbedaan,” imbuhnya.

Baca Juga :  Api Berkobar Membakar Gudang

Sebagai penyatu perbedaan, Rasulullah memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai hakim, jenderal ketika perang, hingga mengurus ketertiban. Bahkan Rasulullah sampai mengurusi akhlak. “Jadi bila ada yang bertanya pilih Al Qur’an atau Pancasila, itu sama halnya menanyakan bumbu pecel tumpang atau pecel tumpang, bakso atau buletan bakso,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/