Jumat, September 20, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Lahan Terendam, Petani Gagal Panen

PALANGKA RAYA-Akibat luapan air Sungai Kahayan, 50 hektare (ha) lahan pertanian dan perkebunan di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau terendam. Banjir yang terjadi hampir sepekan ini menyebabkan rusaknya berbagai tanaman sayur milik petani di daerah yang dikenal merupakan salah satu sentra produksi  pertanian di Kota Cantik ini. Petani pun menderita kerugian bervariasi. Mulai dari puluhan hingga ratusan juta. Sebab, tanaman yang menjadi sumber pendapatan mereka mengalami gagal panen.

Dari pantauan Kalteng Pos di lokasi banjir, kemarin (14/9), air setinggi lutut orang dewasa menggenangi tanaman jagung dan jenis sayuran, seperti terong, bayam, daun katuk, singkong, dan lainnya.

Menurut keterangan salah satu warga Kalampangan, Sutikno, banjir mulai terjadi sejak 6 September lalu. “Banjir ini terjadi karena luapan air Sungai Kahayan,” kata pria yang merupakan Ketua Kelompok Tani Harapan Tani I itu.

Baca Juga :  Buaya Sebangau Dikabarkan Kembali Mangsa Manusia

Sutikno menuturkan, hampir seluruh area pertanian yang berdekatan dengan Sungai Kahayan terendam air. Sutikno memperkirakan luas lahan pertanian warga Kalampangan yang terendam banjir mencapai sekitar 250 hektare.

“Pokoknya hampir seluruh area pantura (pantai utara) Kalampangan ini terendam,” sebutnya.

Meskipun daerah Kalampangan sering dilanda banjir, lanjut Sutikno, tapi biasanya terjadi setelah bulan November atau ketika puncak musim hujan. Itupun tidak terjadi setiap tahun.

“Bisa terjadi tahun tahun sekali atau lima tahun sekali, tapi anehnya sekarang ini masih tanggal muda bulan sembilan kok sudah ada (banjir),” katanya.

Pria yang juga pengurus organisasi HKTI Kalteng ini menyebut, banjir yang sulit diprediksi sekarang ini cukup menyulitkan petani di Kalampangan untuk memperkirakan waktu yang tepat untuk memulai penanaman.

Baca Juga :  Putra - Putri Anggota Polri Ikuti Vaksinasi

“Kalau istilah zaman dulu, pranoto mongso sudah hilang, luput terus perhitungannya, karena alamnya mungkin sudah berubah atau gimana, yang jelas perhitungan-perhitungan itu lepas, enggak kaya zaman dulu,” kata Sutikno dengan raut wajah prihatin.

Diterangkan Sutikno, pranoto mongso merupakan sistem perhitungan yang digunakan petani pada zaman dahulu untuk memulai kegiatan pertanian berdasarkan tanda-tanda alam.

Sementara itu, terkait bantuan untuk warga yang terdampak banjir, Sutikno mengatakan, sebagian bantuan sudah didapatkan. Bantuan itu merupakan bantuan dari hasil solidaritas sosial dan swadaya  masyarakat di lingkungan Kalampangan, serta bantuan dari sejumlah donatur yang diserahkan kepada 70-an warga yang menjadi korban banjir.

“Kami mengambil kebijakan memprioritaskan warga yang sepuh-sepuh, karena selain kurang mampu, mereka juga punya tanaman yang terendam banjir,” ujarnya.

PALANGKA RAYA-Akibat luapan air Sungai Kahayan, 50 hektare (ha) lahan pertanian dan perkebunan di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau terendam. Banjir yang terjadi hampir sepekan ini menyebabkan rusaknya berbagai tanaman sayur milik petani di daerah yang dikenal merupakan salah satu sentra produksi  pertanian di Kota Cantik ini. Petani pun menderita kerugian bervariasi. Mulai dari puluhan hingga ratusan juta. Sebab, tanaman yang menjadi sumber pendapatan mereka mengalami gagal panen.

Dari pantauan Kalteng Pos di lokasi banjir, kemarin (14/9), air setinggi lutut orang dewasa menggenangi tanaman jagung dan jenis sayuran, seperti terong, bayam, daun katuk, singkong, dan lainnya.

Menurut keterangan salah satu warga Kalampangan, Sutikno, banjir mulai terjadi sejak 6 September lalu. “Banjir ini terjadi karena luapan air Sungai Kahayan,” kata pria yang merupakan Ketua Kelompok Tani Harapan Tani I itu.

Baca Juga :  Buaya Sebangau Dikabarkan Kembali Mangsa Manusia

Sutikno menuturkan, hampir seluruh area pertanian yang berdekatan dengan Sungai Kahayan terendam air. Sutikno memperkirakan luas lahan pertanian warga Kalampangan yang terendam banjir mencapai sekitar 250 hektare.

“Pokoknya hampir seluruh area pantura (pantai utara) Kalampangan ini terendam,” sebutnya.

Meskipun daerah Kalampangan sering dilanda banjir, lanjut Sutikno, tapi biasanya terjadi setelah bulan November atau ketika puncak musim hujan. Itupun tidak terjadi setiap tahun.

“Bisa terjadi tahun tahun sekali atau lima tahun sekali, tapi anehnya sekarang ini masih tanggal muda bulan sembilan kok sudah ada (banjir),” katanya.

Pria yang juga pengurus organisasi HKTI Kalteng ini menyebut, banjir yang sulit diprediksi sekarang ini cukup menyulitkan petani di Kalampangan untuk memperkirakan waktu yang tepat untuk memulai penanaman.

Baca Juga :  Putra - Putri Anggota Polri Ikuti Vaksinasi

“Kalau istilah zaman dulu, pranoto mongso sudah hilang, luput terus perhitungannya, karena alamnya mungkin sudah berubah atau gimana, yang jelas perhitungan-perhitungan itu lepas, enggak kaya zaman dulu,” kata Sutikno dengan raut wajah prihatin.

Diterangkan Sutikno, pranoto mongso merupakan sistem perhitungan yang digunakan petani pada zaman dahulu untuk memulai kegiatan pertanian berdasarkan tanda-tanda alam.

Sementara itu, terkait bantuan untuk warga yang terdampak banjir, Sutikno mengatakan, sebagian bantuan sudah didapatkan. Bantuan itu merupakan bantuan dari hasil solidaritas sosial dan swadaya  masyarakat di lingkungan Kalampangan, serta bantuan dari sejumlah donatur yang diserahkan kepada 70-an warga yang menjadi korban banjir.

“Kami mengambil kebijakan memprioritaskan warga yang sepuh-sepuh, karena selain kurang mampu, mereka juga punya tanaman yang terendam banjir,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/