“Kemudian melanjutkan proses legislasi RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak‐Hak Masyarakat Adat,
memastikan proses‐proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumber daya alam pada umumnya seperti RUU Pertanahan berjalan sesuai dengan norma‐norma pengakuan hak‐hak masyarakat adat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Putusan MK Nomor 35 Tahun 2012,” sebutnya.
Selain itu, mendorong suatu inisiatif berupa penyusunan (rancangan) undang‐undang terkait dengan penyelesaian konflik‐konflik agraria yang muncul sebagai akibat dari pengingkaran berbagai peraturan
perundang‐undangan sektoral atas hak‐hak masyarakat adat selama ini.
“Dalam menyongsong tata kelembagaan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak‐hak masyarakat adat yang akan ditetapkan dalam undang‐undang ke depan, perlu dibentuk lembaga independen dan permanen yang diberi mandat khusus oleh presiden untuk
bekerja secara intens mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal‐hal yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak‐hak masyarakat adat ke depan,” kata Agustiar.
Kemudian, memastikan penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat berjalan di seantero negeri, khususnya dalam hal mempersiapkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam mengoperasionalisasikan salah satu jalur pengakuan hak‐hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi Desa Adat.
“Dari beberapa hal tersebut, jelas bahwa di hadapan kita hari ini sudah cukup banyak berbagai kebijakan dan program yang khusus untuk masyarakat adat. Tantangan kita selanjutnya adalah bagaimana kita bekerja bersama pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan semua itu,” tambahnya.
Ketum DAD Kalteng maupun Deputi MADN sama-sama meminta masyarakat Dayak, secara khusus di Kalteng, untuk bersama-sama menyatukan hati, pikiran, dan perkataan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat masyarakat adat Dayak.